KESAH.IDMixeu menjadi perusahaan F & B dari China yang menahklukkan dunia. Uniknya perusahaan ini tidak menjual sendiri produk es krim, boba tea, smoothies dan lainnya. Mixue hanya menjual alat, bahan dan kemasan kepada pemegang franchise. Yang membuat dan kemudian jualan minuman adalah para franchiser. Jadi sesungguhnya Mixue adalah perusahaan supply chain.

Bulan Desember dan Januari biasanya merupakan bulan basah karena sering hujan. Desember memang kerap diartikan “gede-gedenya sumber” dan Januari berarti “hujan sehari-hari”.

Hanya saja makin tahun patokan arti itu tak lagi selalu tepat. Samarinda di akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023 kerap tidak basah karena disengat panas yang mencubit-cubit. Jalanan yang telah dilapisi semen bukan hanya kembali memancarkan panas tetapi juga melepaskan debu-debu halus.

Saking berdebunya sampai dituliskan sebagai liputan khusus oleh Kaltim Faktual pada 30 Desember 2022 lalu. Artikel berjudul “Review Wisata Debu Samarinda, Cocok untuk Pecinta Kegiatan Ekstrem” menyorot perihal debu di Jalan Suryanata, jalan yang menghubungkan Kota Samarinda dengan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Samarinda yang mendeklarasikan diri sebagai Kota Pusat Peradaban memang lagi gencar-gencarnya membangun. Pondasi peradaban kota diletakkan melalui konsep pembangunan abu-abu karena material utamanya adalah semen.

Ya semua disemen, mulai dari jalan, saluran air, halaman, pembatas jalan, trotoar hingga tepian sungai. Makanya bisnis ready mix menjadi salah satu yang paling cuan.

Peluncuran Pro Bebaya membuat pembangunan Kota Samarinda makin semarak. Masing-masing RT berlomba-lomba menggiatkan pembangunan mulai dari wilayah terkecil kepemerintahan. Ready mix makin cuan.

Kepanjangan Pro Bebaya adalah Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat bukan Program Bebas dari Bahaya. Sebab maraknya penggunaan semen siap pakai yang diangkut dengan Truk Molen itu kerap menghasilkan tumpahan, terutama di tanjakan jalan.

Dari karakter tumpahannya terlihat ada yang tidak disengaja, tidak direncanakan tapi ada pula yang dilakukan dengan kesadaran.

Tidak sengaja karena ketika lewat tanjakan isinya terlalu penuh sehingga ada yang tumpah, tidak direncanakan karena ketika lewat tanjakan truknya tidak kuat sehingga perlu dikurangi isinya. Dan dilakukan dengan kesadaran karena tanjakan dipakai sebagai momentum untuk membersihkan sisa semen di dalam molen.

Tumpahan entah disengaja atau tidak kemudian bikin masalah, bahkan terkadang membahayakan pengendara karena tercecer di jalanan. Ketika tumpahan ini terpapar panas dan terhembus angin, disitulah debu dihamburkan.

Melewati jalan yang penuh debu semen ketika panas kentar-kentar sungguh tak nyaman, terlebih dengan kendaraan roda dua tanpa mengenakan masker, kacamata, jaket, crewneck atau hoodie hasil thrifting-an.

Mata terasa pedih, kulit wajah dan tangan terasa memanas serta gatal. Skincare yang mahal terasa sia-sia belaka untuk menangkis debu-debu yang menerpa dan mendarat di permukaan kulit.

Tapi sudahlah tak usah mengeluh, itulah resiko membangun peradaban yang berbasis pada material abu-abu.

Tak usah panas hati, ketika geram saat berkendara di jalanan yang terterpa panas dan berpayung debu, buanglah pandang ke kanan kiri jalan. Lihatlah, ada banyak tempat untuk singgah mendinginkan badan juga hati, gerai-gerai minuman siap saji yang dikemas dalam gelas plastik yang separuhnya berisi es kristal. Apapun jenis minumannya, semua akan terasa manis dingin sedap.

BACA JUGA : Membaca Dengan Tujuan

Saya lupa persis hari apa, yang jelas siang itu panasnya menyala. Dan tahu sendiri kala panas seperti itu melewati jalan KS. Tubun dalam terasa seperti neraka. Untung di jalan itu ada gerai Es Teh yang mengaku terenak no. 2 se – Indonesia.

Saya singgah walau mesti ngantri dan susah cari parkiran. Pelayanannya terasa lambat, ternyata mesin sealer-nya bermasalah.

Rasanya dongkol sekali. Kedai yang selalu ramai itu mestinya tidak susah untuk menjaga mesin produksinya selalu prima.

“Mixue ..mixue …. Mixue,” teriak serombongan bocah laki-laki keluar dari gang melewati depan kedai.

Mendengar anak-anak meneriakkan brand F & B yang lagi trending itu membuat saya lupa pada perilaku pebisnis yang dagangannya laris manis tapi abai pada layanan prima.

“Jangan-jangan Mixue sudah ada di Samarinda,” tanya saya dalam hati.

Di rumah sembari menyedot teh manis dingin murah, saya mencoba menelusuri apakah gerai Mixue sudah ada di Samarinda. Ada dua mesin pintar yang bisa membantu yakni GSE dan Chat GPT.

Tapi Chat GPT pasti tidak bisa membantu, meski pintar tapi datasetnya hanya sampai tahun 2021. Kalau dipaksa untuk menjawab pasti akan muncul jawaban seperti ini “Sebagai model bahasa, saya tidak memiliki informasi terbaru tentang ada tidaknya gerai es krim Mixue di Samarinda ……………….. Namun jika anda ingin mencari gerai es krim Mixue, saya sarankan untuk mencari di mesin pencari lokal atau bertanya kepada penduduk setempat untuk mendapat informasi lebih lanjut,”

Paling aman memang kembali ke Google Search Engine.

Dengan keywords “Es krim Mixue Samarinda”, Google  memberikan beberapa tautan ke Google Map dan akun Tik Tok. Ternyata Mixue sudah ada di Samarinda, tepatnya pada sebuah ruko yang ada di Jalan Hasan Basri.

Karena Google juga tahu kota terakhir di luar Samarinda yang saya kunjungi adalah Balikpapan, disertakan pula tautan yang berisi informasi kalau ada juga gerai Mixue di Batu Ampar, Balikpapan.

“Selamat datang Mixue,” ujar saya dalam hati sambil berharap semoga anak saya tak segera minta dibelikan. Saya yakin dia sudah tahu.

“Ni ai wo wo ai ni; Mi xue bing cheng tian mi mi ……,” syair ini nampaknya mulai akan mem-brainwashing anak-anak Samarinda hingga bakal merenggek-renggek minta es krim, smoothies dan boba tea-nya Mixue.

Buat yang belum tahu dan punya fear of missing out yang akut, Mixue adalah brand minuman kekinian yang berasal dari China.

Berkembang biak dengan sistem franchise, setelah sukses di Vietnam, Mixue masuk Indonesia pada tahun 2020. Kota yang pertama ditahklukkan adalah Bandung, salah satu pusat wisata kuliner di Indonesia. Dari Bandung, Mixue kemudian menyebar kemana-mana. Dan secara populer dikenal sebagai “Malaikat pencatat ruko kosong”.

Zhang Hongchao, founder Mixue memulai usaha pada tahun 1997 dengan modal uang pinjaman dari neneknya sebesar 7 juta kalau dirupiahkan. Dia mulai jualan es serut sambil menyelesaikan kuliahnya.

Strategi yang dipakai adalah menjual es yang enak dengan harga serendah mungkin. Tahun 2007 Zhang mulai mengembangkan model franchise.

Zhang Hongchao tentu ingin untung. Dengan harga produk yang murah, untung bisa diperoleh apabila volume penjualannya besar dan luas. Mixue kemudian menjadi sangat ekspansif.

Dalam tiga tahun ke depan jika perkembangan Mixue terus ajeg seperti sekarang, niscaya jumlah gerainya akan mengalahkan McDonald.

BACA JUGA : Restu Budiman Pada Aspirasi Kades ‘Seumur Hidup’

Model franchise Mixue unik dibanding dengan franchiser lainnya. Para analis menyebut ketika memulai bisnis franchise, founder Mixue merubah mindset bisnisnya dari perusahaan F & B ke perusaan supply chain.

Kesimpulan ini diambil ketika ada yang memeriksa laporan keuangan perusahaan. Ternyata keuntungan terbesar dari Mixue bukan dari jualan es krim, melainkan jualan alat pembuatan es krim, bahan-bahannya dan kemasan.

Strategi ini dimungkinkan karena produk mereka menyasar pasar menengah kebawah yang berada di negara-negara berkembang, atau kota-kota non metropolitan dimana penduduknya sensitif terhadap harga murah. Murah sering dianggap sebagai tidak bermutu.

Dengan harga rata-rata mulai dari 8 ribu hingga 20 ribu, keuntungan yang diperoleh dari jualan produk akan amat tipis. Maka hanya sedikit gerai yang dimiliki langsung oleh Mixue, keuntungan yang tak terlalu besar dari para franchisernya tidak diganggu dengan skema bagi hasil.

Mixue menawarkan model franchise yang tidak mencekik sehingga banyak pengusaha akan menjadi franchiser yang artinya akan ada volume penjualan yang besar.  Mixue kemudian akan menyediakan alat, bahan dan kemasan yang harus dibeli dari mereka. Fokus Mixue kemudian pada penyediaan logistic centre untuk memastikan bahan atau barang akan dikirim tepat waktu kepada franchiser dan selalu tersedia.

Dan semakin banyak franchiser, semakin meningkat volume penjualannya, Mixue bisa menurunkan harga modal.

Mixue memang unik, selain tidak melakukan bagi hasil, manajemen gerai diurus sendiri oleh pemegang franchise, Mixue tidak ikut campur.

Mixue akan ikut campur dalam urusan desain gerai, yang akan dikerjakan oleh kontraktor mereka. Kontrak kerjasama berlaku selama 3 tahun dan bisa diperbaharui kembali tanpa membayar biaya franchise hanya management fee.

Pada dasarnya franchiser hanya bisa jualan kalau beli alat dan bahan hanya dari Mixue. Jadi sebenarnya sekali lagi Mixue adalah perusahaan supply chain. Karena es krim dan lainnya dibuat sendiri oleh franchiser.

Yang lebih gila, Mixue tidak memberlakukan aturan jarak antar gerai, tidak ada batasan  per sekian kilometer baru boleh ada lagi. Aturan yang diberlakukan Mixue dalam satu ruang tidak boleh ada jualan makanan dan minuman dari brand lain, hanya boleh jualan Mixue.

Dan jika melayani penjualan online lewat grabfood, gofood, shoppeefood dan lain-lain harga hanya boleh dinaikkan setinggi-tingginya 2000 ribu rupiah.

Kenapa Mixue bisa seperti itu, lagi-lagi sebagai perusahaan makanan dan minuman ternyata Mixue tidak jualan sendiri. Yang jualan makanan dan minuman adalah pemegang franchise, Mixue hanya menjual dan menyediakan alat serta bahan.

Pertanyaannya kalau pertumbuhannya tidak dibatasi lama-lama antar gerai Mixue akan bersaing memperebutkan pelanggan. Keuntungan franchiser lama kelamaan akan makin kecil karena pelanggannya terbagi, gerainya ada dimana-mana.

Tentu saja kondisi itu pasti akan terjadi suatu saat. Tapi biarlah founder Mixue yang memikirkan, tugas saya dan anda adalah membeli selama enak, murah serta tidak antri terlalu panjang. Biar para pemegang franchise bisa segera balik modal dan menuai untung walau tidak seperti beliung.

note : sumber gambar – EDOO.ID