KESAH.ID – Dalam tiga putaran pemilihan di konklaf, akhirnya tahta suci Vatikan mendapat seorang pemimpin baru. Disampaikan bahwa Paus baru memakai nama Kepausan, Leo XIV. Para Kardinal Elektor dengan cukup cepat memilih Kardinal Robert Francis Prevost sebagai Paus. Paus Leo XIV terlahir di Amerika Serikat dengan bapak dan ibu berdarah Spanyol dan Perancis. Dua konklaf terakhir mencatat sejarah dalam Gereja Katolik. Paus Fransiscus yang wafat 21 April lalu tercatat sebagai orang dari benua Amerika yang pertama menjadi Paus. Dan Paus Leo XIV tercatat sebagai Paus pertama dalam Gereja Katolik yang berasal dari Amerika Serikat.
Pemilihan Paus selalu menjadi sejarah, hingga kemudian ada yang sengaja pergi ke Italia untuk menyaksikannya. Yang kebetulan sedang ada di sekitar Roma bisa jadi menunda kepulangan atau pergi ke tempat lainnya.
Yang meluangkan waktu kali ini beruntung, tak perlu berlama-lama menunggu. Konklaf atau pertemuan tertutup pada kardinal elektor untuk memilih Paus pengganti Paus Fansiskus yang wafat ternyata tak lama. Tidak sampai dua hari, mereka yang berkumpul di lapangan Basilika Santo Petrus, melihat kepulan asap putih keluar dari cerobong asap Kapel Sistin, tempat para Kardinal Elektor melakukan pemunggutan suara.
Dan beberapa saat kemudian dari jendela salah satu balkon basilika Santo Petrus, muncul Kardinal Protodiakon untuk mengumumkan siapa Paus baru yang terpilih. Pengumuman akan dimulai dengan ucapan “Habemus Papam”.
Setelah ucapan “Kita memiliki Paus baru,”, Sang Paus akan muncul di balkon untuk menyapa dan memberi berkat pada dunia. Dunia kemudian akan mengenal nama Paus baru itu.
Leo XV, dipilih oleh Kardinal Robert Francis Prevost ketika terpilih menjadi Paus. Terlahir di Amerika Serikat, berdarah Spanyol dan Perancis. Ayahnya adalah seorang tentara yang kemudian menjadi guru dan ibunya adalah seorang pustakawan.
Prevost yang kemudian memakai nama Leo XIV, ditahbiskan sebagai imam dalam Gereja Katolik pada tahun 1982. Prevost merupakan anggota dari Tarekat atau Ordo Santo Agustinus {OSA}.
Pada tahun 2001, Prevost terpilih sebagai Superior Jenderal Ordo Santo Agustinus, lalu berkantor di Roma. Lulusan Universitas Kepausan Santo Aquinas ini pada tahun 2013 ditunjuk oleh Paus Fransiskus menjadi Administrator Apostolik Keuskupan Chiclayo, Peru dan kemudian ditahbiskan menjadi Uskup Chiclayo pada tahun 2015.
Karirnya dalam Gereja Katolik meningkat ketika diangkat sebagai Prefek Departemen untuk Para Uskup merangkap sebagai Presiden Komisi Kepausan untuk Amerika Latin pada tahun 2023. Statusnya kemudian ditingkatkan sebagai Uskup Agung.
Pada tahun itu, Prevost juhga diangkat sebagai Kardinal Diakon dengan gelar Santa Monika. Dan beberapa bulan yang lalu, Prevost diangkat menajdi Kardinal Uskup bergelar Albano.
Ada bisik-bisik bahwa Prevost dipersiapkan oleh Paus Fransiskus sebagai penggantinya.
Mirip seperti anggapan pada Prabowo yang memenangkan Pemilu Presiden 2024 dengan suara yang meyakinkan karena oleh pemilih dianggap sebagai penerus Joko Widodo.
Bedanya, Prabowo terpilih setelah berkampanye, sementara Paus Leo XIV terpilih lewat pemilihan tertutup. Konklaf secara harafiah berarti terkunci, pesertanya dikucilkan dengan cara dikurung di tempat tertentu tanpa koneksi dengan dunia luar.
Para kardinal elektor atau yang punya hak pilih dibatasi komunikasinya dengan dunia luar agar proses pemilihan Paus bebas dari intervensi apapun dari luar yang bisa mempengaruhi pilihan.
Apakah calon Paus tidak bisa berkampanye dalam konklaf?. Tentu saja bisa, tetapi tidak ada yang tahu. Para peserta konklaf terikat sumpah untuk tidak menceritakan apa yang terjadi dalam pemunggutan suara di dalam Kapel Sistine itu. Dunia hanya tahu, kalau ada asap hitam berarti Paus baru belum terpilih.
Tapi begitu asap putih mengepul, yang berkumpul di lapangan Basilika Santo Petrus akan bersorak. Asap putih menandakan tak lama lagi di jendela balkon basilika akan muncul Paus Baru menyapa dan memberi berkat pada yang hadir serta dunia.
BACA JUGA : Proyek Ajaib, Pusat Kaltim Diatas Air
Pemilihan Paus ke 267 dalam sejarah Gereja Katolik kali ini terhitung cepat. Dalam sejarah konklaf tidak selalu demikian. Sejarah konklaf pernah mencatat pemilihan yang berlarat-larat pada sekitar abad ke 13 yang lalu.
Konklaf yang dilakukan untuk memilih pengganti Paus Clement IV itu berlangsung selama hampir 3 tahun, tepatnya 1006 hari. Konfkalf waktu itu belum dilakukan di Kapel Sistin, melainkan di Kota Viterbo, Italia. Proses pemilihan yang lama ini membuat warga setempat geram. Para Kardinal yang terlibat dalam perseteruan memilih Paus baru itu kemudian dikurung dalam ruangan dan hanya diberi ‘air dan roti’.
Istilah conclave, yang berasal dari kata cum clave kemudian menemukan makna harafiahnya.
Kisah konklaf kemudian menjadi dramatis dibalik ritual kesakralannya. Narasi konklaf menjadi seperti narasi film, walau tersembunyi dibalik sebuah ruangan yang terisolasi, diluar menyimpan banyak kisah-kisah yang mungkin saja akan menjadi box office jika difilmkan.
Kompromi politik antara faksi pendukung Paus dan pendukung Kekaisaran Romawi Suci akhirnya dicapai dan terpilih Paus Gregorius X. Paus kemudian menetapkan aturan baru, bahwa konklaf jika berlangsung lebih dari tiga hari, para kardinal hanya boleh makan sehari sekali. Dan jika lewat delapan hari, kardinal elektor hanya akan diberi roti, air dan anggur.
Aturan yang sudah dicabut itu kemudian tetap memberi bekas kedisiplinan bagi para kardinal elektor agar tak berlarut-larut dalam memilih Paus baru. Kini dengan teknologi, para kardinal elektor yang berkumpul di Kapel Sistin semakin terkucil karena tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar karena sistem komunikasi didalam kapel diacak.
Sementara konklaf yang berhasil memilih Paus Julius II pada tahun 1503, tercatat sebagai yang tercepat. Dalam hitungan jam setelah konklaf dimulai, Paus baru segera terpilih.
Pemilihan Paus Fransiskus juga terbilang cepat. Konklaf yang dilakukan karena Paus Benediktus XVI mengundurkan diri itu berlangsung cepat karena Jose Mario Bergoglio merupakan saingan Kardinal Ratzinger dalam konklaf sebelumnya.
Persaingan pada konklaf waktu itu adalah antara faksi konservatif dan faksi pembaharu.
Paus Benediktus XVI yang kemudian melihat Gereja Katolik memerlukan pembaharuan kemudian memberi ‘angin’ kepada Jose Mario Bergoglio, Uskup Agung Buenos Aires, Argentina.
Film Two Pope, mengambarkan rencana suksesi yang dilakukan oleh Paus Benediktus XVI untuk memilih penggantinya.
Jose Mario Bergoglio sendiri merupakan salah satu sosok yang populer dalam Gereja Katolik baik di Argentina maupun dunia karena dinamika hubungan gereja dan politik di Amerika Latin. Gereja Katolik dan para imam disana dikenal progresif lewat Teologi Pembebasan.
Profil Uskup Agung Buenos Aires ini terkenal karena kesederhanaan dan pemikirannya yang terbuka terhadap realitas dunia. Sebuah sikap yang sering kali bertolak belakang dengan Gereja Katolik pada umumnya yang cenderung konservatif dalam menghadapi perubahan jaman.
Dan terbukti setelah terpilih sebagai Paus, Paus Fransiskus mampu membuat dirinya menjadi salah satu Paus yang dikenal oleh dunia, sebagaimana Paus Johannes Paulus II.
BACA JUGA : Abrasi Elevasi
Menjelang konklaf biasanya akan beredar nama-nama Kardinal yang dianggap favorit atau calon kuat sebagai Paus. Walau sebenarnya tak ada ukuran yang pasti, namun pengamat atau tukang berita bisa saja membuat daftar karangannya sendiri.
Kali ini ada sederet nama yang dijagokan di ruang publik, seperti Pierbattista Pizzaballa. Baru diangkat menjadi kardinal pada tahun 2023, namanya meroket karena menduduki jabatan penting di Vatikan untuk urusan Timur Tengah.
Kemudian ada Pietro Patrolin yang merupakan pembantu dekat Paus Fransiskus. Jabatannya adalah Menteri Luar Negeri yang bertugas mengawasi persoalan internal gereja dan urusan diplomasi. Patrolin adalah pakar Asia dan dianggap punya kontribusi besar dalam membangun hubungan Vatikan dengan Tiongkok dan Vietnam.
Fridolin Ambongo, diangkat jadi Kardinal tahun 2019. Merupakan salah satu penasehat Paus Fransiskus dalam Dewan Kardinal. Hanya saja dikenal konservatif dan kemudian menentang kebijakan Paus Fransiskus tentang pemberkatan terhadap pernikahan sejenis. Kardinal dari Afrika selalu disebut-sebut sebagai calon potensial, sebagaimana Kardinal dari Asia yang sampai sekarang belum pernah ada yang menjadi Paus.
Louis Antonio Tagle, Kardinal dari Philipina ini kerap dijuluki ‘Fransikus Asia’. Tagle berhaluan liberal dan selalu dianggap sebagai kandidat kuat untuk menjadi Paus. Kardinal Antonio Tagle telah membuktikan diri mampu menangani urusan-urusan gereja yang paling sensitif dan memecah belah. Dia berhasil mengembangkan pendekatan yang lebih inklusif misalnya memberi komuni kepada mereka yang bercerai dan menikah lagi.
Matteo Zuppi, merupakan sosok kardinal yang dekat dengan komunitas Sant’Edigio yang dikenal dengan pelayanannya pada kaum miskin dan penyelesaian konflik. Uskup Agung Bologna ditunjuk oleh Paus menjadi utusan khusus untuk urusan Ukrania. Dikenal punya pandangan yang liberal, termasuk menyerukan kepada gereja untuk menemukan cara pelayanan baru pada kaum gay.
Peter Erdo, seorang Kardinal yang merupakan ahli hukum kanon atau hukum gereja. Namanya dipandang menguat karena ada kecenderungan gereja akan memilih sosok yang lebih konservatif dalam menjaga ajaran gereja. Peter Erdo dianggap sosok yang cocok untuk persoalan ini.
Ada nama-nama lain yang juga disebut oleh para pengamat, bahkan bursa judi atau taruhan online.
Padahal konklaf bukanlah pemilu atau pemilihan seperti yang berlaku ketika memilih pemimpin sebuah negara. Bahwa Paus akan memimpin sebuah negara, tetapi negara yang dipimpin oleh Paus bukan seperti kebanyakan negara lainnya.
Hanya saja pemilihan Paus atau konklaf kerap diperbincangkan, diberitakan sebagaimana pemilihan umum.
Maka kebanyakan prediksi akan meleset. Buktinya tidak banyak yang menyebut nama Robert Francis Prevost sebagai calon kuat sebagai Paus. Kalaupun ada yang menyebut biasanya karena alasan sampai sekarang belum pernah ada Paus yang berasal dari Amerika Serikat. Dan Prevost berasal dari sana.
Memang benar kemudian Prevost terpilih sebagai Paus dan memakai nama kepausan Leo XIV. Tapi Paus Leo XIV terpilih bukan karena berasal dari Amerika Serikat.
Apa alasan sebenarnya terpilih sebagai Paus tidak ada yang tahu. Tapi bisa diduga, Prevost mempunyai kemampuan komunikasi yang baik, sehingga bisa kenal dan dikenal oleh hampir seluruh Kardinal yang mempunyai hak suara. Paus Leo XIV menguasai bahasa Inggris, Perancis, Spanyol dan Italia.
Dengan begitu, Paus Leo XIV akan mudah berkomunikasi dengan Kardinal dari Amerika Utara dan Asia yang umumnya bisa berbahasa Inggris, Kardinal Amerika Selatan atau Latin yang umumnya berbahasa Spanyol atau Portugis, Kardinal dari Afrika yang umumnya bisa berbahasa Perancis, dan Kardinal lain yang pernah kuliah di Roma yang menguasai bahasa Italia.
Tapi sekali lagi itu hanya duga-duga, karena apa yang terjadi dalam konklaf tertutup dari masyarakat luar, hanya peserta konklaf yang tahu.
Yang menyaksikan dari luar hanya tahu kalau asap hitam adalah tanda putaran pemilihan harus diulang karena belum ada calon yang mendapat dua pertiga suara. Baru kemudian asap putih akan menjadi tanda bahwa Paus baru terpilih.
Dan Paus Leo XIV terpilih dalam tiga kali pemunggutan suara. Sebuah proses yang relatif cepat untuk sebuah pemilihan seorang Paus, yang tidak mempunyai tim sukses, tim kampanye, tim survey, tim udara dan tim darat itu.
note : sumber gambar – DETIK