KESAH.IDChatGPT atau Generative Pre-training Transformer bukanlah chatbot biasa. Chatbot yang dikembangkan oleh Open AI ini dilengkapi dengan deep machine learning yang membuatnya bisa belajar sendiri seiring dengan semakin seringnya digunakan. Chatbot yang dimaksudkan sebagai alat bantu ini, kini lebih sering difungsikan sebagai penganti diri untuk pekerjaan membuat konten, esai, artikel, presentasi, makalah dan lain-lain. ChatGPT seolah menjadi penganti otak kita sendiri. Prinsipnya kalau ada yang lebih mudah kenapa memilih yang lebih sulit.

Tahun 1930, Alan Turing peneliti matematika dari Inggris berhasil membuat mesin yang dinamakan Turing Machine. Mesin yang bisa menjalankan serangkaian perintah dan mengubah atau memanipulasi simbol abstrak dasar.

Mesin Turing ini merupakan cikal bakal dari komputer, sebuah alat yang diciptakan untuk menjalankan berbagai program secara otomatis karena kode-kode perintah disimpan dalam ‘otak’ nya.

Turing yang mati muda ini memang tak menikmati kejayaan komputer.

Ada sebuah quote yang terkenal dari Alan Turing yakni “Otak dilawan dengan otak, mesin dilawan/ditahklukkan dengan mesin”

Waktu itu Alan Turing berpikir demikian, namun kelak kita akan tahu bahwa komputer bekerja seperti otak manusia.

Karenanya setelah penemuan Mesin Turing kemudian berkembang ilmu baru dalam bidang biologi yakni neurosains.

Penemuan komputer oleh Alan Turing membuat para ahli biologi menyadari bahwa kerja otak manusia seperti komputer.

Dan seiring dengan waktu, perlahan-lahan cara kerja otak mulai dipahami. Apa yang dicapai oleh neurosains kini menjadi pengetahuan baru mengganti dugaan dan pengetahuan lama tentang otak yang pada masa sebelumnya hanya dikira-kira karena otak tidak diteliti berdasarkan algoritmanya.

Temuan teknologi, sistem atau platform yang berbasis komputasi masih belum berhenti hingga sekarang. Komputer semakin hari semakin bekerja secara mandiri. Jejaring antar komputer telah menciptakan ‘otak’ besar yang membuat kehidupan menjadi semakin lebih mudah.

Kini sistem komputasi malah berpotensi membajak otak. Dengan bantuan komputer dalam jaringan, otak manusia kemudian cenderung mengalah pada mesin. Atau menyerahkan segala sesuatunya kepada mesin.

Kenapa otak menyerah kepada mesin?.

Karena mesin telah berkembang menjadi sebuah kecerdasan yang dinamakan sebagai kecerdasan buatan. Kecerdasan yang tak akan mengeluh karena kelelahan, kecerdasan yang tak akan memanipulasi sesuatu demi keuntungannya sendiri karena mesin tak punya kepentingan personal.

Kecerdasan buatan awalnya berkembang pesat dalam berbagai platform aplikasi, media sosial, mesin pencari, mesin pengindeks dan lain-lain.

Google, Meta dan lainnya menjadi terdepan dalam urusan kecerdasan buatan tanpa disadari oleh para pemakaianya.

Kecerdasan buatan yang tertanam dalam system telah menghasilkan cuan yang maha besar untuk mereka sehingga menjadi bagian dari perusahaan paling bernila di dunia tanpa produk nyata yang dijual di toko atau pasar.

Dan kini kecerdasan buatan yang kian matang karena back up bigdata yang ada di sistem komputasi awan mulai diperkenalkan untuk pemakai individual.

Dalam lima tahun terakhir ini muncul berbagai macam aplikasi kecerdasan buatan yang membuat batas antara dunia maya dan dunia nyata makin kabur, batas antara realitas dan rekayasa menjadi semakin sulit untuk dibedakan.

BACA JUGA : September Panas

Pada tahun 2015, Elon Musk bersama tokoh-tokoh Silicon Valley lainnya mengambil inisiatif untuk mendirikan perusahaan non profit bernama Open AI.

Elon bersama teman-temannya ingin mengembangkan berbagai macam teknologi kecerdasan buatan yang dapat dipergunakan dalam berbagai bidang dan memberi manfaat bagi masyarakat luas. Sejak awal Open AI berkomitmen untuk mengembangkan program atau software open AI yang transparan dan dapat diakses oleh semua orang.

Pada tahun 2018 Elon Musk mengundurkan diri dari Open AI namun tetap menjadi donor. Dan pada tahun 2019, Open AI menerima investasi dari Microsoft sebesar 1 milliar USD.

Tak lama setelah berdiri, laboratorium Open AI meluncurkan platform pembelajaran dalam versi beta bernama Open AI Gym, lalu disusul oleh Universe sebuah platform perangkat lunak untuk mengukur dan melatih kecerdasan umum dari kecerdasan buatan yang ada pada game, peramban dan aplikasi lainnya.

Tahun 2020, Open AI meluncurkan GPT-3, sebuah model bahasa terlatih pada trilyunan kata yang berasal dari internet. GPT-3 diprogram untuk berinteraksi dengan bahasa alami guna menjawab pertanyaan, namun juga bisa menterjemahkan dalam berbagai bahasa dan menghasilkan teks improvisasi yang koheren.

Sampai sejauh itu Open AI belum terlalu dikenal publik, baru setelah meluncurkan DALL-E sebuah sistem yang mampu merubah teks menjadi gambar atau AI Image Generator nama Open AI mulai dikenal publik.

Nama DALL-E sendiri merupakan paduan dari nama seniman terkenal Salvador Dali dan sebuah film produksi Pixar berjudul WALL-E.

Dirilis pada tahun 2021, DALL-E dalam hitungan detik mampu merubah perintah atau promt menjadi gambar yang realistis.

Aplikasi yang bisa dipakai secara gratis ini akan menghasilkan gambar yang tidak memiliki lisensi. Gambar adalah milik dari yang memberikan perintah.

Meski diklaim mampu menghasilkan gambar yang realistis, gambar yang dihasilkan oleh DALLE-E sesungguhnya adalah gambar surealis. Gambar dari DALLE-E belum bisa seperti gambar nyata yang diambil oleh kamera foto atau pandangan mata.

Dalam dunia visual, perkembangan AI sangat pesat. Ada banyak model AI yang dihasilkan oleh berbagai pihak dan diluncurkan sebagai aplikasi gratisan maupun berbayar. Kini bahkan sudah ada platform kecerdasan buatan yang mampu membuat video secara mandiri.

Aplikasi olah gambar atau video memang berkembang pesat. Menghilangkan background gambar sudah sangat mudah. Mempermanis wajah atau pemandangan juga tak sulit lagi. Bahkan kamera-kamera Smarphone sudah dilengkapi dengan kecerdasan buatan yang tertanam pada system sehingga akan menghasilkan gambar yang beauty. Netizen kerap menjuluki kamera ini dengan sebutan kamera jahat.

BACA JUGA : Semua Digoyang

Setelah bertahun-tahun mengeluti kecerdasan buatan, Open AI pada tahun 2022 meluncurkan sebuah aplikasi fenomenal yang dinamakan ChatGPT. Model yang dikembangkan sejak tahun 2018 ini relatif sudah matang ketika diluncurkan.

Disebut sebagai ChatGPT atau Generative Pre-training Transformer karena bekerja dengan model percakapan. Modelnya seperti dalam kelas ketika murid bertanya dan kemudian guru menjawab. Hanya saja jawaban dari ChatGPT pasti lebih cepat dari guru. Dan ditanya apapun, ChatGPT tak akan emosi sebagaimana guru sering marah atau uring-uringan.

Dengan fungsi utama sebagai penyedia informasi, pemberi saran dan alat untuk meningkatkan produktifitas. ChatGPT kemudian berkembang diluar tujuan yang menjadi komitmen dari Open AI.

Jika dimasa pandemi Covid 19 para siswa kerap mengatakan “Kerjakan dengan google” saat mendapat tugas dari guru dalam pembelajaran online, kini banyak orang mengatakan “Pakai ChatGPT saja,” ketika mendapat tugas apapun.

Ya, kini ChatGPT dipromosikan sebagai alat bantu untuk mempermudah membuat tulisan, berita, storyboard bahkan buku. Ada banyak iklan kelas, workshop atau seminar yang judulnya bombastis guna membujuk orang menggunakan ChatGPT untuk menghasilkan tulisan tanpa repot-repot rajin belajar dan membaca buku.

ChatGPT yang umurnya belum 5 tahun ini memang bak dewa penolong untuk mereka-mereka yang kesulitan merangkai kata-kata, kesulitan menerangkan apa yang ada dalam pikirannya.

Siapapun dengan segala macam profesi atau kepentingan ketika gabut dan nggak tahu mau nulis atau ngomong apa maka ChatGPT jawabannya.

Karena bekerja berdasarkan pertanyaan, artinya semakin bagus dan spesifik pertanyaannya maka jawabannya semakin bagus kemudian tak sedikit yang mencari cuan dengan cara menjual promt atau perintah.

Siapapun yang malas semakin dimanjakan karena memakai ChatGPT tanpa membuat perintah atau pertanyaan sendiri.

Jurnalis kini banyak yang memakai ChatGPT untuk membuat berita. Dalam hitungan menit saja berita sudah berhasil ditulis sembari menunggu pesanan kopi.

Mahasiswa atau pelajar juga tak sulit mengerjakan tugas membuat makalah atau paper yang diberikan oleh guru atau dosen. Tak butuh waktu lama ChatGPT bisa menyediakan teks berlembar-lembar yang tak perlu diotak-atik karena guru atau dosen mungkin tak akan menyadari kalau itu hasil pekerjaan mesin.

Karena dilengkapi dengan learning machine, ChatGPT makin lama semakin pintar. Kelak kita hanya tinggal membubuhkan nama saja karena buku, berita, artikel, skenario, storyboard dan lain-lain dikerjakan sendiri oleh ChatGPT.

Sebagai penulis ChatGPT jelas handal karena bisa menulis kapan saja dan dimana saja, tidak seperti kita yang sering mengalami Writer Block, nggak tahu mau menulis apa.

Tapi bagaimanapun juga ChatGPT adalah mesin yang tak punya perasaan, tak punya memori pengalaman interaksi. Sehingga yang ditulis oleh ChatGPT meski mungkin bernada emosional namun tak mewakili pengalaman atau perasaan seperti para penulis yang menuliskan sendiri pemikiran, pengalaman atau perasaannya.

Tulisan yang dihasilkan oleh ChatGPT tidak bersifat personal, karyanya tidak menyuarakan suara penulis. Subyektifitas yang menuliskan perintah atau promt mungkin tidak ditangkap oleh ChatGPT.

Namun bisa saja kelak ChatGPT semakin canggih. Dengan interaksi yang intens, seseorang bisa diprofiling oleh ChatGPT sehingga ChatGPT kelak bisa menjadi orang itu sendiri.

Ketika masa itu tiba, mungkin Alan Turing akan merubah quotenya menjadi “Otak melemah karena diambil alih oleh mesin,”

note : sumber gambar – EDITVERSE