KESAH.IDMenyaksikan berita tentang koruptor di layar kaca atau di layar situs berbagi video terus terang kerap menimbulkan kejengkelan. Sosok koruptor yang telah merugikan negara, masyarakat atau pihak-pihak lainnya kerap menampilkan diri seolah-olah tak bersalah. Tak ada sedikit sesal di wajah mereka walau divonis tahunan. Tak sedikit yang membusungkan dada, melambaikan tangan bahkan berjoget gemoy melewati pewarta yang menunggu setelah atau sebelum persidangan.

Kesel dong lihat penipu setelah divonis pengadilan dan dalam keadaaan terborgol joget-joget ketika melewati para korban dengan ekpresi seolah-olah mengejek.

Ini bukan kisah postingan story telling yang dijuluki sebagai S3 marketing. Sungguh ini kisah nyata karena pelakunya adalah Zulhal pemilik biro tour umroh Goldy Mixalmina di Kudus.

Zulhal didakwa dengan tuduhan penggelapan uang calon jemaah umroh sebesar kurang lebih 3 milyard rupiah.

Jangankan emak-emak yang menjadi korban penipuan, yang menyaksikan lewat video yang diunggah di Tik Tok pada 29 Juli 2024 pasti geram. Kegeraman yang mungkin bisa memancing komentar “Tidak adakah yang bersedia meminjam beliau dan membawanya ke tempat sepi untuk dipukuli secara merata dari ujung rambut hingga ujung kaki,”

Entah apa yang merasukinya, sehingga wajah sesal yang seharusnya muncul justru ditutupi dengan joget-joget.

Apakah Zulhal merupakan pengemar berat aksi gemoy capres pada pemilu lalu yang saat debat suka mengeluarkan jurus dijogetin aja?.

Melihat kabar di media massa maupun media sosial memang kerap membuat otak jadi berjoget. Emosi terasa meledak-ledak karena melihat tingkah yang tolol sekaligus konyol. Tingkah laku yang kerap ditunjukkan oleh mereka yang kadar kesalahannya sungguh sulit untuk dimengerti.

Tiga atau empat milyard jelas angka yang besar. Lagi pula uang itu adalah kumpulan dari uang mereka-mereka yang rasanya tidak berlebih-lebih hidupnya. Uang yang dikumpulkan dengan sangat disiplin menyisihkan dari kekurangan hanya demi bisa pergi ke tanah suci.

Soal uang 3 milyard-an yang dihambur-hambur dengan gampang juga terdengar dalam sidang korupsi dari seorang kepala daerah. Dilihat dari wajahnya sang terdakwa sudah sepuh. Tapi dari fakta sidang ternyata kelakuannya sungguh berdarah muda.

Ada daftar panjang wanita muda dari berbagai latar belakang yang kerap dikiriminya uang. Sebagian uangnya diberikan sesaat setelah bertemu dengannya di hotel. Tentu hakim tak bertanya ngapain aja dalam kamar hotel, itu terlalu kepo.

Namun hakim masih bisa mengulik dengan pertanyaan “Apa hubungan mereka yang diberi atau dikirimi uang dengan terdakwa?”

Dari sekian wanita yang ada dalam daftar dan hadir sebagai saksi, sebagian mengatakan hubungannya sebatas bapak – anak, pemimpin daerah dan warga. Uang yang diberikan merupakan uang bantuan untuk pendidikan.

Hanya kalau dilihat dari jumlahnya nampaknya ada udang di balik uang.

Banyak pemimpin atau kepala daerah yang royal, rajin berbagi uang pada warganya bahkan warga di luar daerahnya yang ditemui dalam perjalanan.

Di Kalimantan Timur ada kepala daerah yang sudah almarhum namun namanya tetap harum. Dia dikenang oleh banyak orang karena ringan tangan dalam memberikan bantuan uang. Orang Samarinda yang bukan warganya banyak juga yang ikut kecipratan uang.

Masalahnya yang dibagi-bagi bukan uangnya sendiri. Dalam kasus Gubernur Maluku Utara, jika tak punya dana atau anggaran pada pos perjalanannya maka sang gubernur akan minta setoran dari para kepala dinasnya.

Dan para kepala dinas yang loyal dan rajin memberi setoran akan diganjar dengan pangkat istimewa.

BACA JUGA : Mercon Banting

Yang suka royal menghambur-hamburkan uang untuk bersenang-senang bukan hanya kepala daerah di tingkat kabupaten, kota atau provinsi. Tak sedikit kepala desa yang tersangkut kasus serupa.

Kalau tidak percaya silahkan buka mesin pencari google dan kemudian ketik keyword “kepala desa pakai dana desa untuk karaoke dan judi online”

Dan segera akan daftar berita yang panjang tentang perilaku kepala desa yang doyan nyawer dan berjoget-joget dengan LC bukan pakai uang sendiri.

Kata orang membaut mie atau kopi tidaklah susah karena sudah ada mie dan kopi instan. Tapi warung tetap saja laku, karena mie atau kopi yang enak adalah buatan orang lain.

Pun demikian dengan uang. Seberapapun jumlahnya sepertinya tak sayang untuk dihamburkan. Karena yang dihambur-hamburkan bukan uangnya sendiri.

Melihat hal ini tentu menjengkelkan. Dan yang lebih membuat jengkel adalah kenyataan bahwa para koruptor atau penghambur dan pencuri uang rakyat itu tak menunjukkan wajah penyesalan. Pun ketika nanti dihukum karena terbukti bersalah, teramat jarang kemudian mereka benar-benar mengakui.

Kalaupun ada wajah sesal dan derita, itu karena harta mereka disita, rekening mereka dibekukan. Disitu mereka kerap kali akan memelas.

Yang kerap berulah bukan hanya sang koruptor. Isteri, anak atau keluarganya sering juga petentang-petenteng karena merasa punya banyak uang.

Anaknya bisa berganti-ganti mobil, memamerkan gaya hidup bak sultan dalam sosial medianya.

Beberapa kejadian korupsi terbongkar karena kelakuan sanak keluarganya. Seperti anak yang memukuli anak lainnya yang kemudian berakhir dengan terbongkarnya korupsi sang bapak.

Tapi tak semua korupsi akan terbongkar dengan cara seperti itu dan mengharapkan ‘karma’ bukanlah jalan untuk memberantas korupsi. Kasus korupsi terbongkar dengan cara demikian hanyalah salah satu dari kebetulan.

Korupsi memang kerap menampilkan perilaku-perilaku di luar nalar. Sebagai orang waras terkadang kita tak mampu memahami. Yang ada dalam diri hanya pertanyaan “Kok bisa ya berlaku seperti itu?”

Sampai-sampai karena kejengkelannya ada yang menyebut koruptor dengan makian isi kebun binatang. Perilaku koruptif dan semua kembangannya dianggap sebagai kelakuan binatang.

Tak perlu sampai menyebut seperti itu. Toh manusia memang bagian dari kerajaan binatang atau kingdom of animalia.

Dan bicara soal kelakuan, perilaku manusia justru lebih rendah dalam binatang secara etik dan moral. Sebab tak ada binatang yang korupsi, menghambur-hambur yang bukan miliknya untuk bersenang-senang.

Hukum alam masih menguasai dunia binatang. Mereka hanya ‘bekerja’ untuk makan, bukan mencari kesenangan dengan uang yang diperoleh entah halal atau haram.

Binatang tidak akan mencuri, mereka hanya mengambil sesuai dengan yang dibutuhkan.

BACA JUGA : Beringin Roboh

Masyarakat Jawa umumnya paham dengan filosofi Moh Limo. Inilah versi 5 jangan yang diajarkan sebagai prinsip kehidupan oleh salah satu anggota terkemuka dari Walisongo yakni Sunan Ampel.

Secara harafiah moh limo berarti tidak mau melakukan lima hal. Kelima hal itu adalah madhat atau mabuk karena menggunakan candu/narkoba. Lalu madon atau main perempuan. Yang dimaksudkan adalah berzina, berselingkuh atau bercumbu bukan dengan pasangannya.

Berikutnya main atau judi, mempertaruhkan uang dalam sebuah permainan. Setelah itu minum atau mengkonsumsi minuman keras, minuman beralkohol yang memabukkan.

Dan terakhir maling atau mencuri, mengambil segala sesuatu yang bukan milik atau haknya.

Ajaran kehidupan yang disampaikan pada sekitar tahun 1440-an ini masih relevan hingga saat ini dan berlaku umum untuk siapa saja, terutama mereka yang berkuasa, atau mereka yang berlebih harta, pangkat, kedudukan dan lainnya.

Yang berlebih memang kerap tergoda untuk melakukan yang lebih-lebih.

Dengan kekuasaannya, kedudukan atau kewenangan seseorang bisa meminta lebih pada bawahan, rekanan dan lainnya. Bahkan karena kuasanya tanpa memintapun para bawahan atau rekanan malah memberi setoran agar kepentingan atau kedudukannya aman.

Karena setoran, gratifikasi, suap dan lainnya uangpun berlebih. Kelebihan yang kemudian sering disawer-sawerkan untuk mencari kesenangan. Yang disaweri umumnya orang yang menghibur atau diharapkan bisa menghibur, mendatangkan kesenangan.

Yang disawer tentu saja senang, berlebih pula uang dan harta lainnya. Dengan kelebihannya dia bisa dugem, mabuk-mabuk dan pulangnya membawa mobil lalu menabrak orang.

Sekali lagi ini bukan karma, karena yang ditabrak dan celaka tidak ada urusannya dengan semua kesenangannya. Dugem, mabuk dan pulang membawa mobil adalah ketololan. Dan ketololan semacam ini lazim dilakukan oleh mereka yang merasa berlebih.

Dengan uang lebih seseorang percaya diri bahwa segala sesuatunya bisa diatur.

Uang memang tidak diimani, tapi paling dipercaya oleh manusia sedunia karena dengan cepat bisa membawa perubahan.

Kita salah kalau mengatakan nasehat akan merubah perilaku seseorang sebab nyatanya yang dengan cepat bisa merubah perilaku orang tanpa nasehat adalah uang.

Kalau punya banyak uang, bairpun nggak bakat menari pasti akan joget-joget.

Sayapun demikian, walau mungkin yang berjoget adalah tangan. Berjoget di layar hp, mencari-cari outfit yang bisa di check out walaupun itu outfit bekas. Atau istilah kerennya secondbrand.

Tapi itu tak melanggar ajaran kehidupan Sunan Ampel, sebab dari moh limo tidak tercantum moh gombal amoh. Atau tidak mau kain {pakaian} bekas.

note : sumber gambar – SINDONEWS