KESAH.IDPendidikan pada dasarnya bertujuan membangun pondasi kemampuan berpikir bagi peserta didiknya. Sayangnya pendidikan di Indonesia mengukur keberhasilan peserta didiknya bukan dalam kemampuan bertanya melainkan menjawab pertanyaan. Akibatnya siswa menjejali memorinya dengan banyak hafalan. Akibatnya menjadi pelajar sungguh merupakan fase atau masa yang berat karena banyak beban karena siswa lebih dilatih menjawab ketimbang belajar mengembangkan kemampuan bertanya atau berpikir kritis.

Cinta tak pernah lekang oleh waktu

Meski banyak air mata yang mengalir

Cinta tak pernah hilang oleh ujung jarum

Meski terasa sakit di hati yang terluka

Cinta tak pernah pudar oleh kesalahan

Meski banyak kecewa yang terluapkan

Cinta tetaplah ada di hati yang terdalam

Meski terkadang terabaikan

Cinta tetaplah terpatri di hati yang tulus

Meski terkadang terlupakan

Cinta tetaplah abadi di hati yang sejati

Meski terkadang terasingkan

Larik puisi cinta ini bukan bikinan saya, bukan juga hasil comotan dari mulut Fajar Sad Boy yang mewekan namun mulutnya kerap melontarkan kalimat bak pujangga.

Deretan kata indah diatas adalah jawaban yang muncul di Chat GPT, sebuah aplikasi yang berbasis pada NLP atau natural language processing sebuah model dalam AI atau arficial intelligence.

GPT, generated pretrained transformer menggunakan model bahasa yang dilengkapi deep learning untuk menghasilkan jawaban atau tulisan yang menyerupai jawaban atau tulisan manusia.

Saat ini Chat GPT menggunakan model GPT 3.5 model yang sama juga digunakan oleh Github Co Pilot, sebuah robot AI yang bisa membantu atau menggantikan seseorang untuk melakukan coding.

Chat GPT dan Github Co Pilot sama-sama dikembangkan oleh OpenAI, sebuah organisasi nirlaba untuk pengembangan kecerdasan buatan yang salah satu pendirinya adalah Elon Musk.

Di webnya, Github Co Pilot disebut sebagai sebuah AI yang menjalankan fungsi untuk menemani programmer. Kepada seorang programmer, Github Co Pilot akan memberikan saran dari semua baris atau bahkan semua fungsi dalam sebuah kodingan langsung di dalam editornya.

Disebut sebagai Co Pilot karena fungsinya membantu, yang menentukan tetap sang programmer atau kita.

Demikian juga dengan Chat GPT yang fungsinya lebih luas karena bisa menjawab pertanyaan apa saja selama yang dibutuhkan ada dalam dataset dan tidak melanggar aturan tertentu, seperti pertanyaan yang mengandung kekerasan, pelecehan dan lain-lain.

Disebut sebagai chat karena modelnya sama ketika kita berkirim pesan dengan menggunakan aplikasi perpesanan. Begitu pesan disampaikan tak lama kemudian akan ada pesan balasan yang berisi jawaban atau respon atas pesan kita.

Cara kerja Chat GPT berbeda dengan mesin pencari Google yang sama-sama memberi jawaban. Hanya saja jawaban Google bersifat tidak langsung karena merujuk pada web atau situs tertentu yang relevan dengan apa yang kita tanyakan.

Google tidak menjawab secara langsung namun mengantar pada lokasi atau sumber dimana apa yang kita tanyakan berada. Kita masih harus memilih-milih atau memilah-milah mana yang paling relevan.

Sedangkan Chat GPT jawabannya langsung, berupa uraian sama persis dengan kita berbalas pesan dengan orang lain. Dan jika jawabannya kurang memuaskan pertanyaan bisa dipertajam ulang atau kita bisa minta jawaban yang lebih sederhana, lebih mudah dimengerti dan lain-lain.

BACA JUGA : Dua Paus 

Bisa jadi karena atmosfir informasi dipenuhi oleh persidangan kasus Ferdy Sambo, pentolan tambang ilegal Ismail Bolong, berita copras-capres dan isu lain termasuk viralitas seorang bocah nangisan karena putus pacarana serta pengakuan dari presiden antik Indonesia yang mengakui punya uang 500 T di bank, saya jadi ketinggalan dengan peluncuran Chat GPT sekitar akhir November lalu.

Saya mulai mendengar versi ujicoba atau penelitiannya bisa diakses gratis ketika sudah ada konten kreator yang mengatakan cerpen karyanya dibuat dengan bantuan Chat GPT.

Selain itu juga mulai ada banyak berita tentang kekhawatiran berbagai pihak terhadap kemampuan Chat GPT yang dianggap bisa menggantikan manusia.

Di Amerika Serikat, pelajar dan mahasiswa menyambut hangat kehadiran Chat GPT, kehadirannya membuat mereka semakin mudah mengerjakan tugas dari guru atau dosen. Apa yang ditanyakan oleh pengajarnya tinggal ditanyakan kepada Chat GPT dan langsung dapat jawaban.

Seorang mahasiswa misalnya bisa membuat esai dengan bantuan Chat GPT.

Untuk mereka yang malas dan kurang pengetahuan apa yang diberikan oleh Chat GPT akan langsung disalin dan diberikan kepada guru atau dosen yang memberi tugas. Chat GPT menggantikan dirinya sebagai pelajar dan mahasiswa.

Jika guru atau dosen tidak seksama membaca tugas yang dikumpulkan oleh peserta didiknya mungkin tidak akan tahu kalau itu adalah jawaban yang diberikan oleh mesin pintar. Tapi jika diperhatikan dengan seksama, jawaban dari Chat GPT tidak pernah menyertakan sumber referensinya. Sehingga untuk membuat tulisan ilmiah atau sains, apa yang diberikan oleh Chat GPT tidak bisa disalin mentah-mentah.

Yang khawatir bukan guru dan yang tertawa bukan hanya murid.

Kaum profesionalpun mulai khawatir terhadap kehadiran Chat GPT yang dianggap bisa mengantikan tugas-tugas mereka. Sebab pada dasarnya Chat GPT bisa menulis berita, bisa membuat script film, bisa membuat shooting list, bisa menulis coding, bisa menjawab pertanyaan pelanggan dan lain-lain.

Harus saya akui ketika mulai mencobanya Chat GPT memang mengagumkan. Laptop dihadapan saya seolah menjadi maha tahu. Sebab Chat GPT bisa memberi jawaban dan mengikuti perintah bukan hanya dalam bahasa Inggris melainkan juga bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah walau masih berantakan.

Jawaban dalam bentuk teks berbahasa Indonesia, struktur dan pilihan katanya relatif tepat serta tidak bias. Lumayan sempurna untuk sebuah mesin. Mesin belajar yang ditanamkan nampaknya membuat Chat GPT berusaha menjawab pertanyaan seakurat mungkin dan memuaskan. Jawaban yang diberikan kerap melebihi ekpetasi.

Sepertinya Chat GPT bisa memprediksi pertanyaan lanjutan, sehingga jawaban terhadap sebuah pertanyaan kerap sudah menyertakan jawaban untuk kemungkinan pertanyaan berikutnya.

Dan Chat GPT mempunyai kemampuan untuk memperbaiki jawaban. Misalnya sebuah jawaban panjang dianggap oleh kita sebagai rumit atau teknis, kita bisa meminta untuk mengulang jawaban atau memberi versi jawaban yang lebih sederhana.

Mesin ini terus berlatih atau lebih tepatnya dilatih dengan teknik pembelajaran yang disebut RLHF atau Reinforcement Learning from Human Feedback. Untuk pemakai disediakan kolom masukan atau feed back. Dan berdasarkan tanggapan yang dikirimkan oleh penggunanya Chat GPT akan menyempurnakan kemampuannya.

BACA JUGA : Obrolan Warung Kopi Tanpa Gangguan Wifi

Teknologi sebagai implementasi dari ilmu pengetahuan selalu bersifat netral. Tujuan utamanya adalah membantu manusia untuk menjalani dan melewati hidup dengan semakin mudah. Namun dampak teknologi selalu bagaikan pedang bermata dua.

Pada satu sisi akan membuat pekerjaan manusia menjadi semakin mudah tapi pada sisi lain bisa merampas atau menggantikan fungsi manusia dalam aktivitas tertentu. Temuan teknologi misalnya bisa menghilangkan lapangan pekerjaan baik di masa sekarang maupun masa depan.

Fakta semacam ini tidak bisa ditolak dan terus berulang semenjak jaman revolusi industri. Temuan mesin cetak yang dikembangkan oleh Johannes Gutenberg misalnya membuat penyalin buku {copier} kehilangan pekerjaan. Namun harga buku kemudian jauh lebih murah, jumlah buku meningkat dengan tajam dan akses masyarakat terhadap buku menjadi lebih luas.

Kejadian terus berlanjut dengan penemuan mesin produksi, mesin otomatis hingga robot. Namun pada umumnya yang digantikan adalah tenaga manusia.

Hingga setelah penemuan komputer yang kemudian berlanjut dengan internet, teknologi memasuki babak baru, yang digantikan bukan hanya tenaga manusia melainkan juga pikiran. Mesin bahkan bisa mengambil keputusan yang jauh lebih cepat dari manusia karena dilengkapi dengan data yang sangat besar.

Memakai prinsip sebagaimana kerja otak manusia, mesin atau perangkat yang disebut dengan kecerdasan buatan kemudian dilengkapi dengan kemampuan belajar. Mesin bisa belajar sendiri dan mengembangkan kecerdasannya sebagaimana seorang pelajar namun tak punya rasa malas, gabut dan tak butuh healing.

Kenyataan seperti ini kerap kali menimbulkan kekhawatiran akan masa depan dimana semua akan diambil alih oleh mesin kecerdasan buatan. Segala sesuatu akan ditanami platform kecerdasan buatan sehingga perusahaan misalnya tak butuh lagi orang untuk menduduki jabatan kehumasan, hubungan dengan pelanggan, keamanan dan lain-lain.

Dalam dunia teknologi dikenal istilah konvergensi, pengabungan antar platform untuk membangun jaringan atau kerjasama diantaranya. Dan kerjasama antara platform akan lebih efektif dan efisien daripada membangun tim work antar bagian dalam sebuah organisasi yang berisi pejabat, staf, pegawai kontrak, konsultan dan lainnya.

Tadi malam saya mengirimkan kepada teman-teman di WAG rekaman video saat saya meminta Chat GPT membuat pengantar skripsi dengan topik dampak penambangan batubara terhadap daerah aliran sungai. Saya meminta Chat GPT membuat pengantar sebanyak 5 paragraf.

Begitu perintah saya kirimkan tak lama kemudian Chat GPT memberi jawaban. Di layar muncul ketikan sebanyak 5 paragraf pengantar yang saya minta.

Teman-teman di WAG memberi tanggapan “Memang mengerikan”.

Yang dituliskan memang benar, susunannya sempurna. Chat GPT menstrukturkan paragraf mulai dari tema, metode, tujuan hingga manfaat dari kajian. Namun jika apa yang dituliskan oleh Chat GPT langsung disalin dan diserahkan kepada dosen pembimbing, pasti akan dikembalikan.

Sekali lagi untuk tulisan ilmiah, Chat GPT punya kelemahan yakni tidak menyertakan sumbernya. Sebab sumber dari Chat GPT adalah informasi yang ada data data set dan algoritmanya.

Sehebat-hebatnya Chat GPT, seperti niat yang disampaikan oleh pengembangnya ditujukan untuk membantu. Pemakainyalah yang tetap punya kendali. Akurasi atau mutu dari jawaban Chat GPT akan sangat tergantung kepada kemampuan pemakainya dalam merumuskan pertanyaan.

Jadi alangkah baiknya jika ingin memakai Chat GPT terutama yang gratisan {freemium} awalilah dengan terlebih dahulu membaca percakapan antara Paulo Freire dan Antonio Faundez yang kemudian dibukukan dengan judul ‘Belajar Bertanya’.

Sebab ukuran dari kecerdasan bukan kemampuan menjawab karena jawaban pada saat ini bisa dicari dimana-mana. Kecerdasan manusia yang sesungguhnya ada pada kemampuan mempertanyakan dan merumuskan pertanyaan yang tepat.

Jadi kembangkanlah kemampuan untuk merumuskan pertanyaan yang cerdas sebab jawaban akan disediakan oleh Chat GPT, Google dan lain-lain.

note : sumber gambar – CNBCINDONESIA.COM