KESAH.ID – Bisnis makan dan minum di tempat menjadi salah satu yang paling terpukul selama pandemi Covid 19. Namun di luar itu dalam situasi normal sekalipun kedai, warung atau restoran merupakan bisnis yang rentan tutup karena perubahan perilaku pasar dan konsumen.

Salah satu sub sektor ekonomi kreatif yang sedang mekar-mekarnya adalah kuliner. Dari 66 juta Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia sepertiganya adalah kuliner. Sayangnya 99,9 persen dari antaranya adalah mikro atau omsetnya dibawah 300 juta selama setahun.

Ada sebuah problem yakni usaha kuliner susah naik kelas.

“Kenapa usaha mikro kuliner susah naik kelas” tanya Indrawan Nugroho pada Rex Marindo dalam podcast The Insider yang diupload di youtube kurang lebih 4 bulan lalu.

Rex Marindo yang kini lebih dikenal sebagai Foodizz atau edukator bisnis kuliner merupakan founder Warunk Upnormal dan Bakso Bujangan. Sebelum mendirikan Warunk Up Normal, Rex membangun brand Nasi Goteng Rempah Mafia. Asal tahu saja mafia adalah keratabasa dari makanan favorit Indonesia.

Secara singkat Rex Marindo mengatakan wirausahawan mikro sulit men-scale up bisnisnya karena kekurangan pengetahuan tentang bagaimana membangun bisnis kuliner.

Rex mencontohkan Nasi Goreng yang persaingan sangat ketat karena di satu ruas jalan saja ada puluhan penjual. Bagaimana bisa menjadi yang paling menonjol, paling dikenal atau paling ramai diperlukan pengetahuan untuk membuat nasi gorengnya istimewa.

Selain itu juga dibutuhkan pengetahuan mengenai marketing, kemampuan menciptakan promo-promo yang unik sehingga menarik perhatian.

Salah satu yang diungkapkan oleh Rex Marindo soal pengetahuan adalah marketing mix atau pendekatan yang disebut 4 P, yakni Produk, Price, Place dan Promotion.

Dengan pendekatan ini, Rex Marindo berhasil membuat Nasi Goreng Rempah Mafia berkembang, disusul oleh Warunk Up Normal dan Bakso Bujangan dibawah payung PT. Citarasaprima Indonesia Berjaya {CRP Group}.

Keberhasilannya membangun brand kuliner mendapat berbagai penghargaan antara lain 25 Top Rising Brand di tahun 2018, Franchise Top Of Mind 2017 dan The Best Coffee Shop in Jakarta 2019.

Menyimak perbincangan antara Rex Marindo yang sebelumnya bergelut di bidang marketing consultant dan Indrawan Nugroho yang dikenal sebagai konsultan inovasi sungguh menarik. Sayangnya ketika saya menyaksikan video podcast mereka di channel Indrawan Nugroho, Warunk Upnormal ke 39 yang terletak di Jalan Juanda, Samarinda telah tutup.

Berdiri sejak tahun 2017, Warunk Upnomal yang letaknya tak jauh dari SPBU Juanda itu selalu ramai, parkirannya yang tak terlalu luas selalu penuh.

Saya tak kenal terlalu dalam karena baru dua kali berkunjung dan tak sempat mencicipi menunya. Saya hanya memesan kopi yang rasanya biasa saja, rasa kebanyakan.

Tapi warung yang menjual mie instan dengan berbagai topping itu terbilang sukses mengundang pengunjung, ruangannya lega, dilengkapi wifi dan game board sehingga pengunjung bisa berlama-lama di dalamnya.

Bayangkan jualan mie instan tapi bisa meledak dimana-mana.

Tentu ini tak lepas dari ilmu dan pengetahuan foundernya. Yang disajikan makanan biasa namun dikomposisi berbeda dalam ruang yang tak seadanya. Melihat tampilannya Warunk Upnormal terkesan bergengsi biar namanya warunk, tidak pakai g melainkan k.

Setting dan desain ruangannya memang ditujukan untuk anak-anak muda yang gemar nongkrong, sambil minum dan nyemil makanan yang tak terlalu berat. Biar betah berlama-lama, Warunk Upnormal selalu dilengkapi dengan wifi yang kencang.

Dengan harga yang ramah kantong anak-anak kos-kosan, namun karena banyak yang nongkrong lama-lama dan kemungkinan pesan berulang, omset dengan sendirinya menjadi besar.

Mungkin itu salah satu rahasia yang membuat Warunk Upnormal menjadi salah satu fenomena gemilang dalam bisnis F &B di Indonesia.

BACA JUGA : Vonis Mati Di Peradilan Abad Ini 

Bersamaan dengan pandemi Covid 19 di Samarinda muncul gelombang bisnis makanan dan minuman. Kawasan Citra Niaga yang sebelumnya dikenal sebagai pusat perdagangan rakyat namun perlahan-lahan citranya memburuk ternyata berhasil dibangkitkan lagi.

Di kawasan itu bermunculan kedai-kedai kopi dan makanan kekinian yang menjadi favorit anak-anak muda. Malam hari Citra Niaga bersinar terang benderang, ramai dengan anak-anak muda untuk nongkrong bersama dengan teman-temannya.

Kedai kopi berhasil merevitalisasi kawasan yang mulai redup, yang berkali-kali dihidupkan oleh pemerintah namun gagal.

Sayang keramaian itu tak bertahan lama. Setelah kurang lebih satu tahunan, satu demi satu kedainya mulai tutup. Nampaknya ada persoalan sewa lapak yang terlalu tinggi. Konon kabarnya naik seribu persen dari angka semula. Membuka kedai kopi di kawasan Citra Niaga menjadi berat secara operasional.

Dari sisi fasilitas, ramainya orang nongkrong lama-lama tidak didukung oleh fasilitas sanitasi yang cukup. Jumlah WC-nya kurang, membuat pengunjung menjadi terasa kurang nyaman.

Bersamaan itu pula tumbuh destinasi baru untuk usaha makanan dan minuman yakni Jalan Siradj Salman. Nilai sewa propertinya memang cukup tinggi, namun fasilitas dan gedungnya lebih baik.

Di awal tahun 2023 kawasan Citra Niaga kembali seperti semula dan hanya menyisakan satu dua kedai kopi baru namun di disisi bagian luarnya.

Bisnis makanan dan minuman sekilas memang mudah namun sebenarnya rentan. Makanan dan minuman mudah ditiru, apa yang digemari oleh pelanggan juga susah ditebak.

Dan karena menjamur, konsumen mempunyai banyak pilihan sehingga cenderung dinamis karena suka mencoba-coba tempat baru sampai menemukan tempat yang cocok.

Salah satu kunci keberhasilan bisnis makanan dan minuman agar tetap bertahan adalah biaya operasional yang tak terlalu besar terutama sewa uang atau gedung.  Berusaha dengan menyewa gedung sering terancam, jika berhasil pemilik cenderung menaikkan sewa atau kemudian tidak menyewakan lagi untuk membuat usaha serupa sendiri.

Kunci lainnya adalah produk, apa yang dijual harus berbeda dengan pedagang lainnya. Berbeda rasanya, berbeda tampilannya, berbeda mutunya dan lain-lain.

Rasa enak, harga tak mencekik dan tempat yang nyaman serta layanan yang ramah akan menjadi nilai lebih, menjadi daya tarik bagi konsumen untuk melakukan kunjungan ulang bahkan menjadi pelanggan.

Dilihat dari pertumbuhanya,  bisnis kuliner di Kota Samarinda mengembirakan hanya saja usaha kuliner yang besar masih dikuasai oleh perusahaan atau brand nasional dan internasional. Geliat dari perusahaan atau brand lokal memang mulai terasa namun masih perlu diuji keberlanjutannya.

Dalam kategori ayam-ayaman, ada ayam Mae, Mimi, Shalby dan lainnya. Untuk perkopian ada Kopi Ria, Kopi Papa Muda dan Klinik Kopi yang sayangnya kedai paling besar serta ramai mesti ditutup karena sengketa tanah.

Ada juga group yang cukup besar bernama Sinergi Receh yang fokus pada makanan, beberapa menu atau warungnya viral karena didukung oleh model pemasaran lewat media sosial. Salah satu kekhasan dari kedai atau warung yang tergabung dalam group ini adalah buka 24 jam.

Dan untuk minuman yang paling populer di Indonesia yakni Es Teh di Samarinda ada Selalu Teh.

BACA JUGA : Childfree Serum Anti Aging Alami

Belakangan seiring dengan menurunnya ancaman pandemi dan mulai dilonggarkannya pembatasan sosial muncul seloroh “dimana ada ruko kosong, disitu Mixue mengintai”.  Ya, Mixue digambarkan sebagai malaikan pencatat ruko kosong.

Waralaba Es Krim siap saji dari China ini begitu agresif melakukan ekpansi, maunya “Satu kecamatan satu gerai Mixue”.

Era minuman kekinian, kopi-kopian dan boba digeser oleh Mixue yang jeli melihat peluang sudah lama tidak ada pemain es krim baru. Sasarannya juga berbeda, bukan remaja pemuda melainkan anak-anak yang kalau sudah suka bakal menggunakan segala upaya untuk meloloskan permintaan pada orang tua.

Bersamaan dengan itu langkah Warunk Up Normal semakin berat. Saat pandemi gerai yang tidak siap dan tidak direncanakan untuk melayani pesan antar ini menjadi sepi karena pemberlakuan larangan berkumpul di tempat umum.

Disaat yang sama muncul banyak saingan yang sejak semula menyadari ekosistem pesan antar, grab to go atau take away.

Ketika pandemi berlalu, geliat ekonomi mulai tumbuh bangkit kembali, Warunk Up Normal tidak bisa dengan cepat melakukan recovery. Sementara kedai sejenis, tempat tongkrongan anak-anak muda lainnya mampu menyesuaikan selera dan kebutuhan terutama soal ruang outdoor.

Tempat nongkrong yang tumbuh belakangan setelah Up Normal selain desainnya cozy juga menyediakan ruang terbuka yang cocok dengan tuntutan protokol kesehatan.

Bisnis dan brand F & B lokal yang tergolong besar ini kemudian mulai surut. Franchisernya mulai kesulitan untuk meraup cuan, baik untuk mengembalikan modal maupun memperoleh keuntungan.

Meski jualannya mie instan, biaya franchise Warunk Up Normal terbilang besar, bisa 3 sampai 5 kali lebih besar dari biaya franchise Mixue.

Dan satu persatu gerai Up Normal pun tutup termasuk yang berada di Jalan Juanda Samarinda. Kedai yang pernah ramai bertahun-tahun sebelum pandemi itu harus mengakhiri layanannya.

Sejarah kembali mencatat tumbangnya franchise F & B lokal yang moncer, berkembang dengan cepat namun tak mampu bangkit kembali ketika melewati masa puncak.

Membuat bisnis makanan dan minuman menjadi besar serta tetap besar memang selalu tak mudah. Walaupun makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok, namun menjaga sebuah produk untuk terus disukai dan ada di hati penikmatnya butuh taktik serta strategi yang terus diperbaharui.

Sekali lengah atau terlena menikmati kejayaan, nama dan keuntungan bisa runtuh, tumbang tanpa pamitan.

Lepas dari mereka menjadi besar, persoalan umum yang dihadapi oleh pengusaha kuliner mikro yakni kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam mengelola bisnis. Hal mana mengakibatkan mereka sulit untuk meningkatkan kualitas produk, mengembangkan pemasaran yang efektif serta memperluas jangkauan bisnis mereka.

Perkembangan teknologi dan digitasi lewat platform dan aplikasi online bisa membantu meningkatkan keahlian dan memperluas jangkauan pasar. Aplikasi yang selama ini banyak membantu pengusaha kuliner mikro untuk tumbuh adalah GoFood, GrabFood, ShopeeFood dan lain-lain.

Namun masih diperlukan peningkatkan kapasitas untuk mereka lewat pelatihan atau seminar tentang manajemen bisnis dan pemasaran agar mereka bisa mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk meningkatkan kualitas produk, mengembangkan pemasaran dan memperluas jangkauan bisnisnya.

Agar pengusaha kuliner mikro bisa berkembang dan sukses dalam mengelola bisnisnya, pemerintah dan lembaga non pemerintah perlu memberikan dukungan lewat program pengembangan usaha untuk mengatasi kendala atau masalah dalam kinerja bisnis mereka.

note : sumber gambar – KOMPASIANA.COM