KESAH.ID – Mencari kekayaan dengan cara gaib dipercaya oleh masyarakat yang lekat dengan tradisi tahayul. Orang-orang ini percaya bahwa di dunia ada mahkluk ‘hidup’ lain yang tak kasat mata yang bisa diajak kerjasama untuk membantu manusia memperoleh sesuatu diluar cara-cara yang mampu dilakukan oleh manusia. Kaya dengan cara gaib itu disebut sebagai pesugihan. Lewat perjanjian tertentu dengan mahkluk tak kasat mata, manusia bisa beroleh kekayaan tanpa harus susah payah bekerja. Mahkluk halus yang bisa membantu manusia kaya raya salah satunya adalah Tuyul.
Kalau tak ada yang bisa disombongkan dari diri kita pada orang lainnya biasanya yang akan jadi bahan untuk menyombongkan diri adalah daerah, agama, suku atau kebudayaan kita.
Saya ingat sebuah cerita tentang dua orang yang saling sombong dengan niat menjatuhkan satu sama lain.
Yang seorang bilang kalau di daerahnya sedang musim durian. Kita tahu buah durian adalah buah yang pantas untuk disombongkan, selain enak juga mahal harganya. Dalam dunia buah, durian bahkan disebut sebagai king of fruit.
Seorang yang lainnya tercenung. Lagi tak ada musim apa-apa di daerahnya. Tempat tinggalnya bukan penghasil komoditas. Tapi dia ingat di tiap pekarangan rumah banyak warganya menanam pisang. Maka dengan cepat dia menjawab “Di kampungku lagi musim pisang,”
Orang lain yang mendengar jawaban itu tentu saja tetawa terpingkal-pingkal. Tak lazim sebutan musim pisang, seperti halnya musim kelapa, musim lombok dan lainnya. Pisang, lombok, kelapa bukan buah musiman.
Tapi tak apalah yang namanya musim memang macam-macam.
Suatu kali di kampung saya juga ada musim pocong. Kata orang-orang pocong sering muncul di beberapa tempat pada malam hari. Karena teror pocong ini wargapun menggiatkan ronda.
Entah siapa yang meniupkan kabar tentang pocong ini. Yang jelas, setiap kali ada kabar teror mahkluk halus itu, banyak warga yang kemalingan. Karena teror pocong yang di rumah ketakutan, sebab bapak-bapaknya pergi ronda. Jadinya rumah malah tidak terjaga.
Ronda malah bikin maling leluasa. Karena peronda berkumpul di pos ronda dan ketika keliling selalu membunyikan kentongan. Maling jadi tahu posisi peronda ada dimana.
Seingat saya selama mengikuti ronda belum pernah kami menangkap maling. Cerita peronda yang paling sering adalah hampir menangkap maling.
Memang sulit memergoki maling. Lebih sulit lagi kalau yang maling duit itu Tuyul.
Sebelum populer di layar televisi lewat sinetron Tuyul dan Mbak Yul, mahkluk halus yang digambarkan berbadan kecil seperti bocah gundul namun berwajah tua sudah lebih dulu terkenal.
Tuyul selalu dituduh jika ada warga yang kehilangan uang tapi tak ada jejak yang ditinggalkan.
Dan disetiap kampung selalu ada rumah yang dicurigai memelihara Tuyul.
Biasanya rumah yang dicurigai adalah rumah gedong yang menandakan si empunya orang berpunya, orangnya kurang gaul, rumahnya sepi dan ada jendela yang tak pernah atau jarang dibuka.
Bisik-bisik tetangga ini memang ampuh. Saya dan teman-teman sebaya lainnya yang masih kanak-kanak jadi tersugesti. Setiap kali melewati rumah yang jadi bahan bisik-bisik itu auranya jadi terasa wingit, angker dan mistik.
Isu tentang Tuyul tak lepas dari pesugihan. Kisah tentang orang-orang yang tak jelas apa pekerjaannya namun dari tampilannya terlihat kaya raya.
Orang seperti ini kemudian dituduh memelihara mahkluk halus untuk mencari kekayaan. Entah itu Tuyul, Babi Ngepet dan jenis pesugihan-pesugihan lainnya.
Dan pesugihan pasti butuh tumbal, perjanjian dengan setan akan menuntut pengorbanan. Bisa anak, istri atau pasangan. Maka orang kaya dan kemudian tak punya anak sering kali jadi sasaran tuduhan menjalani laku pesugihan.
BACA JUGA : Pramono Rano
Menurut sejarahnya kisah tentang Tuyul dan jenis pesugihan-pesugihan lain muncul di masa kolonial.
Pada masa itu ada kesenjangan antara masyarakat petani dan pedagang. Kelompok petani selalu dirugikan karena menanggung beban cukai. Sementara pedagang bisa mengakumulasikan keuntungan. Dan menjadi orang-orang kaya yang kerjanya terlihat tidak seberat kerja para petani.
Ong Hok Nam dalam buku berjudul Dari Soal Priyayi sampai Nyi Blorong {2002} menjelaskan kebatinan masyarakat Jawa agraris yang kerap menganggap mereka yang berkemampuan ekonomi tinggi sebagai tidak njawani.
Jika dihubungkan dengan catatan Peter Carey pada buku Orang Jawa dan Masyarakat China {1986} ada sentiment lain yang membuat orang Jawa kerap menuduh orang kaya dan orang China mencari kekayaan lewat pesugihan.
Saya terlahir di tengah masyarakat yang masih menghidupi apa yang diungkapkan oleh Ong Hok Nam dan Peter Carey. Tanpa membaca kedua buku diatas, saya bisa merasakan hal itu dalam keseharian di masa kecil dulu.
Meski begitu saya tak terlalu percaya-percaya amat pada urusan Tuyul dan aneka jenis pesugihan. Saya menikmati semua cerita-cerita tentang kedua hal itu, tapi sepanjang ingatan saya urusan Tuyul dan hantu-hantuan serta berbagai jenis mahkluk yang berhubungan dengan pesugihan tak benar-benar pernah saya lihat.
Cerita Tuyul seingat saya malah lebih sering untuk olok-olokan. Terlebih jika ada teman yang rambutnya mesti dicukur gundul karena kepalanya korengan. Tuyul malah jadi hiburan seperti ketika dibuat serial berjudul Tuyul dan Mbak Yul.
Namun kemudian saya menemukan fakta lain terkait Tuyul. Kenapa cerita Tuyul berkembang tak lepas dari sebuah mekanisme resolusi konflik dalam masyarakat yang kekeluargaannya masih tinggi.
Di masa itu banyak rumah dihuni oleh keluarga besar. Bukan hanya orang tua dan anak, tetapi juga kerabat-kerabat lainnya. Nah, ciri khas Tuyul tidak pernah mencuri habis uang yang disimpan. Tuyul dipercaya hanya mencomot satu dua lembar dari tumpukan uang.
Ini persis sama dengan penghuni rumah yang suka mengambil uang dari dompet bapak, ibu, Mbah, Pak De, Pak Lik, Bu De, Bu Lik dan lainnya. Niatnya agar tak kentara, yang punya dompet tak sadar kalau uangnya berkurang.
Tapi yang mengambil diam-diam terkadang jadi ketagihan. Mulai dari recehan dan lama-lama kelamaan mulai lembaran. Yang punya dompet atau simpanan uang di lemari pun sadar kalau uangnya sering berkurang.
Mencari siapa yang mencuri bikin suasana rumah jadi tak enak. Jika salah tuduh bisa membuat hubungan kekeluargaan dan persaudaraan tercabik-cabik.
Maka menyimpulkan bahwa uangnya diembat oleh Tuyul menjadi jalan untuk mendeklarasikan bahwa ada yang suka mencuri di dalam rumah. Dan itu sudah cukup untuk memberi peringatan kepada yang suka ngentit uang simpanan.
Nanti kesimpulan bahwa uangnya dicuri oleh Tuyul akan hilang jika ada yang dipergoki mengambil uang. Atau ada hal-hal lain yang bisa menunjukkan bukti yang meyakinkan untuk menuduh salah satu orang di dalam rumah itu sebagai pencuri uang.
BACA JUGA : Bapa Innova
Karena dipercaya begitu lama tidaklah mudah untuk menghilangkan kepercayaan kepada Tuyul sebagai pencuri uang yang tidak kelihatan.
Kepercayaan pada Tuyul dan pesugihan lainnya bahkan terus dipelihara di jaman internet karena kisah atau cerita semacam ini jika dikontenkan akan punya engagement yang gacor.
Di internet berseliweran foto, video atau materi visual lainnya yang dipublikasi untuk dipercaya sebagai Tuyul dan mahkluk sejenisnya.
Materi semacam ini dengan cepat menyebar disertai berbagai komentar dan testimoni yang semakin memperkuat isinya. Yang melihat kemudian tersugesti bahwa itu benar-benar Tuyul.
Di dalam ranah pribadi dan domestik tentu tak masalah mempercayai Tuyul. Namun di ruang publik kepercayaan semacam ini tidak laku. Jika jadi kasir jangan coba-coba melaporkan pada bos kalau selisih uang yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu dicuri Tuyul, pasti bos nggak akan percaya.
Polisi dan KPK juga demikian, tak akan percaya kalau uang yang hilang itu diembat oleh Tuyul.
Jika polisi dan KPK percaya Tuyul niscaya banyak kasus korupsi di negeri kita tak akan terbongkar.
Jadi silahkan percaya setengah mati pada Tuyul tapi jangan jadikan modus untuk menutupi kehilangan atau kerugian jika berhadapan dengan pemeriksa keuangan maupun penegak hukum.
Memakai Tuyul sebagai alasan itu sama artinya kita menjadi orang bahlil, eh… bahlul maksudnya.
note : sumber gambar – NUSANTARAINSIGHT