KESAH.IDSaat mengumumkan para menteri, wakil menteri dan pejabat setingkat menteri ruang untuk mereka seolah sempit, tak cukup untuk berjejer. Ini menandakan jumlah menteri dan wakil menterinya besar. Tak heran jika kemudian muncul julukan kalau Kabinet Merah Putih adalah kabinet gemoy. Jumlah kementerian yang besar akan menjadi tantangan dalam melakukan koordinasi, perencanaan, pengawasan dan pengendalian. Jika tata kelola yang baik gagal ditegakkan, kabinet gemoy akan menjadi kabinet kedodoran yang berantakan.

Saya selalu menyebut XL kalau ada yang bertanya ukuran kaos. Padahal kalau benar-benar diukur mungkin badan saya lebih cocok ke ukuran M fit to L. Tapi saya lebih suka memilih XL yang kebesaran itu karena kebesaran lebih baik daripada kekecilan. Toh dalam dunia gaya berpakaian dikenal istilah oversized alias gombrong.

Jadi memakai baju yang gombrong selain tak menabrak pakem, untuk saya juga penting karena akan menutupi perut yang mulai membuncit makin progresif.

Akhirnya kebanyakan baju atau kaos saya memang kebesaran dan itu bukan sebuah masalah. Yang menjadi masalah untuk saya adalah janji yang kebesaran.

Makanya menjelang pelaksanaan pemilu kepala daerah serentak yang membuat saya tercatat sebagai pemilih untuk pemilukada setingkat Kota dan Provinsi, nafsu saya untuk menjadi pemerhati pemilihan kepala daerah tak ada sama sekali.

Sebab jauh hari sebelum pemilu para calonnya sudah umbar janji.

Dan buat saya janji mereka, para calon itu sudah kelewatan, oversized.

Saya berencana untuk tidak memilih. Atau kalau ada calon yang bakal melawan kotak kosong maka saya akan pilih kotak kosong.

Soal janji, baru-baru ini setelah pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang kemudian bersegera mengumumkan kabinetnya yang diberi nama Kabinet Merah Putih ternyata sudah ada janji yang meleset.

Sewaktu pemilu presiden yang lalu, saya memang terang-terangan tak mendukung pasangan Prabowo Gibran. Terang-terangan karena hampir setiap hari saya ada di Rumah Bersama Ganjar Pranowo.

Walau begitu saya mengingat berkali-kali Prabowo selalu bilang soal membentuk zaken kabinet jika dia terpilih jadi presiden.

Dan ternyata Prabowo menang, menang satu putaran dalam pemilu yang diikuti oleh 3 pasangan calon.

Kemenangan yang sungguh gemilang, walau ada yang mengatakan pemilu 2024 sebagai pemilu paling brutal.

Tapi tak apa karena kemenangannya sudah disahkan dan Prabowo sudah dilantik maka dia adalah presiden saya, tanpa keraguan apapun.

Sebelum pelantikan di berbagai media ramai berita tentang ‘audisi’ calon menteri. Nampaknya lebih rapi dari jaman Jokowi. Di masa Prabowo ini sepertinya yang dipanggil sudah hampir dipastikan jadi.

Jumlah yang dipanggil amat banyak karena bukan hanya calon menteri dan wakil menteri yang dipanggil melainkan juga calon kepala badan, utusan khusus dan staf khusus.

Dari berita ini jelas terlihat kabinet Prabowo akan menjadi kabinet besar.

Besar karena akan ada kementerian baru, yang berasal dari pemecahan kementerian lama atau badan yang kemudian naik kelas jadi kementerian.

Mungkin benar beberapa kementerian memang harus dipecah agar capaian atau kinerjanya menjadi semakin efektif. Seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sebab dalam banyak kasus antara hutan dan lingkungan hidup memang sering berkonflik. Jika dipisahkan konfliknya akan produktif, sebab kalau disatukan yang terjadi justru kongkalikong.

Tapi Kementerian Tenaga Kerja mungkin tak perlu dipisahkan dengan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Atau Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak tak perlu terpisah dengan Kementerian Kependudukan dan Keluarga Berencana.

Nampaknya banyaknya kementerian dan badan baru yang dibentuk oleh Prabowo lebih ditujukan untuk mengakomodasi dukungan politik terhadapnya. Semua diakomodir agar pemerintahan Prabowo stabil.

BACA JUGA : Bangsa Inlander

Zaken kabinet yang didengungkan oleh Prabowo diimplementasi dalam bentuk banyaknya jumlah kementerian. Alibinya bisa jadi membuat sebuah urusan ditangani tersendiri, sehingga tata kelolanya lebih terfokus.

Memang begitu arti dari zaken yang berasal dari bahasa Belanda. Artinya adalah urusan atau masalah.

Maka zaken kabinet adalah jenis kabinet pemerintahan yang anggotanya dipilih berdasarkan keahlian dan kompetensi mereka bukan afiliasi politik. Singkatnya zaken kabinet adalah kabinet ahli atau kabinet profesional.

Melihat sosok-sosok yang diumumkan oleh Prabowo sebagai Menteri, Wakil Menteri, Kepala Badan dan lainnya, Kabinet Merah Putih nampak lebih bercorak Kabinet Koalisi.

Dalam sistem pemerintahan presidensial, praktek penyusunan kabinet di Indonesia justru lebih mirip model pemerintahan parlementer.

Dari 48 menteri yang dilantik, 23 berasal dari partai politik.

Partai Golongan Karya mendapat jatah menteri terbanyak, yakni 8 menteri. Sementara Partai Gerindra mendapat jatah 5 menteri.

Partai Demokrat mendapat jatah 3 menteri, lalu Partai Amanat Nasional mendapat jatah 2 menteri.

Sementara partai pendukung yang tidak lolos ke parlemen juga tetap mendapat jatah menteri, seperti Partai Bulan Bintang yang mendapat jatah satu menteri dan Partai Solidaritas Indonesia yang juga mendapat jatah satu menteri.

Partai yang mendukung Prabowo – Gibran setelah pemilu juga diganjar kursi menteri. Seperti Partai Kebangkitan Bangsa yang mendapat jatah 2 menteri, Partai Keadilan Sejahtera yang mendapat jatah 2 menteri. Hanya Partai Nasional Demokrat yang tak mengambil jatah menteri.

Memang jumlah menteri dari partai tidak melebihi separuh jumlah menteri, namun jika ditelisik lebih dalam kaum profesional yang dipilih juga tak semua lepas dari afiliasi partai. Sebagian kaum profesional juga diusulkan oleh partai. Dan sebagian lainnya bisa jadi ‘titipan’ Joko Widodo. Ada cukup banyak menteri Kabinet Joko Widodo yang kembali menjadi Menteri di Kabinet Merah Putih.

Pada dasarnya kita memang belum bisa menilai apakah Kabinet Merah Putih ini akan efektif atau tidak, sebab mereka belum mulai bekerja. Walau begitu nampaknya persiapan yang lebih bagus telah dilakukan oleh Prabowo.

Sebelum mereka bekerja, Prabowo akan memberi pembekalan untuk semua menterinya di Kawah Candradimuka yang dulu melahirkan Prabowo yakni Akademi Militer Magelang yang berada di Lembah Tidar.

Disana dulu Prabowo digembleng selama 3 tahun sehingga darahnya menjadi merah putih. Dan semoga para menterinya yang akan digembleng selama 3 hari juga tak kurang merah putih darahnya.

BACA JUGA : Prabowo Kiri

Dari permukaan terlihat para pembantu presiden telah dipersiapkan baik-baik lewat berbagai pembekalan sebelum dan sesudah dilantik.

Tapi nasehat dari para tetua jurnalis mengatakan jangan sinis namun skeptis. Artinya kita tak boleh percaya begitu saja sebelum terbukti.

Jadi bolehlah menduga-duga kesulitan apa yang bakal dihadapi oleh para pembantu presiden agar bekerja efektif dan efisien.

Dugaan pertama adalah sebagian menteri tak bisa langsung bekerja karena infrastruktur kementeriannya belum siap. Setelah dilantik ada beberapa menteri yang belum punya kantor. Artinya staf atau pegawai juga belum punya.

Karena jumlah kementeriannya besar, maka koordinasinya harus dibagi. Menteri yang tidak langsung berkoordinasi dengan presiden akan dikoordinasi oleh Menko. Nah ternyata ada Menko yang belum punya kantor dan segala kelengkapannya. Koordinasi belum bisa jalan.

Hal lainnya berkaitan dengan anggaran. Bisa jadi anggaran untuk kementerian-kementerian baru belum ada dalam APBN, sehingga harus diambil dari kementerian induknya. Jumlahnya bisa jadi seadanya.

Persoalan lain yang mungkin muncul dengan banyaknya jumlah menteri dan wakil menteri adalah pengendalian agar mereka tak melakukan kontroversi-kontroversi apapun keperluannya.

Dan ternyata sejak dini kontroversi sudah terjadi. Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihzra Mahendra menyebut tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Yusril menjelaskan alasan-alasannya.

Setelah itu Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto menggunakan surat dengan kop kementerian untuk membuat undangan acara pribadi.

Natalius Pigai, Menteri HAM juga membuat kontroversi dengan meminta anggaran 20 trilyun.

Kontroversi-kontroversi ini menjadi ujian bagi Kabinet Merah Putih yang diupayakan menjadi kabinet terkonsolidasi oleh Presiden Prabowo.

Tapi di hari-hari pertamanya justru mulai kelihatan bibit-bibit tidak bisa dikendalikan. Kabinet ini terancam tidak bisa bekerja secara efektif dan efisien karena akan sering menimbulkan kehebohan-kehebohan akibat manuver-manuver mulut bocor para menterinya.

Yang kebesaran memang sering bikin kedodoran.

note : sumber gambar – LIPUTAN6