KESAH.ID – Di masa injury time, Presiden Joko Wdodo memberikan kejutan berupa hibah ijin tambang untuk ormas keagamaan. Kebijakan menimbulkan pro kontra di kalangan ormas beragama sendiri. Sejauh ini hanya Nahdatul Ulama yang menanggapi dengan antusias. Sementara ormas keagamaan lainnya ada yang tegas menolak dan ada juga yang ragu-ragu untuk bersikap. Ijin usaha pertambangan yang ditawarkan oleh Presiden Joko Widodo adalah batubara. Nampaknya Presiden paham bahwa batu bara adalah singkatan dari Barang Tuhan Bagi Rata.
Sejauh ingatan saya yang pendek, di masa otonomi daerah saat kepala daerah setingkat Bupati dan Walikota punya kewenangan memberi ijin KP atau kuasa pertambangan terjadi obral KP untuk organisasi-organisasi berbasis masyarakat.
Dengan prinsip batubara sebagai Barang Tuhan Bagi Rata, di Kalimantan Timur salah satu organisasi yang menjadi penerima rewards KP adalah Koperasi Veteran dan koperasi-koperasi lainnya.
Selain itu kroni dari penguasa daerah juga mudah memperoleh KP.
Baik kelompok senior citizen yang berjasa bagi nusa bangsa maupun kelompok kroni penguasa, keduanya sama-sama tak punya pengalaman menambang. Baik kemampuan teknis maupun dukungan keuangan untuk mobilisasi logistiknya.
Ijin KP kemudian diedarkan kesana-kemari agar dilirik oleh investor.
Awal tahun 2000-an, hotel-hotel dan restoran besar di Kota Samarinda kerap menjadi tempat pertemuan para broker atau makelar dengan calon investor. Di lobby hotel dan ruang restoran ketap terlihat segerombolan orang membawa map berisi foto copian ijin KP yang telah berulang-ulang digandakan.
Tak sedikit calon investor tertipu bujuk rayu, sudah keluar uang tapi ijinnya ijin bodong. Atau lokasinya belum siap untuk ditambang.
Muncul pula yang disebut KPC, bukan Kaltim Prima Coal tambang yang dapat konsensi besar di Kalimantan Timur lewat skema ijin PKP2B. KPC di Kota Samarinda adalah singkatan dari Karungan Prima Coal. Penambang rakyat yang menambang batubara dengan teknik dan peralatan paling sederhana.
Maraknya usaha tambang memunculkan pula juragan tanah yang beroperasi bak Bank Tanah, membeli tanah-tanah warga di lokasi yang merupakan wilayah konsesi sebuah ijin KP. Karena keterbatasan dana umumnya pemegang KP tidak bisa membeli tanah warga, Mereka akan menawarkan fee atas hasil yang ditambang dari sepetak tanah warga.
Dengan janji tanah yang ditambang akan direhabilitasi, warga umumnya setuju baru setelahnya kecewa karena banyak diantaranya tanahnya menjadi kubangan. Pun batas tanah antar warga yang ditambang kemudian juga berantakan, warga tak tahu dimana petak tanahnya yang dulu.
Dengan alasan dipakai untuk berkebun, menjadi tanah pertanian kemudian muncul pembeli tanah. Pembeli yang menyembunyikan hubungan dengan tambang. Tanah yang dibeli tetap bisa dipakai atau diolah oleh warga untuk bertani.
Seingat saya di salah satu kelurahan yang berada di daerah Samarinda Utara, salah satu pembeli tanah yang aktif adalah kepala dinas pertambangan.
BACA JUGA : Bintang Terang
Wewenang kepala daerah untuk menerbitkan ijin usaha tambang yang kemudian bernama IUP dicabut. Yang berurusan dengan pertambangan kini menjadi wilayah kekuasaan pemerintah nasional.
Pencabutan wewenang ini dikarenakan dalam prakteknya pemberian ijin untuk pertambangan di tingkat daerah sungguh ugal-ugalan. Hingga kemudian banyak kepala daerah tersangkut kasus korupsi dan gratifikasi terkait perijinan.
Presiden Joko Widodo yang merupakan satu-satunya presiden Indonesia dengan latar belakang kepala daerah menjelang akhir periode pemerintahan yang kedua kemudian mengambil kebijakan yang sama dengan pemerintah daerah di masa otonomi daerah dulu.
DNA kepemimpinannya yang tak lepas dari kepala daerah kemudian membawa watak kepala daerah ke tingkat nasional. Salah satu yang menonjol adalah politik dinasti. Presiden Joko Widodo mempraktekkan yang lazim dilakukan oleh kepala daerah meneruskan kekuasaan dengan menyebar anak, istri dan sanak famili pada kedudukan di pemerintahan daerah di level nasional.
Anak dan menantu, ipar dan lainnya disebar oleh Jokowi untuk menduduki kursi strategis dalam pemerintahan Republik Indonesia.
Dan soal tambang, diakhir pemerintahan Jokowi memberikan rewards yang mengejutkan. Membagi ijin usaha pertambangan untuk ormas keagamaan.
Ijin ini adalah hadiah karena tak perlu lelang melainkan tunjuk langsung.
Konsesi yang diberikan adalah wilayah pertambangan PKB2B yang maha luas. Mungkin ada yang bilang itu sebagai wilayah bekas tambang dari perusahaan besar tertentu.
Iya, memang bekas konsesi tapi lahannya belum ditambang mengingat perusahaan yang mendapat konsesi terdahulu wilayah tambang yang diberikan terlalu luas, bisa puluhan atau bahkan ratusan ribu hektar.
Tentu saja ada yang menyambut dengan tepuk tangan meriah inisiatif Presiden Joko Widodo ini. Harapannya jika tambang diserahkan kepada ormas keagamaan maka pertambangannya akan lebih bertanggungjawab. Sebab agama dituntut bukan hanya untuk bertanggungjawab pada manusia dan alam melainkan juga Tuhan Sang Pencipta.
BACA JUGA : Singa Merah
Dari antara ormas keagamaan yang kemudian menyambut dengan tangan terbuka adalah Nahdatul Ulama. NU menjadi yang paling semangat dan getol bisa jadi karena tambang memang sejak semula merupakan unsur utama dalam logonya.
Jadi mengelola tambang mungkin merupakan takdir NU yang tertunda.
Dan Presiden Jokowi kemudian mewujudkan takdir yang tertunda itu, seperti halnya takdir untuk memindahkan Ibu Kota Negara yang kemudian diwujudkan juga oleh Joko Widodo.
Namun langkah Presiden Jokowi di masa injury time ini tidak seluruhnya diamini bahkan oleh para jamaah NU sendiri. Ada pandangan di kalangan NU bahwa tambang adalah sumber uang haram, haram karena tambang adalah sumber kerusakan dari alam ciptaan Tuhan.
Keberatan lainnya adalah soal kapasitas atau kompetensi. Ormas keagamaan dipandang tidak punya kapasitas dan kompetensi mengelola tambang.
Tapi apapun keberatan itu baik dari kalangan dalam maupun luar dengan mudah bisa ditepis. Kita semua tahu, salah satu kompetensi utama dari ormas adalah silat lidah. Ormas selalu punya argumen yang ndakik-ndakik untuk membernarkan perilakunya sendiri. Bisa jadi menerima hadiah konsesi tambang adalah langkah mulia, karena ormas keagamaan akan menambang lahan dengan sopan santun lebih tinggi, rasa cinta pada alam yang lebih besar.
Selain tambang, unsur utama dalam logo NU adalah bumi. Jadi bisa dipastikan lewat logonya NU pasti peduli pada bumi sekalipun akan menggali bumi untuk mengambil kandungan batubaranya.
Maka tak perlu khawatir sebab jika NU kemudian serampangan dalam menggali bumi niscaya apa yang dilakukannya akan terang benderang karena bakal diterangi oleh Sembilan Bintang.
Dengan terang Sembilan Bintang niscaya apa yang terjadi bakal tak bisa disembunyikan.