KESAH.ID – Bukan sebagai negara penghasil kopi, Amerika Serikat berhasil menjadi penguasa kopi dunia lewat Starbucks. Namun negeri adidaya itu tak kuasa menahan gempuran bubuk efouria yang dipasok oleh kartel narkoba dari Kolombia dan Mexico. Negeri itu diinvasi dan jadi pasar utama gerai Narkobucks.
Meski tak ada bukti yang meyakinkan sejak kapan opium dikenal di tanah Jawa, namun Henri Louis Charles Te Mechelen pada tahun 1882 mengatakan bahwa 1 dari 20 orang Jawa menghisap candu. Pernyataan pakar candu itu termuat dalam buku Opium to Java yang ditulis oleh James R. Rush.
Sebagai Kepala Regi Opium dan Asisten Residen Yuwana, Charles Te Mechelen mengatakan kebiasaan mengkonsumsi candu atau madat tidak hanya terjadi di Jawa melainkan juga di koloni Eropa lainnya di Asia.
Opium atau bunga poppy {papaper somniferum} tidak tumbuh di Jawa melainkan didatangkan dari negeri lain, daerah subtropis. Kemungkinan dari tanah Persia dan Turki.
Konon candu pertama didatangkan oleh orang-orang Portugis namun kemudian diambil alih oleh pedagang Belanda yang berebut memonopoli dengan Inggris.
VOC atau maskapai perdagangan Belanda pada tahun 1677 mengadakan perjanjian dengan Raja Jawa saat itu yakni Amangkurat II untuk memasok candu ke Mataram dan memonopoli perdagangannya di seluruh negeri.
Semenjak saat itu VOC memasukkan opium mentah dan pada tahun 1820 tercatat ada 372 pemegang lisensi untuk penjualan opium.
Pemakaian opium menjadi biasa di wilayah yang sekarang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur sedangkan di Banten dan Tanah Pasundan tidak besar.
Pada masa itu opium juga dikenal sebagai obat. Thomas Syndenham, seorang dokter dari Inggris pada tahun 1680 menuliskan diantara semua obat-obatan tidak ada yang semanjur dan seuniversal opium untuk meringankan penderitaan.
Sampai saat ini secara klinis, morfin yang diolah dari getah biji opium sampai sekarang dikenal sebagai zat paling ampuh untuk meghilangkan rasa sakit. Morfin diijinkan pemakaiannya untuk pengobatan, namun penyalahgunaannya diluar kepentingan klinis juga meluas di seluruh dunia.
Di jaman pendudukan VOC dulu fasilitas kesehatan memang belum memadai. Kemungkinan opium menjadi terkenal atau meluas pemakaiannya karena efektif untuk meringankan penderitaan ketika warga mengidap demam, malaria, asma, TBC, sakit kepala dan lain-lain. Opium juga dianggap efektif untuk menghilangkan pegal-pegal atau letih lesu.
Namun pada umumnya pemakaian opium ditujukan untuk keperluan bersenang-senang dan juga mood booster, sehingga pemakaian di kalangan seniman juga tinggi.
Mitos atau anggapan yang salah terhadap opium juga berkembang. Banyak yang mengira opium akan meningkatkan vitalitas atau gairah seksual. Anggapan ini bahkan tertulis dari syair Jawa Serat Gatoloco.
Pemakaian candu, kebiasaan madat yang meluas oleh sebagaian masyarakat lain dianggap sebagai masalah. Muncul kelompok anti candu yang kemudian berjuang untuk meniadakannya. Dalam ajaran Jawa untuk kaum laki-laki kemudian dikenal istilah ‘Molimo’ .
Ajaran moral ini melarang kaum laki-laki Jawa untuk melakukan lima kegiatan yang diawali dengan huruf M yakni Maling {mencuri}, Madon {main wanita}, Minum {mabuk alkohol}, Main {berjudi} dan Madat {menghisap candu}.
Kelak penguasa Surakarta, Raja Pakubuwono IV menuliskan ajaran moral yang benar dalam syair panjang Wulang Reh. Sang Raja mengambarkan para pecandu sebagai orang pemalas dan bersikap masa bodoh karena hanya suka berbaring di bale-bale sambil menghisap candu.
Perlawanan moral dan munculnya larangan bagi keluarga kerajaan untuk menggunakan candu kemudian mendorong Belanda memperbaiki tata niaga candu di negeri jajahannya. Belanda kemudian membuat badan khusus untuk mengurusi candu dan memusatkan urusan candu serta produksinya di Ibukota Batavia.
BACA JUGA : Era Matinya Kecerdasan Bawaan
Lebih dari 3 abad lalu bumi nusantara yang kini menjadi Indonesia telah mengalami masa kelam karena narkoba. Maskapai dagang dan pemerintah kolonial menggunakan narkoba sebagai komoditas untuk mengeruk keuntungan dan membiayai peperangan.
Selain itu narkoba yang dipasok dan perdagangannya dikendali oleh kaum kolonial juga melemahkan warga jajahannya. Masyarakat yang terjajah, diekploitasi dan diperbudak kemudian dilemahkan juga dengan euforia palsu lewat candu.
Meski begitu jejak narkoba terus bertahan, bahkan negeri Nusantara ternyata juga menjadi tempat yang subur untuk menanam Ganja {cannabis sativa}. Ganja dulu diperkenalkan oleh pedagang dari Gujarat sebagai alat transaksi tradisional. Ganja dibarter dengan cengkeh, kopi, lada, vanilli dan rempah-rampah lainnya.
Ganjapun kemudian menjadi bagian dari hidup sehari-hari, digunakan untuk kepentingan ritual, pengobatan, pertanian dan makanan. Jejak Ganja yang paling dekat dengan kehidupan masyarakat bisa ditemukan di Aceh. Untuk waktu yang lama masyarakat Aceh terbiasa memanfaatkan ganja dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat Aceh mengenal Ganja sebagai bumbu penyedap rasa, selain enak makanan yang dibumbui Ganja akan meningkatkan nafsu makan. Selain sebagai penyedap rasa masakan, Ganja juga kerap dicampur ke dalam kopi. Tanaman Ganja juga dipercaya bisa mengusir hama tanaman pertanian lainnya.
Dibadingkan dengan opium, candu atau madat, Ganja nampaknya tidak menjadi persoalan hingga awal abad ke 20.
Ganja mulai menjadi persoalan karena politik rasial dan ekonomi di Amerika Serikat.
Kampenye anti ganja dimulai di Amerika Serikat oleh Harry J Anslinger pada tahun 1930-an. Bukan karena bahayanya melainkan karena kecemburuan pada para pekerja migran asal Mexico yang lebih rajin akibat sering mengkonsumsi Ganja.
Ketidaksenangan pada pekerja Mexico kemudian menjadi bahan kampanye hitam atas Ganja. Kampanye itu mengambarkan pekerja dari Mexico tiap sore mabuk-mabukkan karena mengkonsumsi ganja, membuat keonaran dan kemudian sering memperkosa perempuan Amerika Serikat.
Serat Ganja waktu itu juga merupakan bahan baku serat pakaian. Namun di Amerika Serikat mulai muncul serat sintentis. Para industriawanpun ikut menggosok politisi agar melarang Ganja, sekali lagi bukan karena efek pemakaiannya melainkan karena persaingan industri agar serat sintetis menjadi pemenang.
Dan akhirnya Ganja menyusul Opium serta Kokain, ditetapkan sebagai narkoba. Penggunaannya dilarang secara internasional pada tahun 1961.
Gerakan anti narkoba internasional bisa jadi dipicu oleh Amerika Serikat, meski begitu pasar terbesar narkoba di dunia ada di Amerika Serikat hingga saat ini.
Paska perang dunia ke II, Amerika Serikat kemudian berperang dengan narkoba.
Narkoba yang dimasa kolonial menjadi komoditas dagang legal dibawah kendali kaum penjajah kemudian dimusuhi oleh negara dan pemerintahan.
Pada masa modern, narkoba kemudian dikuasai oleh organisasi kejahatan yang kekuatannya di beberapa negara bisa setara atau bahkan lebih dari negara dan pemerintahannya.
Benua Amerika menjadi tempat lahirnya para Ratu dan Raja Narkoba dunia. Mereka menjadi besar karena menjadikan Amerika Serikat sebagai pasar utama dan medan perang narkoba. Merekapun menjadi musuh dan buruan utama pemerintah Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika Serikat membentuk badan khusus anti narkoba, Drug Enforcement Administration atau DEA. Agensi ini didirikan sejak masa pemerintahan Presiden Richard Nixon. Setelah kemenangannya dalam pemilihan umum, Nixon mengatakan narkoba adalah “musuh publik nomor satu.”
Badan ini didirikan untuk mencegah penyelundupan narkoba ke Amerika Serikat sampai ke negeri asalnya, terutama Kolombia dan Mexico.
BACA JUGA : Angin Musim Dingin Demografis
Bukan negara penghasil kopi namun Amerika Serikat berhasil menjadi penguasa kopi dunia lewat Starbucks. Hampir tak satupun kota di dunia yang tidak mempunyai gerai kopi Starbucks.
Starbucks boleh berjaya dimana-mana, namun Amerika Serikat menderita karena Narkobucks. Salah satu pemain kunci yang mengibatkan bendera Narkobucks lewat transaksi kokain di Amerika Serikat di akhir tahun 70-an adalah Griselda Blanco. Perempuan kelahiran Kolombia ini dijuluki sebagai La Madrina atau Godmother of Cocaine.
Griselda menyelundupkan kokain dari Kolombia ke Miami dengan merancang celana dalam khusus. Dekat dengan dunia kriminal sejak kecil, Griselda dikenal licik dan kreatif dalam melakukan kejahatan.
Kerajaan narkobanya dibangun dengan kekejaman dan kesukaannya membunuh. Pembunuh bersenjata dengan mengendarai kendaraan bermotor roda dua adalah kreatifitasnya. Kekejamannya dalam menghabisi nyawa orang lain membuat Griselda mendapat julukan Black Widow atau Si Janda Hitam. Siapapun yang dianggap bersalah olehnya akan dibunuh, termasuk suami dan anaknya.
Menguasai beberapa kota besar di Amerika Serikat secara tidak langsung Griselda turut membesarkan kartel narkoba di Kolombia. Dipimpin oleh Pablo Escobar, kartel Medellin kemudian menjadi pemasok utama kokain ke Amerika Serikat.
Escobar selain kejam juga piawai menggunakan uangnya untuk menyuap pejabat dan penegak hukum di Kolombia. Dia juga dikenal dermawan oleh masyarakat hingga kemudian bisa menduduki jabatan politik resmi dalam pemerintahan. Pengaruh politik Escobar di Kolombia sangat kuat. Kartel Medellin seperti negara dalam negara.
Karena kekuatan politiknya, Pemerintah Amerika Serikat selalu gagal melakukan ektradisi pada Pablo Escobar. Menguasai perdagangan kokain internasional, Pablo Escobar pernah menjadi orang paling sedunia.
Namun kekejaman Pablo Escobar kemudian memunculkan musuh diluar pemerintah dan penegak hukum. Keluarga korban kekejamannya kemudian membentuk pasukan untuk melakukan balas dendam.
Melarikan dari penjara yang dibuatnya sendiri, Pablo Escobar terus menebar teror namun panggilan telepon pada keluarganya membuat keberadaannya diketahui hingga kemudian Escobar tewas dalam tembak menembak dengan satuan tugas khusus polisi Kolombia.
Namun kematian Escobar tidak membuat aliran narkoba ke Amerika Serikat berhenti. Setelah kartel Medellin redup kemudian muncul kartel Cali. Berbeda dengan kartel Medellin, kartel Cali bertindak seperti pebisnis biasa, tidak mengandalkan kekerasan untuk menjalankan bisnisnya. Bisnis kotornya dijalankan dengan kedok bisnis bersih, usaha biasa dalam bidang kesehatan dan lain-lain.
Namun akhirnya kartel Cali berhasil digulung juga lalu muncul kartel-kartel lainnya meski tak pernah sebesar kartel Medellin dan Cali.
Kartel tidak hanya tumbuh di Kolombia melainkan juga Mexico. Berbatasan langsung dengan Amerika Serikat pintu masuk untuk menyelundupkan narkoba lebih terbuka lebar. Munculnya kartel narkoba di Mexico tak lepas dari operasi DEA di Kolombia.
Kartel di Kolombia mengalihkan distribusinya melalui Mexico yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pemasok ganja atau marijuana.
Kartel Tijuana yang didirikan oleh dua bersaudara keluarga Arellano Felix menjadi salah satu yang paling kuar di Mexico, bersaing dengan kartel Juarez, Teluk dan Sinaloa.
Memasuki abad 21, dibawah kepemimpinan Joaquin Guzman Loera atau biasa dipanggil El Chapo, kartel Sinaloa menjadi yang terkuat di dunia. Selain pembunuhan dan suap, El Chapo berhasil memasok narkoba dalam jumlah besar ke Amerika Serikat dengan membangun terowongan untuk menembus perbatasan.
Baik di Kolombia maupun Mexico upaya pemerintah dan penegak hukumnya untuk memberantas kartel narkoba yang dibantu oleh Amerika Serikat telah memicu berbagai kekerasan di tingkat akar rumput. Teror dan perang di dalam negeri sendiri membuat negeri penghasil zat gembira itu menuai penderitaan untuk rakyatnya.
Untuk para pemakainya, narkoba mungkin menyenangkan karena menghasilkan euforia. Sedangkan untuk penjualnya menyenangkan karena menghasilkan banyak uang. Namun dibalik itu ada banyak rangkaian kejahatan, mulai dari kekerasan, pembunuhan, penyuapan, korupsi dan persekongkolan jahat lainnya.
Setiap orang mempunyai hak untuk merasa senang dan gembira. Namun jangan sampai hanya merasa senang atau gembira jika hanya memakai narkoba.
note : sumber gambar – RUMAHCEMARA.OR.ID