KESAH.IDDunia sudah bersepakat untuk melakukan transisi energi dengan produksi dan konsumsi energi bersih, energi baru dan terbarukan. China tercatat menjadi yang paling getol mengembangkan kendaraan listrik. Mobil atau kendaraan listrik dari sana mulai mampu bersaing dengan Tesla buatan Amerika. Di Indonesia, kisah pengembangan mobil listrik terkubur oleh semangat menambang batubara rame-rame.

Mobil apa yang paling beberapa tahun terakhir ini?. Mobil Esemka.

Ups, bukan.

Mobil yang paling terkenal dan diinginkan banyak orang adalah Tesla. Mobil listrik yang dihasilkan oleh perusahaan milik Elon Musk.

Mobil ini terkenal karena cerdas dan harganya mahal. Yang pingin belipun harus antri, bukan hanya satu dua bulan melainkan hingga sampai tahunan. Beli Tesla kebanyakan mesti melalui pre order.

Tesla terkenal karena menjadi salah satu first mover dari moda kendaraan yang selama ini dianggap sebagai salah satu perusak iklim yakni mobil berbahan bakar fosil.

Dianggap sebagai pioner karena perusahaan atau produsen mobil mainstreams masih enggan melakukan percepatan perubahan teknologi dari mesin berpenggerak bensin ke listrik. Perusahaan mobil utama masih berkutat untuk menghasilkan mesin yang lebih rendah emisinya.

Atau lebih memilih untuk mengembangkan kendaraan dengan mesin hybrid, memadukan antara mesin dengan bahan bakar dan listrik. Pabrikan Jepang yang belum begitu yakin pada mobil listrik lebih memilih mengembangkan mobil hybrid sebagai kendaraan antara sebelum benar-benar meninggalkan mobil berbahan bakar minyak.

Wajar jika kemudian produsen mobil dari China yang kemudian menjadi saingan dari Tesla karena selama ini China kurang berhasil mengembangkan mobil dengan mesin combustion. Kualitas mobil dengan mesin pembakaran dari China diragukan oleh konsumennya.

Karenanya produsen mobil dari China kemudian memfokuskan pengembangan pada mobil berpenggerak listrik. Dan yang kemudian tergerak untuk mengembangkan mobil listrik di sana bukan hanya produsen otomotif, melainkan perusahaan teknologi semacam Huawei, Xiomi dan lain-lain.

Konon kabarnya mobil listrik memang mirip notebook atau smartphone yang diberi roda.

Sebenarnya kisah mobil listrik bukan hanya kisah mobil Tesla yang kemudian disusul oleh mobil-mobil China seperti BYD, Wuling, Chery, GMW, MG, Neta dan lain-lain.

Dalam skala kecil mobil listrik sudah dikenal sejak abad ke 18. Pada tahun 1832, Robert Aderson dari Inggris telah mengembangkan mobil roda tiga dengan penggerak baterai.

Pada tahun 1890, William Morrison yang merupakan ahli kimia Amerika Serikat berhasil menciptakan mobil listrik yang mampu mengangkut enam penampung dan melaju dengan kecepatan 22 km per jam.

Tak lama kemudian Ferdinand Porche juga berhasil membuat mobil listrik yang dinamai P1, bersamaan dengan itu dia juga membuat mobil hybrid pertama di dunia yang digerakkan oleh mesin bensin dan listrik.

Kemunculan mobil Ford seri T menjadi awal keredupan pengembangan mobil listrik. Dengan harga yang lebih murah dan daya jelajah yang lebih jauh, mobil dengan mesin pembakaran kemudian lebih populer. Mobil listrik memerlukan waktu pengisian energi penggerak yang lama, jarak tempuhnya pendek dan kecepatannya jauh tertinggal mobil bensin.

Setelah absen hampir setengah abad, mobil listrik bangkit kembali karena isu lingkungan hidup. General Motor dalam proyek pengembangan mobil listrik yang dipimpin oleh Roger Smith berhasil menunjukkan mobil listrik EV1 dalam sebuah simposium lingkungan hidup.

Toyota juga tertantang lalu memperkenalkan Toyota Prius, mobil hybrid pertamanya yang hingga sekarang masih diproduksi.

Tahun 2009, Departemen Energi Amerika Serikat memberi pinjaman jutaan dolar kepada Ford, Nissan dan Tesla untuk mengembangkan kendaraan yang ramah lingkungan. Nissan kemudian berhasil membuat mobil listrik yang dinamai LEAF. Mobil listrik yang mampu bergerak dengan kecepatan 114 km per jam.

BACA JUGA : Gimik IKN

Tentang mobil listrik, Indonesia di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono punya catatan sejarah tersendiri. Dipimpin oleh Menteri BUMN waktu itu yakni Dahlan Iskan, proyek ini memanggil seorang anak muda yang berkarya di Jepang untuk pulang.

Ricky Elson ahli pengerak motor listrik kemudian berhasil membuat mobil listrik yang dinamai Selo dan Tucuxi yang dipamerkan dalam KTT APEC di Bali tahun 2013.

Hanya saja pengembangan mobil listrik ini kemudian ditimpa masalah. Kecelakaan mobil yang dialami sendiri oleh Dahlan Iskan saat menguji Tucuxi dari Solo ke Surabaya karena masalah sistem pengereman membuat proyek ini diserang banyak pihak.

Mobil yang sedang dalam pengembangan ini dinilai secara tidak seimbang. Dan dukungan politik yang mulai melemah karena masa jabatan Presiden yang hampir habis membuat Ricky Elson banting setir. Kini Ricky lebih mendalami pengembangan energi bersih dengan tenaga angin di Universitas Ciheras. Sebuah komunitas pembelajaran yang dikembangkan secara mandiri olehnya.

Lama menghilang, mobil listrik kembali menjadi perbincangan karena sering dipamer-pamerkan. Tesla, mobil listrik buatan Elon Musk yang mahal itu berseliweran di konten para sultan bersamaan dengan pandemi Covid 19.

Mobil yang mesti dibeli dengan sistem inden itu memang menarik perhatian. Yang mengendarai atau memilikinya pasti jadi pusat perhatian.

Tapi semakin lama di jalanan yang kelihatan adalah mobil listrik dari China, sesekali ada juga buatan Korea. Sedangkan mobil Jepang umumnya masih mempunyai mesin penggerak campuran atau hybrid.

Berusaha menjadi produsen, kita kemudian kembali terjerumus sebagai konsumen.

Tapi tetap saja perkembangan mobil listrik mesti didukung karena emisi yang dihasilkannya olehnya sangat rendah dibanding dengan mobil bermesin yang boros energi fosil.

Masalahnya walau mobil listrik rendah emisi tapi listrik untuk memasok energinya masih berasal dari bahan bakar fosil baik fosil cair maupun padat.

Transisi energi terutama listrik dari fosil ke energi baru atau terbarukan memang berjalan lambat. Selain itu tantangan untuk penyimpanan energi juga masih besar. Listrik yang disimpan dalam baterei membutuhkan biaya dan investasi yang sangat mahal.

Sayangnya, lagi-lagi kita selalu bersandar pada investor. Salah satu yang dirayu mati-matian adalah Elon Musk. Tapi yang terjadi Elon justru datang membawa Starlink, jaringan internet yang berbasis satelit.

BACA JUGA : Marc Ducati

Menjelang periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang konon memperoleh pujian dari berbagai arah karena keberhasilan program mitigasi iklim, ada kebijakan yang kontraproduktif terhadap aneka pujian itu.

Entah apa yang mendasarinya, Joko Widodo justru mengeluarkan peraturan presiden yang memberi peluang atau hadiah kepada ormas keagamaan untuk ikut menambang. Utamanya tambang batubara.

Joko Widodo dalam dua masa kepresidenannya berhasil ‘menahklukkan’ partai-partai. Mungkin sebelum lengser ingin juga menahklukkan ormas.

Kalau partai diberi kue politik, maka ormas diberi kue sumber daya alam.

Tidak semua ormas keagamaan ingin memanfaatkan kesempatan itu. Ada yang tegas menolak namun ada pula yang ragu dan sungkan untuk menerima.

Selain itu ada juga yang tak malu-malu untuk meminta atau mengajukan diri karena tak ditawari.

Pertambangan batubara selama ini memang menghasilkan mega cuan. Seorang petambang yang tak terkenal sekalipun, yang rumahnya berada dalam gang ternyata bisa punya mobil 11 biji. Mobil-mobil merek terkenal dan baru.

Belum lagi mereka yang terkenal yang rumahnya bak Wonderland atau Disneyland. Mobilnya terparkir hingga jalanan di sekitar rumahnya. Berderet seperti sedang ada keramaian.

Bisa jadi kesejahteraan ini yang akan ditularkan ke ormas agama. Agar ormas agama tidak terkesan miskin dan hanya suka meminta sumbangan atau menyebar proposal.

Dengan cuan besar ormas agama akan mampu mensejahterakan umat atau jemaahnya. Agama bukan hanya jalan untuk mempersiapkan surga atau akhirat tapi juga mendatangkan kebahagiaan di muka bumi.

Tapi tambang selalu mendatangkan persoalan, walau dikelola sebaik mungkin. Ada saja masyarakat yang akan jadi korban, langsung atau tidak langsung.

Makanya lahirlah sebuah kelompok yang disebut Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam. Walau tak bisa menghapus tambang dari muka bumi, tapi Jatam pasti ingin ijin tambang harus dikeluarkan dengan bijaksana. Berdasar kebutuhan energi kita bukan untuk dijual mememenuhi kebutuhan luar negeri.

Ada baiknya ormas keagamaan yang nanti memiliki ijin dan wilayah tambang untuk membentuk paguyuban tambang. Usaha dan aktivitas tambang yang membuat guyub serta rukun karena baik buruknya ditanggung bersama.

Dan akan lebih baik lagi jika paguyuban tambang ini memberi contoh, bahwa tambang hanya menjadi tujuan antara. Pendapatan dari tambang yang besar tidak dipakai untuk hura-hura melainkan diinvestasikan kembali untuk mewujudkan energi bersih.

Sehingga kelak mobil listrik yang wira-wiri di jalanan tidak lagi memakan listrik yang berasal dari PLTU atau PLTD tapi dari PLTS , PLTA atau PLTB {Pembangkit Listrik Tenaga Biodiesel}.

Semoga demikian, walau kecil kemungkinan.

note : sumber gambar – DETIK