KESAH.ID – Bermula dari kesukaan untuk mengotak-atik perangkat listrik dan mesin, sudah dua tahun terakhir ini, Akbar pemilik Oven Gas Merdeka Samarinda memenuhi kebutuhan listik untuk bengkel dan rumahnya dari panel surya. Perangkat pembangkit listrik mandiri ini dibuat dari panel surya dan perangkat bekas lainnya yang diperoleh dari rekannya di media sosial. Tak banyak yang menyadarinya, walau tetangga sendiri karena tampilan pembangkit listrik tenaga suryanya tak terpasang secara mencolok.Di google maps tertulis Oven Gas Merdeka Samarinda, dengan alamat di Jalan Merdeka 3, RT 93 No 138 Sungai Pinang Dalam. Workshop yang berada di seberang Pekuburan China ini terbilang sederhana, bertempat di teras dan halaman depan rumah kediaman. Tak mencolok dan menarik perhatian orang yang lalu lalang di jalan, yang berupa gang penghubung itu.
Workshop atau bengkel yang dipunyai oleh Akbar, utamanya menghasilkan perkakas untuk melayani UMKM atau usaha rumahan. Seperti namanya, produk utamanya adalah oven gas, dengan berbagai ukuran atau custom.
Selain oven, Akbar juga melayani pembuatan perkakas lainnya seperti papan bakaran, loyang, rak loyang, meja stainless stell, hingga jemuran baju berbahan logam.
Dengan bekal pengetahuan teknik dan kelistrikan, Akbar juga melayani pembuatan, modifikasi, perawatan dan perbaikan alat pembuat kue seperti mixer.
Selain dikenal oleh pengusaha UMKM, Akbar juga dekat dengan petani karena dia juga bisa mengembangkan dan membuat alat-alat untuk pertanian, mulai dari mesin pencacah rumput, rotary dan lain-lain. Akbar menguasai pengembangan teknologi tepat guna bagi petani dan pengrajin lainnya.
Jika diperhatikan, worshop Akbar tak berbeda dengan kebanyakan workshop lainnya. Padahal kalau diperhatikan sangat jauh berbeda, terutama dalam pemakaian energi.
Tak banyak yang tahu dan memperhatikan kalau sebenarnya workshop atau bengkel Akbar sepenuhnya digerakkan oleh energi terbarukan.
Kebutuhan listrik untuk workhop yang sekaligus rumah tinggi sepenuhnya telah dipasok oleh PLTS rumahan yang dipasang sendiri oleh Akbar.
Tanda-tanda workshop dan rumah Akbar memakai listrik tenaga surya memang tak kelihatan mencolok. Akbar tak demonstratif menunjukkannya.
Tapi untuk mereka yang jeli, pasti bisa melihatnya. Karena di bagian depan rumahnya ada pondok kecil yang atapnya dipasangi panel surya, dan di dalam pondok ada instalasi untuk mengatur produksi dan penyaluran daya listrik.
“Ini untuk kebutuhan bengkel,” ujar Akbar yang selalu ramah menyambut setiap orang yang datang.
Tanpa ditanya, Akbar kemudian menceritakan kalau rumahnya juga telah memakai listrik dari energi surya.
“Diatas atap bagian sana ada 6 panel surya yang terpasang,” lanjut Akbar.
Keenam panel surya itu tak terlalu kelihatan karena berada di sisi yang miring ke arah belakang.
“Bisa dilihat tapi mesti naik di tembok bagian situ,” kata Akbar sambil menunjuk sisi tembok bagian utara rumahnya.
Menurut Akbar, sudah dua tahun terakhir ini dia tak lagi membayar biaya listrik PLN.
Hanya saja di rumahnya meteran dan instalasi listrik PLN masih terpasang. Meteran lama, sehingga petugas pencatat yang rajin datang selalu pulang dengan tangan kosong, tidak ada catatan pemakaian.
“Berkali-kali petugas pencatat meter bertanya, kenapa tidak diputus saja,” ujar Akbar.
Rupanya meteran listrik itu punya memori yang kuat untuk Akbar, memori yang tak ingin dihilangkannya.
“Sambungan listik PLN itu kenang-kenangan dari bapak saya,” ungkap Akbar lirih.

BACA JUGA : Hutan Ramai
Akbar tergolong aktif menggunakan media sosial untuk menawarkan layanan workshopnya, mulai dari membuat, merawat hingga memperbaiki perkakas usaha F&B. Termasuk alat-alat pertanian dan kerajinan yang memakai teknologi tepat guna.
Dari interaksi di media sosial, Akbar mendapat tawaran untuk membeli secara borongan panel surya dan peralatan pendukung lainnya bekas dari kapal-kapal nelayan. Akbar tertarik membelinya, karena terbilang murah walau belum punya gambaran bisnis tentangnya.
Akbarpun belajar teknologi pembangkit listrik tenaga surya secara otodidak.
“Di internet banyak bahannya,” kata Akbar.
Barang-barang bekas yang datang kemudian diperbaikinya dan dirangkai kembali.
Akbarpun berkreasi, seperti membuat pompa air yang digerakkan dengan energi surya.
Beberapa petani telah memanfaatkannya. Salah satunya adalah Sunil Asfianoer Hirpristomo, petani muda, Ketua KTNA Samarinda Utara dan Sungai Pinang.
“Karena dibuat dari bahan-bahan bekas, harganya lebih murah,” ujar Sunil.
Menyebar dari mulut ke mulut, layanan Workshop Oven Gas Merdeka pun laris manis. Hasil Akbar memborong panel surya bekas yang dipasok oleh teman media sosialnya tak sia-sia.
Selain petani, yang memanfaatkan PLTS rakitan Akbar adalah petambak atau pengusaha empang.
Saat didatangi, di Workshop Oven Gas Merdeka waktu itu ada Pak Wahid, pengusaha empang yang berasal dari Muara Pantuan. Pak Wahid membawa baterei lithium yang bermasalah untuk diperiksa dan diganti beberapa blok yang mati.
Terlihat Pak Wahid ikut sibuk membongkar.
Akbar memang tak pelit berbagai ilmunya, pembeli atau konsumen bisa ikut belajar.
“Pondok di empang saya sudah pakai PLTS, listiknya bukan hanya untuk lampu tapi bisa juga untuk memasak dengan magic jar,” ujar Pak Wahid.
Empang umumnya jauh dari permukiman sehingga tidak ada pasokan atau jaringan listrik. Listrik mesti diupayakan sendiri, umumnya memakai genset.
Dan mengoperasikan genset jelas mahal. Walau Delta Mahakam dikenal sebagai kawasan penghasil migas, namun BBM untuk konsumsi malah lebih mahal harganya daripada yang mesti dibayar oleh warga Kota Samarinda.
Konsumen Akbar memang warga biasa, komunitas perdesaan, petani, petambak dan lainnya.
Selain lebih murah karena dibuat dari perkakas bekas, Akbar bukan hanya menjual tetapi juga menyediakan layanan perawatan dan perbaikan.
Bahkan Akbar tak keberatan, konsumennya ikut belajar di workshopnya.

BACA JUGA : Lapor Densu
Penyedia jasa dan penjual solar cell, perangkat penerangan atau pembangkit listrik tenaga surya di Samarinda atau Kalimantan Timur ada banyak. Sebelum arus transisi energi, listrik tenaga surya cukup populer di Kalimantan Timur. Dulu pemasangan panel surya atau pembuatan PLTS merupakan salah satu proyek rutin di Kalimantan Timur karena ada banyak desa atau wilayah yang tak teraliri oleh listrik PLN.
Waktu itu, daerah-daerah yang menjadi sasaran proyek tenaga surya dianggap sebagai daerah terpencil.
Situasainya kini berubah, penggunaan panel surya atau listrik PLTS kini dianggap sebagai respon terhadap kebijakan transisi energi. Proyek panel surya makin besar, terutama ketika penerangan jalan kini kebanyakan memakai lampu berbasis panel surya.
Akbar tak turut ramai ikut merebut kue proyek ‘transisi energi’ ini.
“Saya bukan pedagang,” ujar Akbar walau mengakui jika mau berdagang mungkin akan lebih banyak menghasilkan uang.
Semua didasari atas kesukaan, termasuk mengutak-utik perangkat pembangkit listrik tenaga surya.
Akbar mengaku tak paham soal kebijakan transisi energi, kalaupun kemudian bertepatan dengan apa yang dilakukan, Akbar bersyukur, artinya ada potensi atau peluang di masa depan.
Tanpa disadari Akbar tengah membangun dan menjalankan green job, bahkan boleh dibilang merupakan pioner.
Akbar memang memilih jalan sunyi karena bahan untuk membuat jaringan atau pembangkit listrik tenaga surya memang terbatas, tergantung pasokan dari partnernya.
Di halaman facebook tak ada promosi entah untuk memasang atau memperbaiki perangkat pembangkit listrik tenaga surya.
Akbar memang pengkarya, bukan penjual.
Dan tanpa promosi sekalipun ternyata sudah dikenal.
“Rejeki sudah ada yang mengatur,” ujarnya.
Makanya sampai sekarang layanan utama Workshop Oven Gas Merdeka masih sama, peralatan-peralatan untuk membantu kerja-kerja UMKM dalam berproduksi.
Peralatan atau perkakas yang dihasilkan dengan memakai energi tenaga surya. Pasokan energi surya baik untuk workhop maupun rumahnya sudah diperhitungkan. Jika matahari mendung tiga hari berturut-turut, baterei penyimpan energi listrik cukup untuk memenuhi kebutuhan bengkel dan rumahnya.
“Sudah dua tahun, listrik saya gratis pol,” pungkas Akbar.
Penulis : Windasari
Editor : Yustinus Sapto Hardjanto
Sumber Gambar : KJW Kaltim