KESAH.IDMenurut para ahli pertumbuhan ekonomi 5 persen merupakan hal klasik di Indonesia. Artinya tanpa upaya yang luar biasa sekalipun angka itu akan tetap bisa dicapai. Dan bertahun-tahun stabil dalam rata-rata pertumbuhan 5 persen membuat Indonesia terpenjara dalam status bukan negara miskin sekaligus bukan negara kaya. Selama tigapuluh tahun Indonesia menjadi negara nanggung. Visi Indonesia 2045 atau Indonesia Emas dimaksudkan sebagai langkah untuk mengeluarkan Indonesia dari jebakan middle income trap.  Di peringatan 100 tahun kemerdekaan, Indonesia diharapkan sudah menjadi negara maju, kaya dan terdepan.

Data yang dikeluarkan oleh Forbes Realtime Bilionariespher pada 7 Oktober 2024 jam 21.00 Waktu Indonesia Barat  menempatkan Elon Musk sebagai orang paling kaya sedunia dengan jumlah kekayaan sebesar Rp. 4.106 trilyun.

Dari 10 orang terkaya di dunia, Amerika Serikat menempatkan 8 orang paling kaya dan dua sisanya diduduki oleh orang Perancis dan Spanyol.

4 orang paling kaya di dunia yakni Elon Musk, Larry Ellison, Mark Zuckerberg dan Jeff Bezoz merupakan pengusaha teknologi. Elon Musk adalah pendiri perusahaan Tesla, SpaceX, Neuralink dll, Larry Ellison pendiri perusahaan software Oracle, Marc Zuckerberg adalah pendiri Meta yang didalamnya ada Facebook, Instagram dan Whatsapp, sementara Jeff Bezos adalah pendiri Amazon.

Orang kaya lainnya dari Amerika Serikat juga bermain di wilayah teknologi yakni Larry Page dan Sergey Brin dari Alphabet atau Google serta Steve Ballmer dari Microsoft. Hanya Warren Buffet yang merupakan pebisnis investasi atau pasar saham.

Sedangkan dua nama lain dari Perancis dan Spanyol yakni Bernard Arnault dan Amancio Ortega adalah pebisnis gaya hidup atau fashion. Bernard dan keluarga adalah pemilik Louis Vitton Moet Hennesy {LVMH} dan Amancio Ortega adalah pemilik Zara.

Dari daftar 10 orang terkaya di dunia ini terlihat bahwa ekonomi terdepan adalah teknologi dan jasa, baik jasa keuangan maupun jasa gaya hidup.

Fakta ini berbanding lurus dengan daftar 10 negara terkaya di dunia yang tolok ukurnya menggunakan Produk Domestik Bruto per kapita, total PDB, hingga kekayaan alam. Dengan tolok ukur ini 10 negara yang masuk sebagai negara maju dengan ekonomi yang kuat dan stabil adalah : Luksemberg, Swiss, Norwegia, Irlandia, Qatar, Singapura, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Australia.

Umumnya negara-negara ini menjadi maju dan kaya karena sektor industri atau teknologi, jasa keuangan atau investasi dan perdagangan.

Negara seperti Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Australia kuat serta kaya karena pertambangan, namun pendapatan dari sektor pertambangan atau energi kemudian diinvestasikan dalam berbagai portofolio yang meliputi teknologi, pendidikan dan jasa keuangan serta pariwisata.

Singapura menjadi salah satu contoh yang paling meyakinkan bahwa sektor jasa bisa membuat sebuah negara menjadi maju dan kaya. Singapura adalah negara yang tidak ada apa-apanya, bahkan sungai saja tidak punya. Namun negara yang miskin dan kumuh ini dengan sangat cepat bertumbuh menjadi negara maju dan kaya karena menempatkan dirinya sebagai tempat terbaik untuk melakukan perdagangan dan investasi.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?.

Selama 30 tahun terakhir ini Indonesia stabil berada dalam posisi sebagai negara yang tidak kaya dan tidak miskin. Indonesia dengan semua rencana besarnya mengalami stagnasi pertumbuhan ekonomi. Semua catatan keberhasilan baik keberhasilan nyata maupun keberhasilan yang diklaim secara sepihak belum mampu mengeluarkan Indonesia dari midle income trap.

Visi Indonesia Emas pada tahun 2045 atau ketika Indonesia merayakan seratus tahun kemerdekaan dimaksudkan bukan hanya untuk melepaskan Indonesia dari jebakan negara nanggung tetapi juga menempatkan Indonesia menjadi negara terkemuka di dunia, negara adidaya yang setara dengan Eropa dan berani bersaing dengan Amerika, Jepang dan China.

BACA JUGA : Nyumpahin Pemuda

Di masa orde baru, Indonesia berhasil keluar dari status negara miskin. Indonesia berhasil menjadi negara berkembang bahkan di satu masa Indonesia berhasil menjadi negara kaya.

Perkembangan Indonesia dimulai saat Suharto mendapat mandat dari MPRS untuk memimpin Indonesia setelah pada periode sebelumnya atau orde lama akhir situasi ekonomi Indonesia acak-acakan.

Sukarno lebih sibuk membangun arena politik termasuk politik luar negeri yang kemudian memutuskan hubungan dengan negara barat. Mereka kemudian melakukan isolasi ekonomi dan memutuskan pemberian bantuan yang sangat dibutuhkan saat itu.

Kas negara defisit, pemerintah giat mencetak uang sehingga timbul hiperinflasi.

Langkah pertama Suharto ketika berkuasa adalah memulihkan hubungan kembali dengan barat, bergabung kembali dengan PBB, IMF dan Bank Dunia. Suharto juga melarang pendanaan domestik lewat hutang domestik atau mencetak uang.

Mekanisme pasar bebas dipilih Suharto untuk memulihkan ekonomi nasional dengan cara membuka ruang untuk investasi asing. Pengesahan dua UU yakni UU Penanaman Modal Asing dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri yang memberi insentif menarik untuk investor membuat pertumbuhan ekonomi melonjak.

Indonesia kemudian menjadi surga investasi.

Suharto makin leluasa melakukan intervensi ekonomi dan pembangunan ketika terjadi booming minyak. Menjadi anggota Organisasi Negara Pengekspor Minyak {OPEC}, pemerintah orde baru pernah memperoleh pendapatan besar dari minyak bumi saat negara-negara OPEC kompak menurunkan kuota ekspornya. Harga minyak bumi melambung.

Krisis minyak di masa revolusi Iran juga membuat harga minyak bumi melambung tinggi. Indonesia turut menikmati berkahnya.

Dengan uang yang besar, Indonesia bisa mengimport bahan-bahan mentah untuk mengembangkan industri manufaktor, membangun infrastruktur dan melaksanakan berbagai program intervensi sosial ekonomi untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan dan kesehatan.

Hanya saja uang dari minyak tak abadi. Cadangan minyak mulai menurun hingga kemudian Indonesia tak lagi menjadi anggota OPEC. Dari pengekpor malah berubah menjadi importir.

Walau begitu perbaikan ekonomi termasuk pengurangan angka kemiskinan absolut dicatat sebagai prestasi orde baru. Namun model pembangunannya pada akhirnya menghasilkan ketimpangan dalam pondasi ekonomi.

Meski sektor pertanian menjadi fokus yang terus dipertahankan namun tujuannya adalah untuk keamanan dan ketahanan pangan domestik. Demikian juga industri manufaktur yang ditujukan untuk keperluan ekpor ternyata bukan didukung oleh daya saing yang kuat. Industri yang berorientasi ekspor didukung dengan insentif tenaga kerja murah, yang kelak akan disaingi oleh negara lain.

Dan krisis ekonomi di tahun 1997 membuat pemerintah Orde Baru lemah. Pondasi ekonomi yang tidak kuat membuat rupiah runtuh ketika mendapat serangan hebat. Tak ada jalan bagi pemerintah selain berhutang kepada IMF dan bank-bank asing.

Rakyat menumpahkan kemarahan pada Suharto yang terlalu lama berkuasa dan dianggap mempraktekkan Kolusi Korupsi dan Nepotisme dalam pemerintahannya.

Suharto mengundurkan diri dan meninggalkan situasi politik serta ekonomi yang porak poranda. Beban hutang yang ditinggalkannya sangat besar.

BACA JUGA : Teras Tepian

Memasuki masa reformasi yang dipimpin oleh Abdurahman Wahid, Megawati Sukarno Putri, Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo dan kini Prabowo Subianto, perlahan-lahan goncangan ekonomi, politik dan sosial di masa akhir orde baru bisa dipulihkan.

Indonesia berhasil menduduki peringkat sebagai negara menengah, negara yang tidak miskin tapi juga tidak kaya, negara yang tidak terbelakang tapi juga tak terdepan.

Kurang lebih 30 tahun terakhir ini Indonesia stabil dalam level menengah. Terkadang hampir terpeleset kebawah, namun terkadang juga terdorong naik sedikit ke atas.

Terlalu lama berada dalam kondisi sebagai negara nanggung menjadi berbahaya. Seolah semua upaya dan cara kemudian menjadi mentok karena pertumbuhan ekonomi hanya dalam level normal.

Kalaupun sedikit naik, umumnya karena kenaikan komoditas yang berbasis sumberdaya alam seperti batubara, nikel dan lainnya.

Pondasi ekonomi Indonesia tetap lemah karena sumber pendapatannya masih bergantung pada sumberdaya ektraktif. Atau kalaupun pada produk olahan, yang ekspornya besar adalah produk setengah jadi atau bahan mentah.

Presiden Prabowo yang dikenal sebagai pecinta binatang dalam berbagai kesempatan di masa lampau ingin Indonesia menjadi Macan Asia. Negara kuat, maju dan terkemuka sekurangnya di wilayah Asia bersaing dengan Jepang, Korea, China, Singapura dan lainnya.

Namun ada pekerjaan rumah yang besar, terutama dalam mengefektifkan ekploitasi sumberdaya alam yang tak terbarukan dan menghasilkan produk jadi dari sumber daya alam yang terbarukan.

Hilirisasi yang membuat Bahlil Lahadalia memperoleh gelar doktor yang prestisius itu tak cukup. Hilirisasi bukan hanya mesti dilakukan untuk Nikel saja, melainkan juga sumber daya alam tak terbarukan lainnya juga untuk sumber daya alam yang terbarukan.

Sektor pertanian dan perkebunan yang dulu dimaksudkan untuk swasembada mesti juga dilakukan hilirasi agar kemudian menjadi sumber pemasukan baru untuk negara.

Berkaca dari daftar peringkat orang-orang terkaya di dunia, trend ekonomi dunia sudah jelas berbasis pada teknologi dan jasa atau inovasi produk. Jika kita hanya berkutat menjadi pemakai teknologi dan peniru maka jebakan sebagai negara tanggung mungkin belum akan bisa kita lepaskan hingga kita merayakan Indonesia Emas, seratus tahun kemerdekaan di tahun 2045 nanti.

Kini kita dipimpin oleh Presiden yang dalam pemilu lalu membuat kita gemas karena tagline gemoy-nya. Tapi nampaknya lima tahun ke depan kita masih akan tetap berada dalam keadaan harap-harap cemas.

note : sumber gambar – INILAH