KESAH.ID – Beberapa daerah di Jawa mulai ramai dengan perbincangan tentang PLTU Batubara yang akan dipensiunkan dini atau ditutup. Tapi di Kalimantan Timur tanda-tanda penurunan aktivitas penambangan batubara tak kelihatan. Sungai Mahakam masih ramai dilalui oleh ponton atau tongkang pengangkut batubara. Barisannya masih terlihat setiap harinya seperti yang disaksikan oleh aktivis XR Bunga Terung yang melihat cukup dekat dengan menumpang ketinting di Sungai Mahakam. Kalimantan Timur masih akan menjadi lumbung energi kotor, penambangan batubaranya tak hanya dibagikan ke ormas dan universitas, melainkan juga direncanakan untuk ditambang oleh masyarakat, lewat skema pertambangan rakyat.Pagi-pagi Pak Iyau, panggilan popular dari Bachtiar sudah menyiapkan kelengkapan perahunya. Sambil menunggu kedatangan perahu lainnya yang dibawa oleh teman-temannya dari Gunung Lingai, dia membersihkan lingkungan sekitar Pangkalan Pungut GMSS SKM yang terletak di Jalan Abdul Muthalib itu.
Hari itu {Sabtu, 22 Maret 2025} Pangkalan Pungut akan menjadi tempat berkumpul dan titik start aksi untuk memperingati Hari Air Sedunia 2025. Aksi yang akan dilakukan oleh sekelompok anak muda yang menyebut dirinya sebagai XR Bunga Terung Kaltim.
Iyau terlihat antusias, dirinya sudah terbiasa menyertai berbagai peringatan yang kerap dilakukan di Pangkalan Pungut. Terlebih lagi hari air, karena selama bertahun-tahun Iyau bersama GMSS SKM melakukan kampanye, pendidikan bahkan intervensi untuk memulihkan, menjaga dan merawat air Sungai Karang Mumus.
“Biasanya peringatan Hari Air dilakukan dengan memungut sampah di sungai, tapi yang ini berbeda” ujar Iyau.
Peringatan Hari Air Sedunia 2025 yang dilakukan oleh XR Bunga Terung Kaltim memang berbeda. Dengan pilihan Aksi Langsung Tanpa Kekerasan atau Non Violence Direct Action, XR Bunga Terung terbiasa melakukan aksi cepat, memasang spanduk atau baliho, serta poster-poster untuk didokumentasikan kemudian dipublikasikan di berbagai saluran media untuk melakukan kampanye.
Ditengah mempersiapkan perahunya, Iyau dikejutkan dengan kedatangan banyak polisi. Ada yang memakai baju preman dan ada yang berseragam.
Satu diantaranya mendatangi Iyau dan bertanya-tanya.
Lalu mengatakan padanya kalau kegiatan yang dilakukan oleh XR Bunga Terung ini tak punya ijin sehingga bisa dibubarkan.
Iyau hanya diam sambil meneruskan aktivitasnya, dia terbiasa dengan intimidasi seperti itu.
Tentu polisi tak akan membubarkan. Tak ada alasan yang kuat untuk melakukan hal itu.
Aksi yang akan dilakukan oleh XR Bunga Terung Kaltim di Sungai Karang Mumus sama seperti kegiatan-kegiatan lainnya, hanya menyusuri sungai dengan perahu, tak menganggu siapapun.
Dan polisi kemudian hanya bisa berdiri di pinggir sungai, melihat dari kejauhan ketika perahu-perahu meninggalkan Pangkalan Pungut GMSS SKM, untuk membuat formasi berjejer di bawah jembatan yang menghubungkan antara Masjid Al Misbach dan Jalan Sholawat, halaman depan rumah Guru Udin.
Di jembatan yang hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki ini, dibentang dua spanduk pada jembatan, sedangkan di perahu, para aktivis XR Bunga Terung Kaltim menunjukkan poster dengan berbagai pesan.
Kekhasan XR Bunga Terung Kaltim memang menyampaikan pesan-pesannya lewat Alat Peraga Kampanye, bukan lewat orasi sebagaimana kebanyakan aksi-aksi lainnya. Pesan yang lebih komprehensif dan menyeluruh akan diserukan lewat siaran pers.
Salah satu pesan yang disampaikan lewat poster itu berbunyi “Karang Mumus Harus Diurus”.

BACA JUGA : Cuci Uang
Iyau tentu setuju dengan seruan ‘Karang Mumus Harus Diurus’.
Memutar ingatan kembali ke masa-masa puluhan tahun lalu. Iyau ingat betul, sebagai anak sekolah dia sering menyembunyikan alamat tempat tinggalnya jika ditanya teman-teman lainnya. Dia lebih suka menyebut tinggal di Jalan Kartini, kompleks permukiman yang bukan di pinggiran Sungai Karangmumus.
Sewaktu aktor Primus Yustisio terkenal, anak-anak muda di tepian Sungai Karangmumus kerap memakai nama samaran Primus. Nama samaran keren itu singkatan dari Pria Karangmumus.
Tinggal di tepian Sungai Karangmumus, Iyau ingat benar dulu air Karangmumus bisa dimanfaatkan langsung oleh warga di sekitarnya.
Tapi lama kelamaan airnya memburuk dan sungainya makin mendangkal.
Awal-awal tahun 2000-an pendangkalan Sungai Karangmumus memang ekstrim akibat pembukaan atau pengupasan lahan di Daerah Aliran Sungai Karangmumus oleh pertambangan batubara. Tercatat kurang lebih 25 perusahaan yang mendapat Ijin Usaha Pertambangan atau IUP di DAS Karangmumus.
Beberapa aktivitas tambang ini bahkan menghilangkan anak-anak sungai yang bermuara pada Sungai Karangmumus.
Karangmumus pun harus dikeruk untuk mengembalikan lagi daya tampungnya, agar tidak menyebabkan banjir di musim penghujan karena luapannya.
“Setelah ada tambang, air Karangmumus makin buruk. Tak bisa lagi dipakai secara langsung walau sudah diendapkan,” ujar Iyau.
Karangmumus mulai bermasalah, selain masalah permukiman di bantarannya.
Iyau merumuskan masalah Sungai Karangmumus dalam singkatan 3 T.
“Terlalu banyak air di musim hujan, Terlalu sedikit air di musim kemarau dan Terlalu kotor sepanjang musim,” beber Iyau.
Keprihatinan itu kemudian diwujudkannya dengan menjaga sejengkal ruang pinggir sungai antara Jembatan Kehewanan dan Masjid Al Misbach. Tanah pinggiran sungai itu ditanami dengan beberapa jenis pohon. Dan dijaga agar tidak menjadi tempat parkir dan tempat berjualan. Gara-gara itu Iyau sering berurusah dengan orang yang tidak senang.
“Banyak orang hanya ingin menjadi penikmat dan pengambil manfaat, tapi tak mau menjaga dan merawat,” ujar Iyau.
Kegiatan Iyau merawat dan menjaga ruang sungai makin terlembagakan ketika bersama dengan Misman dan teman-teman yang lainnya melahirkan gerakan yang dinamai Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus, yang disingkat GMSS SKM.
Fokus utama gerakan ini adalah memulihkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas air Sungai Karangmumus. Gerakan diawali dengan kegiatan memungut sampah di Sungai Karangmumus dan kemudian dilanjutkan dengan melakukan pemulihan ekosistem sungai. Restorasi sungai dilakukan dengan menanami pinggiran sungai dengan tanaman-tanaman native spesies Sungai Karangmumus.
Slogan yang terkenal dari GMSS SKM adalah sungai bukan hanya untuk manusia melainkan juga untuk mahkluk Tuhan lainnya.
Paradigma pendekatan restoratif ini berseberangan dengan cara pemerintah menyelesaikan masalah sungai. Pemerintah lebih memilih pendekatan pembangunan sungai yang dikenal dengan istilah normalisasi.
Iyau sering mengatakan pemerintah lebih memilih menjadikan Sungai Karangmumus sebagai kanal atau parit, ketimbang mengembalikan fungsi alamiah sungainya.
Padahal Sungai Karangmumus sampai hari ini airnya masih dimanfaatkan untuk sumber air baku. Sekurangnya ada 3 intake atau titik pengambilan air untuk diolah menjadi air bersih di Sungai Karangmumus.

BACA JUGA : Masyarakat Diperalat Program Gratis
Setelah selesai mengambil foto dan video dibawah jembatan Guru Udin, Iyau dan teman-temannya memacu perahu yang ditupangi oleh aktivis XR Bunga Terung menuju muara Sungai Karang Mumus di Sungai Mahakam.
Di atas Jembatan 1 atau Jembatan Selili, beberapa aktivis XR Bunga Terung telah mempersiapkan baliho besar yang akan dibentangkan diatas sungai dengan cara ditarik dengan perahu.
Beruntung cuacanya cukup baik sehingga tak terlalu berangin. Hanya saja, air Sungai Karangmumus sedang mulai pasang karena desakan air dari Sungai Mahakam. Sehingga perlu tenaga ekstra untuk menarik baliho dengan dayung untuk melawan arus balik.
Akhirnya baliho besar dengan latar berwarna kuning terpasang diatas aliran Sungai Karangmumus. Dari atas terbaca jelas tulisan besar “No Water On A Dead Planet” dan hastag #tambangmeracunisungai.
Setelah cukup didokumentasikan, baliho besar itu digulung kembali.
Karena sudah berada di muara, Iyau dan teman-temannya kemudian membawa perahu memasuki Sungai Mahakam. Perahu diarahkan ke deretan ponton pengakut batubara yang sedang berbaris dari arah hulu Mahakam menuju hilir.
Untuk sebagian besar aktivis XR Bunga Terung yang menaiki perahu, ini menjadi pengalaman pertama naik perahu ketinting di Sungai Mahakam. Sungai yang sejak berabad lalu menjadi nadi kehidupan dan pembentuk kebudayaan Kalimantan Timur.
Perahu tak bisa terlalu mendekat ke ponton pengangkut batubara, karena akan mengalami goncangan hebat. Namun kesempatan itu tak disia-siakan oleh aktivis XR Bunga Terung untuk mendokumentasi dalam bentuk gambar dan video.
Deretan ponton yang berbaris sudah cukup untuk membuktikan betapa pertambangan batubara di Kalimantan Timur tidak surut oleh isu global terkait transisi energi. Penambang seolah berlomba untuk mengeruk sebanyak mungkin, berlomba menghasilkan batubara semaksimal mungkin.
Berita yang beredar di media nasional tentang lesu dan merosotnya harga batubara tak membuat penambangannya surut. Setiap hari 50 lebih ponton melewati Sungai Mahakam untuk membawa gunungan batubara meninggalkan bumi Kalimantan Timur.
Sungai Mahakam adalah saksi, lebih dari seratusan tahun telah dilewati oleh hasil ekstraksi yang membuat bumi Kalimantan Timur sekarat. Apa yang membuat terang benderang dan kemajuan ekonomi di tempat lain dengan sumber energi yang diambil dari Kalimantan Timur telah membuat penduduknya ikut menanggung nestapa.
Perihal air, tidak sulit untuk menangkap keluhan warga tentang mutu air yang diolah oleh Perusahaan Umum Daerah Air Minum, air yang keruh. Dan di sosial media dengan mudah menemukan kesaksian atau testimoni warga yang dengan lantang mengatakan kalau air leden hanya untuk MCK, mandi, cuci dan kakus. Mereka tak lagi menggunakan air ledeng untuk masak dan minum.
Air Mahakam ada sepanjang tahun tapi limpahan airnya telah dikotori oleh ektraksi sumber energi kotor yakni batubara.
Di sungai terpanjang kedua se Indonesia ini, transisi energi seperti jalan gelap. Segelap gunungan batubara yang berjalan pelan melewati sungai yang panjangnya 920 km itu.
artikel ini direproduksi dari postingan instagram Non Profit Journalism
note : sumber gambar – XR BUNGA TERUNG