KESAH.ID – Mungkin klise kalau mengatakan saat ini kita tengah darurat judi online. Sebab judi memang telah lama menjadi persoalan yang sulit diselesaikan. Dan kini makin sulit karena telah berpindah modus menjadi online dalam segala bentuknya. Sejauh ini upaya penegak hukum dan pemerintah untuk memberantas judi online dalam label 100 hari kerja pemerintahan Presiden Prabowo masih belum menyakinkan. Goyangnya memang terasa namun baru menyentuh lapis periferial, lapis luar yang dengan mudah digantikan apabila mereka tertangkap atau ditahan oleh kepolisian.
Bang Haji Rhoma Irama dengan sangat bagus memberi penjelasan tentang judi lewat sebuah lagu yang dirilis pada tahun 1987. Lagu berjudul Judi itu menjadi salah satu andalan dalam album Nada-Nada Rindu.
Di bagian awal, Bang Oma memberi penjelasan kenapa judi begitu menarik bagi banyak orang. Dia melantunkan “Judi {judi}, menjanjikan kemenangan”.
Manusia memang mudah tergiur oleh janji terutama janji yang menyenangkan. Menang judi memang menyenangkan karena bisa bikin kaya mendadak.
Namun ingat itu hanya janji.
Maka dalam bait berikutnya, Rhoma Irama membuka paradoks judi. Janji judi adalah kemenangan, tapi dalam kenyataannya banyak yang tercerai berai karena judi. Bang Rhoma mengingatkan kalau janji itu adalah kebohongan.
Dia kemudian melantunkan lirik “Bohong {bohong}, kalaupun kau menang itu awal dari kekalahan. Bohong {bohong}, kalaupun kau kaya itu awal dari kemiskinan”
Lagu legendaris ini sempat kembali naik daun ketika dibawakan dengan sangat apik oleh Novia Bachmid, peserta Indonesian Idol musim kesepuluh. Novia mendapat standing ovation dari kelima juri.
Lagunya makin mengelegar ketika Novia kemudian berduet dengan Judika penyanyi pop yang terkenal namun amat menguasai cengkok lagu dangdut dan lagu tradisional.
Namun lagu itu kini tenggelam dengan hiruk pikuk judi yang bermetamorfosis menjadi online. Judi melalui internet begitu penetratif sehingga hampir tak ada satu wilayahpun di muka bumi ini yang bebas dari judi.
Judi kini telah menjadi racun kehidupan. Diiklankan dimana-mana, baik secara terang-terangan maupun tersamar.
Data dari BPS pada tahun 2022 mencatat ada 1.191 kasus perceraian karena judi online. Angka meningkat jauh dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Dan di tahun 2023, perceraian akibat judi meningkat menjadi 1.572 kasus.
Judi menjadi penyebab perceraian yang tertinggi, mengalahkan pertengkaran atau percekcokan terus menerus, ekonomi, salah satu pihak minggat, dan mabuk alkohol. Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah menjadi provinsi dengan kasus perceraian tertinggi akibat judi.
Pada awal tahun 2024 ini di Bojonegoro, Jawa Timur, Pengadilan Agama mencatat dari bulan Januari hingga April ada 971 pasangan mengajukan perceraian. Rata-rata yang mengajukan perceraian masih muda dan baru menikah antara 7-8 tahun dan kebanyakan belum punya rumah. Dari antara pasangan yang mengajukan cerai itu 179 perkara perceraian adalah gugatan cerai dari istri karena suami kecanduan judi online.
Membaca berita tentang derita istri akibat suaminya kecanduan judi online memang menyedihkan, tapi terkadang juga membuat senyum kecut tak mampu ditahan. Ada banyak kisah konyol yang bisa membuat terbahak-bahak kalau tak ingat ada anak dan istri yang menderita karena kelakuannya.
Sungguh konyol bin tolol ketika ada seorang suami yang menghabiskan uang puluhan juta yang sedianya dipakai untuk membayar motor namun justru dihabiskan untuk main judi online.
Dan lebih konyol lagi demi mengganti uang motor yang hilang kemudian malah berhutang lewat pinjaman online untuk modal main judi yang justru membuatnya terperosok lebih dalam. Motor sudah tak jadi terbeli ditambal lagi jerat hutang yang sulit untuk terbayarkan.
BACA JUGA : Orang Boentoet
Judi memang permainan penebar harapan palsu yang berkembang sejak manusia punya keinginan bersenang-senang. Mungkin awalnya hanya untuk seru-seruan, mengisi waktu atau mempererat tali sosialitas.
Dalam banyak tradisi, judi diterima pada kesempatan tertentu. Misalnya untuk ‘melek’ atau berjaga-jaga pada peringatan atau upacara kehidupan, seperti ketika ada lahiran atau kematian.
Tapi judi kemudian berkembang karena ada bandar. Dan karena ada bandar tentu saja tak mau rugi, bandarlah yang akan selalu atau diuntungkan.
Di Indonesia, judi pernah menjadi permainan resmi. Pernah ada rumah judi, namun yang lazim adalah undian berhadiah. Dulu ‘judi’ resmi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan uang untuk digunakan sebagai modal bantuan sosial dan pengembangan olahraga.
Walau tujuannya mulia namun judi tetaplah judi. Yang memberi nomor undian tidak sungguh-sungguh ingin menyumbang tapi berharap untuk menang. Dan yang dibelanjakan untuk membeli undian bukan uang sisa melainkan modal hidup dirinya dan keluarga.
Judi kerap menjadi masalah karena meracuni orang-orang kebanyakan, masyarakat bawah yang pendapatannya hari itu hanya cukup untuk makan hari itu juga. Judi kerap menjadi pemikat bagi kelompok masyarakat yang selalu punya pertanyaan “Besok bisa makan apa tidak?”
Dan nyatanya ketika mendapat uang dari judi, uangnya kebanyakan juga bukan buat makan esok hari. Uang judi karena diperoleh dengan ‘gampang’ biasanya juga akan dipakai untuk bersenang-senang, dihabiskan dengan cara yang gampang.
Baik dapat atau tidak, judi memang dekat dengan kemaksiatan. Jika tak dapat, kepala pusing maka untuk menghilangkan pusing kemudian mabuk-mabukkan. Yang diminum juga bukan minuman yang proper. Pokoknya minuman apa saja yang bisa membuat segera puyeng. Mumet pikiran dihilangkan dengan puyeng minuman oplosan.
Dan karena minuman oplosan yang puyeng bukan dirinya sendiri melainkan orang lain juga ikut-ikutan pusing. Tak sedikit peristiwa karena minum-minuman oplosan kemudian berakhir dengan tumbang yang diikuti kematian beruntun.
Sedangkan yang menang, biasanya royal. Mengajak teman sebayanya bersenang-senang, bukan lebih dahulu memikirkan keluarganya yang kerap menderita karena kebiasaan dan kesenangannya berjudi.
Maka benar kalau kebiasaan atau kesenangan berjudi sering membuat keluarga tercerai berai, berantakan.
Jadi sudah benar kalau pemerintah kemudian melarang judi, karena tak ada jaminan bahwa judi hanya akan dimainkan oleh mereka yang punya kemampuan keuangan berlebih.
Sayangnya walau banyak contoh yang bisa memastikan bahwa judi tak akan membuat kaya, yang namanya judi masih terus menarik perhatian dan jadi harapan untuk memperoleh uang dengan gampang tanpa peduli resikonya.
Mendapat uang secara effortless memang merupakan virus yang paling umum menjangkiti manusia. Tak mengherankan jika cara yang bahkan tak masuk akal seperti penggandaan uang masih saja dipercaya oleh banyak orang. Dan yang termakan dengan harapan uang beranak itu bukan hanya masyarakat yang tak makan bangku sekolahan, karena kaum cerdik pandai sekalipun juga bisa diracuni oleh virus itu.
Uang memang kerap membuat orang kehilangan akal.
BACA JUGA : Kilas Balik
Intinya memang uang. Sebab bagaimanapun juga sesuatu yang paling dipercaya oleh manusia sedunia adalah uang walau tak ada yang terang-terangan mengimaninya.
Agama, moral dan nilai budaya memang kerap memberi nasehat atau himbauan agar tak tergantung pada uang, agar tak semua hal dinilai dari uang. Namun nyatanya mereka yang beruang memang lebih punya kemungkinan untuk bahagia atau sekurangnya hidup senang.
Jadi walau dimana-mana bergema nasehat “Uang bukanlah segala-galanya”, faktanya segala-galanya bisa didapat karena uang. Kalau tak percaya tanya saja pada para pemimpin dan wakil rakyat kita. Mana bisa mereka menjadi pemimpin atau wakil rakyat kalau tak punya uang.
Buktinya ada wakil rakyat yang terang-terangan meminta pemilu dilakukan 10 tahun sekali, karena kalau pemilu dilakukan 5 tahun sekali, jabatan yang diperoleh melalui pemilu belum cukup untuk mengembalikan modal yang dipakai untuk meraih kemenangan.
Sekali lagi jika bicara uang tak perlu kita terkejut ketika ada operasi tangkap tangan yang menemukan uang mendekati satu trilyun tersimpan di rumah pensiunan. Kita juga tak perlu terkejut jika ada orang dalam yang kemudian ditangkap karena melindungi judi online.
Di Indonesia yang disebut jabatan atau kewenangan itu artinya uang. Makin besar jabatan atau wewenangnya potensi uangnya juga makin besar.
Hubungan buruk antara jabatan atau kewenangan dengan uang ada di kata korupsi, suap, gratifikasi, beking dan lainnya sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang atau jabatan.
Dan Kominfo atau kini menjadi Komdigi kini menjadi sebuah kementerian yang karena perkembangan teknologi dan informasi berubah dari kementerian omon-omon di jaman orde baru menjadi kementerian gudang uang.
Ekonomi kita sekarang serba digital dan urusan tulang punggung ekonomi digital ini ada di Kementerian Komunikasi dan Digital.
Mereka ini bisa menghentikan sebuah ekosistem perputaran uang yang besar dengan cara memblokir atau mensuspens sebuah situs atau website yang menjadi platform bagi aktivitas ekonomi tertentu.
Pemberantasan judi online menjadi salah satu prioritas program kerja Presiden dalam 100 hari pertamanya. Geliatnya memang jelas, Kepolisian dan Kemenko Polhukam sudah mendeklarasikan soal darurat judi online.
Gebrakan terjadi dari Sabang sampai Merauke. Yang pertama tentu lewat percetakan yang dapat untuk karena orderan spanduk dan baliho bertulis Stop Judi Online yang dipesan oleh banyak pihak.
Polisi bergerak cepat dengan melakukan penangkapan, termasuk penangkapan pada pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital alias orang dalam. Komplotan pegawai di Komdigi ternyata membiarkan beberapa situs judi online tidak diblokir dengan imbalan dalam jumlah tertentu.
Para pegawai ini setelah diprofilling ternyata bersenang-senang dengan uang dari bos, bandar atau operator judi. Uang judi memang untuk bersenang-senang termasuk kawin lagi, lalu menelantarkan anak dan istri.
Gairah aparat kepolisian mengungkap perjudian online membuat Gunawan Sadbor yang sebelumnya diberitakan sebagai pahlawan ekonomi desa lewat live streaming, berubah menjadi pesakitan. Streamer yang dikenal lewat joget Ayam Patuk ini ditangkap oleh kepolisian Sukabumi karena dituduh mempromosikan sebuah situs judi online.
Di beberapa tempat juga ada berita tentang penangkapan penjudi online.
Tapi sejauh ini belum ada berita penangkapan operator atau bandar atau penyelenggara judi online. Kalaupun ada jumlahnya juga sedikit atau yang dicurigai ternyata sudah kabur ke luar negeri.
Jadi penangkapan-penangkapan ini cenderung masih gimmick yang bikin kita jadi gemes. Ah, judi online memang gemoy.
note : sumber gambar – KILAT