KESAH.IDTak terasa GMSS SKM telah melewati angka 10 tahun eksistensinya. Dalam rentang waktu itu GMSS SKM berhasil mempopulerkan pungut sampah di sungai dan restorasi ekosistem sungai serta pendidikan penyadaran tentang sungai. Kini bersama dengan Padlleboards Samarinda, GMSS SKM kembali mempopulerkan kegiatan memungut sampah dan pendidikan tentang sungai secara seru serta menyenangkan dengan memakai Stand Up Padlleboards. Pada peringatan Hari Jadi ke 10, GMSS SKM menyelenggarakan aneka lomba SUP. Dan yang patut dicatat oleh sejarah, mungkin lomba pungut sampah dengan SUP menjadi lomba pertama di dunia.

Sehari di Karangmumus merupakan tagline penting untuk Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus atau GMSS SKM. Tagline ini muncul di awal kampanye memungut sampah dari sebuah gerakan yang dimotori oleh Misman.

Gagasannya sederhana bukan mau menghabisi sampah di Sungai Karangmumus, melainkan menghabisi pembuang sampahnya.

Menjelang pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan {dan Kebudayaan}, Misman ingin mengisi waktunya untuk melakukan pengabdian pada masyarakat. Mulanya yang dipilih bukan memungut sampah melainkan menengok pasien di rumah sakit. Besuk, atau mengunjungi orang sakit menurut Misman bisa membantu meningkatkan semangat yang dikunjungi, terlebih mereka ketika sakit jarang dikunjungi oleh sanak saudara, kerabat maupun teman.

Namun Misman kemudian memilih untuk memungut sampah di Sungai Karangmumus, sungai yang sangat dikenalnya karena rumah tinggalnya tak jauh dari Karangmumus. Misman mulai memungut sampah sendiri, belum mengajak-ajak orang lain.

Sebuah kesempatan membuat Misman bertemu dengan Bachtiar atau dikenal oleh masyarakat di lingkungannya dengan panggilan Iyau.

Iyau sudah lama menjaga Ruang Terbuka Hijau yang terletak antara Jembatan Kehewanan dan Masjid Al Misbach. Area ini telah ditanami Pohon Trembesi dan lainnya oleh warga yang tinggal di jalan Abdul Muthalib.

Iyau merawat dan menjaga tanaman itu serta kawasan yang ditanami. Iyau menjaga kawasan RTH tetap sebagai RTH, sehingga tak mengijinkan areanya dipakai untuk parkir, untuk bermain sepeda dan lain-lain. Aturannya jelas, RTH hanya dipakai untuk duduk-duduk tanpa meninggalkan sampah.

Misman dan Iyau yang tinggal di sisi berbeda dari Sungai Karangmumus ini kemudian klop. Area yang dijaga oleh Iyau akhirnya disebut sebagai Pangkalan Pungut GMSS SKM.

Pada mulanya Misman dan Iyau memungut sampah Sungai Karangmumus dari tepian, saat sungai surut mereka masuk ke badan sungai yang berlumpur.

Seingat saya ketika kegiatan ini di posting ada banyak yang mengingatkan untuk memakai Alat Perlindungan Diri, sebab sedimen di Sungai Karangmumus bukan hanya hitam melainkan juga disemayami oleh berbagai jenis buangan, termasuk paku, beling dan lain-lain yang bisa melukai.

Karena muncul banyak komen yang mengingatkan resiko, komentar ini kemudian memancing beberapa orang yang peduli untuk memberi bantuan. Ada yang mengirimkan kaos tangan, tetapi ada juga yang memberi sepatu boot.

Karena sebelumnya belum ada orang yang mulai memungut sampah di sungai, apa yang dilakukan oleh Misman, Iyau dan kemudian teman-teman lainnya kemudian menarik perhatian. Aksi yang kemudian dinamai GMSS SKM ini kemudian memperoleh banyak dukungan. Salah satunya adalah sumbangan perahu ketinting.

Adanya perahu membuat aksi pungut sampah menjadi lebih luas jangkauannya. GMSS SKM kemudian mulai terkenal. Banyak yang ingin merasakan naik perahu untuk memungut sampah, meski tak sedikit yang kemudian muntah-muntah karena bau sampah yang terasa mengaduk-aduk perut.

Ya waktu itu banyak orang membuang sampah yang dikemas baik-baik dengan tas plastik. Saat memungut sampah seperti ini, aturan GMSS SKM jelas yakni airnya harus ditiriskan lebih dahulu. Air itu baunya sungguh luar biasa, sebagian orang auto ingin muntah. Pun juga kalai terkena cipratannya baunya seperti meresap di badan dan tidak hilang-hilang.

Lomba memungut sampah di Sungai Karangmumus dengan SUP kategori dewasa.

BACA JUGA : Tepi Sungai

Lewat kampanye di media sosial, GMSS SKM makin membesar. Kampanye berisi foto-foto kegiatan pungut sampah di Sungai Karangmumus. Banyak fotonya dramatis, sehingga membuat orang penasaran dan ingin mencoba.

Dalam waktu tak terlalu lama GMSS SKM memperoleh tambahan sumbangan perahu dan mesin ketinting. Perahu yang tadinya hanya didayung sehingga orbitrasinya tak jauh, kini dilengkapi mesin. Area pungut GMSS SKM makin jauh.

Oleh GMSS SKM perahu ketinting dijadikan sarana untuk menarik warga ikut memungut sampah. Pilihan ini efektif karena banyak orang pingin punya pengalaman menaiki perahu di Sungai Karangmumus.

Konsistensi dan ketekunan GMSS SKM kemudian mendapat pengakuan. Salah satunya dari BWS Kalimantan Timur yang kemudian turut membawa GMSS SKM ke kancah nasional. GMSS SKM kemudian dikenal sebagai pioner, Komunitas Peduli Sungai atau KPS di Kalimantan Timur.

Setelah beberapa waktu beraktifitas muncul keinginan untuk menentukan Hari Jadi GMSS SKM. Sebenarnya tak ada yang benar-benar mencatat kapan GMSS SKM berdiri. Kalau pun mau memakai rujukan bisa saja dengan merujuk pada akta notaris, ketika GMSS SKM dilembagakan.

Namun bukan itu yang dipakai, Hari Jadi GMSS SKM dirayakan bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Ibu Keinan Harjanie. Bu Kei begitu panggilannya, dikenal membantu GMSS SKM dalam networking terutama dengan pemerintah kota, PKK dan aparatur kelurahan maupun kecamatan.

Salah satu networking yang masih terus bertahan hingga sekarang adalah dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Samarinda, terutama bagian armada sungai.

Alasannya sederhana, kalau Hari Jadi GMSS SKM dirayakan bersama dengan HUT Ibu Kei, pasti ramai. Dan tentu saja tak kekurangan tumpeng dan lain-lainnya.

Ulang tahun pertamanya sunguh meriah, dirayakan di pangkalan pungut. Pada Hari Jadi yang pertama diluncurkan juga penamaan sebuah titik yang oleh GMSS SKM disebut kanopi. Letaknya antara Perumahan Griya Mukti Sejahtera dan Jembatan Lempake Tepian. GMSS SKM menyebutnya sebagai Kanopi Keinan.

Sayang titik yang paling asli dari Sungai Karangmumus itu kini telah hilang karena proses normalisasi. Kawasan dengan tutupan pohon aseli itu habis pepohonannya karena dikeruk dan sungainya dilebarkan lalu ditanggul. Proses normalisasi ini turut memusnahkan satu-satunya Pohon Katong yang tersisa di sepanjang Sungai Karangmumus.

Perayaan berikutnya tak kalah ramai. Dilaksanakan di Sekolah Sungai Karang Mumus atau Sesukamu di Muang Ilir. GMSS SKM akhirnya bisa melebarkan kegiatan yang bukan hanya memungut sampah melainkan juga memberikan pendidikan sungai dan merestorasi ekosistem sungai.

Lagi-lagi Ibu Keinan mempunyai jasa besar untuk menghubungkan GMSS SKM dengan Sugeng Chairuddin yang waktu itu menjabat sebagai Sekretaris Daerah Kota Samarinda.

Pak Sugeng sangat mendukung upaya GMSS SKM melakukan restorasi ekosistem sungai dan kemudian membantu membelikan sebidang tanah yang kini dikenal sebagai Sekolah Sungai Karang Mumus.

Scaling up GMSS SKM dari memungut sampah kemudian merestorasi ekosistem sungai terbilang berhasil. Dalam waktu 3 hingga 4 tahun, tepian sungai di sekitar Sesukamu sudah menghutan.

Pemenang lomba memungut sampah dengan SUP kategori dewasa dengan hadiahnya.

BACA JUGA : Cermin Jalan

Tak terasa perjalanan GMSS SKM sudah sepuluh tahun, walau aslinya mungkin lebih.

10 tahun untuk sebuah organisasi terbilang menantang, apalagi hampir semua penghargaan telah diraih oleh GMSS SKM, termasuk penghargaan pada Misman sebagai pribadi. Sebagai pengagas GMSS SKM Misman memperoleh penghargaan tertinggi dalam bidang lingkungan hidup yakni Kalpataru.

Layaknya air laut, perjalanan GMSS SKM juga mengalami pasang surut. Maka di usia yang ke 10 GMSS SKM mesti bangkit kembali, memasuki fase pendewasaan. Ibarat bocah, melewati usia sepuluh tahun jelas sudah terampil berdiri dan berjalan, hingga kemudian sudah bisa untuk berlari.

Menjelang peringatan Hari Jadi ke 10, ada insight baru yang diperoleh GMSS SKM. Bermula dari ide Krisdiyanto yang ingin mengembangkan bisnis ekowisata. Kris memilih wisata air, mengabungkan antara sport, rekreasi dan edukasi.

Sarana yang kemudian dipilih adalah Stand Up Padlleboards, sebuah olahraga yang mengabungkan antara kano dan surfing.

Ketika dimainkan di Sungai Karangmumus di area sekitar Pangkalan Pungut GMSS SKM, permainan ini menarik perhatian orang muda dan anak-anak. Beberapa kali memainkan SUP, muncul ide untuk memakainya sebagai sarana memungut sampah.

Kegiatan bermain SUP makin intens. Krisdiyanto merelakan beberapa buah SUP miliknya untuk dipakai bermain dan berkegiatan di Sungai Karangmumus. Melihat tanggapan yang antusias, kemudian pada bulan Agustus lalu dirancang kegiatan merayakan HUT RI dengan konvoy SUP. Kegiatan terbilang sukses, GMSS SKM bersama Padlleboards Samarinda, brand yang dikembangkan oleh Krisdiyanto menjadi pioner mempopulerkan SUP di Kota Samarinda.

Memang bukan yang pertama, karena sebelumnya Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik juga gemar memainkan SUP. Beberapa orang Samarinda juga sudah punya SUP duluan.

SUP untuk GMSS SKM bukan sekedar alat olahraga atau rekreasi melainkan juga edukasi. SUP dijadikan sarana oleh GMSS SKM untuk mengajak warga berinteraksi dengan sungai. Sebab bermain SUP sekurangnya orang akan basah terkena air sungai, dan kebanyakan juga akan tercebur sehingga basah kuyub.

Sejak semula GMSS SKM memang meyakini, interaksi dengan sungai adalah kunci bagi Kota Samarinda agar kembali menghormati air, menumbuhkan kembali budaya airnya.

Diskusi tentang permainan SUP di GMSS SKM bukan semata pengalaman keseruan memainkannya, disela perbincangan permainan SUP akan diselipkan pengetahuan, pemahaman dan perspektif terhadap sungai. Belajar tentang sungai dengan SUP kemudian menyenangkan. Pun juga memungut sampah dengan SUP tak kalah menyenangkan dan seru.

Memperingati 10 tahun perjalanan GMSS SKM, SUP dijadikan komponen utamanya. Minggu, 20 September 2025, GMSS SKM mengelar lomba SUP dengan kategori race jarak jauh dan jarak pendek untuk orang dewasa, race jarak pendek untuk anak-anak dan pungut sampah dengan SUP untuk kategori anak dan orang dewasa.

Selama hampir setengah hari  area antara Jembatan Kehewanan, Jembatan Guru Udin hingga Jembatan Sungai Dama diwarnai dengan SUP. Aneka lomba ini menarik perhatian masyarakat karena merupakan perlombaan SUP pertama di Kota Samarinda. Dan mungkin yang paling unik sedunia karena bisa dipastikan belum pernah ada lomba memungut sampah dengan SUP.

Semoga metode yang dipakai oleh GMSS SKM dengan memakai SUP untuk melakukan aksi, pendidikan dan penyadaran tentang sungai akan membantu Kota Samarinda kembali menjadi Pusat Peradaban, karena masyarakatnya berbudaya air.

note : sumber gambar – GMSS SKM