KESAH.IDDonald Trump langsung mengebrak dunia sesaat setelah dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat. Cita-citanya jelas, yakni membuat Amerika kembali menjadi besar dan jaya. Trump merasa Amerika semakin lemah, karena melunak pada negara-negara lain, termasuk kepada negara-negara sekutunya. Teman bahkan dianggap turut mengerogoti, seperti Mexico dan Kanada. Trump merasa Amerika Serikat terlalu banyak memberi tapi sedikit yang kembali. Balasan atas kebaikan Amerika tak seimbang. Mungkin Trump menganggap negara-negara sahabatnya tidak tahu terima kasih makanya perlu dihukum.

Sejak dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump langsung melakukan gebrakan. Tidak seperti Prabowo, Presiden Indonesia yang membentuk pemerintahan yang gemuk, Trump sejak menang sudah berencana untuk merampingkan birokrasi pemerintahannya.

Trump mulai membubarkan ini dan itu, salah satunya lembaga bantuan pemerintah yang paling berpengaruh di dunia, USAID.

Alasannya, Donald Trump merasa Amerika Serikat digerogoti, oleh sekutu, sahabat dan juga warganya sendiri yang bekerja untuk kejayaan Amerika.

Tentang batuan-bantuan Amerika Serikat untuk pembangunan, Donald Trump menganggap itu sebagai pemborosan, investasi yang tidak mendatangkan hasil. Amerika memberi tapi tak mendapat manfaat langsung. Mungkin dalam bahasa sehari-hari, Donald Trump akan mengatakan yang diberi tak tahu terimakasih.

Donald Trump ingin Amerika Serikat kembali jaya, disegani dan dihormati. Bukan didekati karena ada maunya.

Nasionalisme seperti itu yang hendak dibangun oleh Donald Trump, dan sebagian masyarakat Amerika Serikat mendukungnya. Siapa yang tak ingin negaranya jaya?

Dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat sebelumnya, negara-negara lain diberi status. Ada yang dianggap sahabat dekat atau sekutu, teman yang disukai. Dan negara-negara seperti ini diistimewakan oleh Amerika Serikat. Salah satunya adalah pajak yang rendah atas ekport komoditas, barang atau jasa ke Amerika Serikat.

Kanada dan Mexico selama ini menikmati fasilitas keringanan pajak semacam itu. Barang atau produk dari perusahaan-perusahaan Kanada dan Mexico yang menyasar pasar Amerika Serikat harganya menjadi bersaing atau sama murahnya dengan yang dihasilkan di Amerika sendiri.

Tanggal 3 April 2025 ditetapkan oleh Donald Trump untuk memulai kebijakan pengenaan bea masuk sebesar 25 persen itu. Donald Trump menyebut pelaksanaan ketetapan ini sebagai ‘Proklamasi Kemerdekaan’. Trump memang pintar membungkus kebijakannya dengan semangat nasionalisme.

Maka barang yang masuk dari tetangga dekat yakni Mexico dan Kanada otomatis harganya akan naik, menjadi mahal karena tambahan bea masuk, belum lagi dengan pajak pertambahan nilai yang nanti akan dikenakan kepada penjualnya.

Bukan hanya tetangga dekat yang harus membayar bea masuk 25 persen, melainkan juga sekutu Amerika Serikat yakni negara-negara Eropa. Dan keputusan ini juga membuat China menjadi was-was, ada banyak produk China yang punya tujuan untuk dipasarkan di Amerika Serikat.

Sebagai seorang penguasaha, apa yang diputuskan oleh Donald Trump sangat logis. Barang dari luar negeri memang harus lebih mahal dari barang produksi Amerika Serikat sendiri. Kalau harganya sama atau bahkan lebih rendah, hal itu akan mengancam industri dalam negeri.

Untuk memuluskan jalannya, Trump kemudian juga melakukan kampanye agar warga Amerika Serikat memakai barang produksi negeri sendiri. Cinta produk dalam negeri, sebuah himbauan yang sebenarnya juga sering didengar di negeri kita, Indonesia.

Masalahnya Amerika Serikat adalah negara yang wilayahnya besar. Dan ada banyak negara bagian yang kebutuhan warganya lebih dipenuhi oleh tetangga dekat, Kanada dan Mexico.

Di negara-negara bagian seperti ini, dampaknya langsung terasa. Berbagai kebutuhan pokok langsung melonjak harganya.

BACA JUGA : Memulihkan Lahan Bekas Tambang Untuk Ladang Ketahanan Pangan, Tidak Semudah Membalik Telapak Tangan

Di Indonesia, memasuki bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya harga-harga akan naik. Salah satu yang akan melonjak harganya adalah telur. Walaupun Hari Lebaran tidak dirayakan secara besar-besaran di Amerika Serikat, namun seperti di Indonesia, harga telur disana juga melonjak, naik lebih dari separuh harga biasanya.

Itu konsekwensi dari Deklarasi Amerika Serikat baru dari Donald Trump.

Jadi tanpa dihimbau-himbau, otomatis warga Amerika Serikat akan memilih untuk membeli atau mengkonsumsi produksi Amerika Serikat sendiri, jika ada barang yang serupa dengan yang datang dari luar negeri.

Dan pada akhirnya, produsen di negara-negara lain yang menyasar Amerika Serikat sebagai pasarnya, kemudian akan membangun pabrik atau tempat produksi di Amerika Serikat. Donald Trump merasa selama ini Amerika Serikat dicurangi, karena produknya ditujukan untuk dijual di Amerika Serikat tapi pabriknya di bangun di Kanada atau Mexico agar lebih murah.

Kebijakan seperti ini sebenarnya tidak khas Donald Trump. Indonesia juga melakukan hal yang sama walau tidak sangat ketat. Di Indonesia dikenal istilah TKDN, atau Tingkat Kandungan Dalam Negeri. Barang atau produk akan dikenai pajak tinggi, atau bahkan tidak boleh dijual di Indonesia jika tidak mempunyai material yang dihasilkan dari dalam negeri.

Hanya saja yang disebut TKDN tidak selalu bahan, orderdil, sofware dan lainnya, melainkan juga tingkat manfaat untuk masyarakat setempat. Nilai TKDN misalnya bisa dihitung dari penyerapan tenaga kerja, servis centre, pelatihan dan lain-lain. Selain itu TKDN juga dihitung dari kemasan, seperti kardus pembungkus, tas dan lain-lain.

Dengan TKDN ini kemudian produsen HP, PC, mobil, motor dan lain-lain kemudian membangun pabrik yang umumnya adalah perakitan di Indonesia. Batam menjadi salah satu tempat favorit bagi pabrik-pabrik perakitan barang elektronik ini.

Tak semua peduli dengan TKDN, terutama produk-produk yang tak ingin ikut dalam tender pengadaan di pemerintahan. Yang tak takut dikatakan kemahalan juga tak peduli. Sebab di masyarakat kita memang ada barang atau produk yang sudah ditakdirkan mahal, seperti produk apple, kalau murah malah tak laku.

Yang begini ini susah dipaksa untuk membangun pabrik perakitan di Indonesia.

Dan pemerintah juga sulit sekali bersikap tegas, misalkan melarangnya dijual di Indonesia. Dan yakinlah biar dilarang-larang, selama ada pasarnya pasti akan lolos juga seperti halnya narkoba.

Bahkan kini banyak pabrik tutup, ada yang pura-pura bangkrut dan alasan lainnya. Mereka malah memindahkan pabriknya ke Vietnam. Disana mungkin pengusaha merasa lebih nyaman dan aman, tidak banyak proposal masuk untuk meminta bantuan dan THR.

Mendorong pengusaha untuk membangun pabrik di Indonesia mungkin mudah saja. Tapi pilihan pengusaha untuk menentukan lokasi pabrik bukan hanya urusan kemudahan, operasional harianlah yang dipikirkan, sumberdaya manusia dan kondisi sosial budaya lingkungan setempat.

Di Indonesia pengusaha kemudian sering menjadi sapi perah. Kerap dimintai ini dan itu, oleh aparat keamanan, birokrasi dan ormas-ormas. Hal itu yang sering bikin pusing tujuh keliling.

Untuk menjadi pengusaha yang bisa berkembang, jaya raya, harus orang yang punya hubungan dengan  Politically Exposed Person, sosok-sosok tingkat tinggi yang diberi wewenang untuk menjalan fungsi publik yang penting. Maka tak heran jika kemudian dunia usaha juga penuh dengan isu penyuapan dan korupsi.

BACA JUGA : Pernah Bersama Di Samarinda Tapi Kini Terasa Asing

Lain lubuk lain ikannya, yang terjadi di Indonesia mungkin tak sama dengan yang di Amerika Serikat. Tetap saja ada penyuapan dan korupsi disana, preman juga banyak. Tapi mungkin tak ada antrian ormas yang meminta THR.

Bisa jadi kebanggaan warga atas produk dalam negeri juga tinggi. Orang Amerika sangat bangga dengan Amerikanya. Ada hal-hal yang sangat Amerika, seperti motor atau mobil Amerika, pakaian Amerika, makanan Amerika. Hal-hal yang sangat Amerika ini pernah diistilahkan sebagai McWorld.

Ya Dunia Amerika itulah yang diproklamasikan kembali oleh Donaald Trump lewat proyek Make America Great Again. MAGA.

Seiring dengan globalisasi, Amerika Serikat memang menglobal, pengaruhnya bukan hanya lewat USD, tetapi juga kuliner, gaya hidup, teknologi, musik, olahraga, film, dan lain-lain.

Gerai makanan Fast Food Amerika ada di mana-mana, bukan hanya fred chicken, tapi juga donat, pizza, hamburger, tacco dan lainnya. Amerika yang tak punya kopi, juga ternama karena gerai Starbuck menjadi tongkrongan ngopi yang bergengsi.

Fim dan musik pop juga mempengaruhi dunia lewat Disney, Marvel, HBO, dan MTV. Mereka juga terdepan lewat produk elektronik dan komunikasi, lewat Apple, Motorola dan perusahaan teknologi lainnya seperti Google, Meta, X dan lainnya.

Dan didunia gaya hidup, Amerika lewat berbagai brand juga menguasai street wear. Pakaian dan sepatu dari Amerika seperti Nike, Vans, The North Face, Timberland, Tommy Hilfinger, Calvin Klein, Gap, Old Navy, Banana Republic dan lain-lain mendominasi budaya pop dan gaya hidup global.

Hanya saja dominasi Amerika Serikat semakin tergerus dengan perkembangan dan pertumbuhan di berbagai wilayah lainnya. Bekas blok Uni Soviet dan Tiongkok menjadi ancaman bagi kejayaan Amerika. Meski tidak ada pertentangan ideologi yang sangat ketat, persaingan ekonomi membuat negara-negara ini bukan merupakan sekutu Amerika Serikat.

Dan ancaman Tiongkok menjadi semakin kuat karena industrialisasi yang sangat cepat. Tiongkok kemudian menjadi salah satu kiblat baru dalam dunia teknologi dan perdagangan. Perusahaan teknologi bertumbuh di Tiongkok karena tidak berkiblat pada Amerika Serikat.

Mulai meniru-niru, kini teknologi di Tiongkok sudah berkembang dengan karakternya sendiri dan tak bisa dibilang recehan lagi. Smartphone dari Tiongkok misalnya sudah bisa memakai OS tersendiri dan tergantung lagi pada teknologi Amerika Serikat.

Dan yang terakhir, mobil listrik dari Tiongkok berhasil menjadi populer dan ternama di dunia. Kedudukan Tesla sebagai pemimpin mulai tergusur.

Sepertinya Donald Trump gelisah dengan perkembangan ini dan tak bisa menerima perimbangan dunia yang sebenarnya juga didorong oleh Amerika Serikat.

Trump tetap ingin dunia berada dalam posisi unipolar, dunia yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Maka begitu terpilih kembali sebagai presiden Amerika Serikat, Trump langsung melakukan proklamasi kemerdekaan kembali. Trump ingin mengembalikan Amerika Serikat sebagai pemimpin dunia.

Akankah Trump bisa membuat Amerika berjaya kembali dengan kebijakan-kebijakan kontroversialnya ini?. Waktu yang akan menjawab, walau mungkin waktu tak akan berpihak padanya.