“Berbohong berbeda dengan menipu,” ujar Dosen Etika saya waktu itu.

Sama-sama mengatakan yang tidak sebenarnya, bohong tidak direncanakan untuk merugikan orang lain. Sementara menipu dimaksudkan untuk menguntungkan diri dengan cara menimbulkan kerugian pada orang lain.

Salah satu bentuk kebohongan yang umum adalah basa-basi. Dalam artian tertentu sopan santun juga bisa dianggap sebagai sebuah kebohongan.

Dengan demikian kebohongan secara sosiologis bisa dianggap sebagai perekat hubungan sosial, mengurangi potensi konflik dalam masyarakat dan mengakrabkan hubungan satu sama lain, satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Toleransi pada bohong dirayakan secara tidak resmi setiap tanggal 1 April yang dikenal sebagai April Fool’s Day atau April Mop. Dalam hari berbohong ini, orang akan merayakan kebohongan sebagai candaan, sesuatu yang menyenangkan, kehebohan yang kemudian membuat tertawa senang.

Namun kalau pada momen April Mop ini tahun ini pemerintah memberlakukan kenaikan harga Pertamax dan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% jelas tidak dimaksudkan sebagai candaan. Pemerintah tidak sedang bermaksud untuk berbohong.

Dipilihnya tanggal tanggal 1 April untuk memberlakukan kenaikan harga dan pajak kemungkinan besar merupakan metode ‘menunggang gelombang’ awal bulan Ramadhan.

Adalah biasa ketika menjelang puasa segala harga akan merangkak naik. Karena terjadi setiap kali menjelang puasa, masyarakat kemudian maklum. Yang mengerutu juga akan mengingatkan dirinya sendiri agar tak misuh-misuh. Sebab mengeluh apalagi mengumpat akan membatalkan puasa atau sekurangnya membuat ibadah puasa menjadi tak sempurna.

Di bulan puasa ini masyarakat akan dengan lebih mudah menerima logika “biar mahal {sedikit} yang penting barangnya ada {banyak}, daripada murah tapi barangnya kosong {langka},”

Kenaikan harga barang-barang pokok menjelang hari-hari besar bersifat alamiah sehingga sulit diantisipasi.

Menjelang perayaan hari-hari besar kebutuhan terhadap barang pokok akan meningkat sementara persediaan tetap. Maka secara otomatis harganya akan meningkat.

Kenaikan harga karena permintaan lebih tinggi dari penawaran disebut sebagai inflasi.

Tugas pemerintah adalah menjaga agar inflasinya normal. Yang disebut sebagai normal itu level kenaikannya dibawah 3 persen.

BACA JUGA : Pantang dan Puasa

Pilihan memberlakukan kenaikan harga Pertamax dan PPN bersamaan dengan permulaan puasa sebenarnya amat berbahaya.

Bahan bakar adalah salah satu komponen utama dalam produksi dan distribusi barang serta jasa. Dengan demikian kenaikan harga bahan bakar akan selalu memicu kenaikan harga barang dan jasa. Sebab beban ongkos produksi akan ditanggung oleh konsumen.

Sekali lagi awal bulan buasa selalu ditandai dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok yang kemudian disusul dengan kenaikan harga tiket transportasi menjelang lebaran.

Dengan menaikkan harga BBM dan PPN maka kenaikan harga menjadi ganda sehingga melampaui batas normal atau batas psikologis masyarakat. Kenaikan yang kemudian bisa membuat masyarakat menjadi panik.

Masyarakat yang panik kemudian cenderung akan mengamankan kebutuhan. Mereka yang mampu dengan mudah memborong, namun mereka yang tidak terlalu mampu kemudian juga ikut-ikutan dengan mengabaikan kebutuhan lainnya. Akibatnya barang menjadi langka.

Kelangkaan yang kemudian akan diperburuk karena sebelum memasuki bulan Ramadhan, berbagai macam kelangkaan sudah terjadi di beberapa tempat. Salah satunya juga kelangkaan BBM terutama solar.

Dan solar adalah komponen penting dalam distribusi barang, mengingat kebanyakan kendaraan untuk mengangkut barang baik barang modal maupun barang konsumsi berbahan bakar solar.

Menaikkan harga pertamax dan PPN diawal bulan Ramadhan bisa diibaratkan sebagai sengaja membakar rumah sendiri.

Kebakaran yang kemudian harus dipadamkan sendiri sehingga merupakan sebuah tugas yang berat.

Benar bahwa menaikkan harga pertamax artinya pemerintah melakukan reduksi subsidi. Dengan demikian ada dana karena besaran subsidi yang ditanggung pemerintah menjadi menurun. Ditambah dengan kenaikan PPN maka pundi-pundi pemerintah juga akan bertambah.

Namun akankan peningkatan cadangan uang karena subsidi dikurangi dan karena naiknya pendapatan pajak akan cukup sebagai senjata untuk melakukan intervensi kenaikan harga di masyarakat, tidak ada yang bisa menjamin.

Belajar dari intervensi pasar yang dilakukan oleh pemerintah saat terjadi gejolak harga minyak goreng sawit, nyatanya dana yang digelontorkan oleh pemerintah menguap sia-sia, pasar tetap bergejolak. Subsidi harga bahkan membuat minyak goreng sawit menghilang dari pasaran.

Memadamkan rumah yang dibakar sendiri memang merupakan sebuah kesia-siaan.

BACA JUGA : Kearifan Tradisional Yang Tal Lagi Arif Arif Amat

Menjadi aneh ditengah kecenderungan harga-harga bukan hanya kebutuhan pokok meroket di pasaran, pada pasar politik upaya pembatalan pemilu juga semakin kencang.

Kok mengatakan pembatalan pemilu?. Mau memprovokasi ya?

Memang kebanyakan berita menyebut menunda pemilu. Tapi mari pikirkan baik-baik dan silahkan lihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia, apa arti menunda.

Menunda salah satu artinya adalah mengundur waktu pelaksanaan.

Ambil contoh balapan Moto GP di Sirkuit Mandalika beberapa waktu yang lalu. Balapan yang seharusnya dilaksanakan jam 13.00, kemudian ditunda karena hujan sehingga baru terlaksana pada sekitar jam 16.00.

Andai saja Raden Rara Istiati Wulandari tidak bisa mengusir hujan hingga matahari mulai terbenam, niscaya balapan tidak akan bisa dilaksanakan. Sebab Sirkuit Mandalika tidak punya lisensi untuk menyelenggarakan balapan di malam hari atau balapan yang penerangannya dengan lampu listrik.

Maka balapan kelas utama Moto GP bisa dipastikan akan batal karena kemungkinannya akan terlaksana di tahun depan.

Demikian juga dengan pemilu, KPU sudah menentukan pemilihan umum legislatif dan presiden pada bulan Februari 2024. Pemilu itu bisa disebut ditunda jika kemudian terlaksana misalnya pada bulan Agustus  atau mungkin Desember 2024. Namun jika pemilu yang seharusnya dilaksanakan pada tahun 2024 kemudian terlaksana nanti pada tahun 2026 atau 2027, maka pemilu 2024 bukan ditunda melainkan dibatalkan.

Menunda artinya batas waktunya tidak panjang, tidak perlu rencana baru atau tidak banyak mengubah jadwal yang sudah direncanakan. Sementara pembatalan selalu harus disertai dengan rencana baru atau merombak sebagian besar rencana yang sudah ditentukan sebelumnya.

Tapi kenapa istilah menunda yang selalu dipakai oleh politisi dan kemudian diamini serta disebarkan luaskan melalui berbagai media. Menunda lebih dipilih karena bernuansa lebih positif. Memakai istilah menunda akan lebih aman dari pada membatalkan. Karena membatalkan akan kelihatan otoriter.

Kembali kepada bohong dan menipu, apakah menunda padahal sebenarnya membatalkan adalah sebuah kebohongan?.

Tidak, mengatakan menunda padahal yang dilakukan sesungguhnya adalah pembatalan bukanlah kebohongan melainkan penipuan.

Penipuan adalah kejahatan, bukan hanya karena melanggar konstitusi melainkan juga merusak demokrasi demi memenuhi keinginan kelompok tertentu untuk melanggengkan kekuasaan tanpa mandat dari rakyat.

note : sumber gambar abadikini.com