KESAH.ID – Politik itu asyik. Terutama karena politik kerap erat dengan tahayul dan kepercayaan masyarakat akan datangnya ratu adil. Setiap daerah punya versinya masing-masing. Maka maknanya jika sebuah masyarakat di satu daerah bicara soal ratu adil, itu artinya pemimpin yang selama ini memimpin daerahnya kurang atau bahkan tidak membawa kepuasan.
Masyarakat selalu mempunyai cara untuk memelihara harapan di saat semua keadaan serba susah.
Salah satu yang paling populer dalam masyarakat yang tertindas selalu ada keyakinan tentang kedatangan Sang Ratu Adil.
Di dalam tradisi Jawa, seperti dituliskan oleh Jayabaya muncul keyakinan tentang Satrio Piningit, seorang ksatria yang disembunyikan.
Ketika Orde Baru runtuh, pemimpin nasional berganti. Kemunculan Susilo Bambang Yudhoyono dianggap sebagai pertanda kehadiran satrio piningit. SBY yang berlatar tentara memang memenuhi syarat untuk dianggap sebagai ksatria.
Namun harapan akan perubahan dan pembaharuan yang dibawa oleh satria piningit tidak terbukti.
Jokowi kemudian terpilih menjadi presiden. Perjalanannya sangat khas karena bermula dari orang biasa. Walikota Solo yang kemudian berhasil jadi Gubernur DKI Jakarta. Saat masa pemerintahan belum habis kemudian dicalonkan jadi presiden dan terpilih.
Perjalanan spektakuler ini kemudian ditafsir sebagai pertanda dirinya adalah satrio piningit. Calon pemimpin yang disembunyikan dalam rupa orang kebanyakan.
Wajah dan penampilan Joko Widodo memang tak bercorak sebagaimana gambaran seorang ksatria. Para penafsir paham, bahwa kehadiran seorang satrio piningit mungkin tak seperti yang dibayangkan. Sosoknya bisa jadi seperti Petruk yang munggah jadi raja.
Tanda-tanda Jokowi istimewa semakin meyakinkan saat duduk di tampuk kursi kepresidenan. Dengan penampilan yang biasa saja Jokowi mampu menstabilkan gejolak politik.
Joko Widodo semakin tampil sebagai sosok ratu adil. Hampir tanpa cacat cela dan pendukungnya makin besar hingga sukses memenangkan kembali kursi kepresidenan periode kedua.
Kepiawaian Joko Widodo semakin nyata. Prabowo lawan politiknya berhasil digandeng masuk kabinet. Persaingan berdarah-darah lenyap, bahkan Prabowo kemudian menjadi salah satu menteri yang paling akrab dengan Joko Widodo juga keluarganya.
Tapi tanda-tanda Joko Widodo sebagai satrio piningit memudar menjelang masa kepresidenannya berakhir. Joko Widodo seperti tak bersedia mengakhiri masa kepresidenannya sebagai satria pinandito. Satria yang bertindak seperti halnya seorang pendeta yang melupakan kepentingan diri dan keluarganya.
Bahwa Joko Widodo ikut cawe-cawe mempersiapkan kepemimpinan nasional berikutnya tentu masih bisa diterima. Sebagai presiden, adalah haknya untuk memastikan penerusnya akan meneruskan hal-hal baik yang direncanakan dan belum diwujudkan.
Namun cawe-cawenya kemudian terasa kelewatan karena mulai memasukkan paket anak dan menantu untuk meneruskan kekuasaannya.
Gibran diusahakan dengan berbagai cara hingga kemudian jadi calon wakil presiden. Dan Kaesang secara mengejutkan berhasil menjadi ketua partai.
Gibran dan Kaesang seperti Bandung Bondowoso yang ngotot membangun candi dalam satu hari satu malam. Jika Bandung Bondowoso gagal, tidak demikian dengan Gibran. Putra presiden ini kemudian berhasil memenangkan pemilu satu putaran bersama Prabowo.
Sedangkan Kaesang gagal membawa partainya memenangkan pemilu. Meski begitu namanya masih laku dalam kontestasi pilkada, bahkan pilkada di DKI Jakarta. Kaesang yang pernah didorong-dorong oleh PSI untuk menjadi walikota Depok, kini namanya disebut-sebut sebagai salah satu calon gubernur Jakarta.
BACA JUGA : Asian Value
Tak ada yang menyebut Gibran dan Kaesang sebagai satrio piningit, anak-anak Jaksel lebih suka menyebutnya sebagai previledge.
Satrio piningit dalam kontestasi pemilu kepala daerah serentak 2024 muncul di Tangeran Selatan.
Partai Gerindra telah resmi mendapuk Marshel Widianto sebagai Calon Wakil Walikota Tangerang Selatan.
Hal ini tentu mengejutkan. Dan kedatangan satrio piningit atau ratu adil memang selalu mengejutkan. Penunjukan Marshel memenuhi syarat itu.
Pelawak atau komedian berpolitik itu biasa. Dulu ada Komar dan Miing Bagito.
Sekarang ada Panji Pragiwagsono yang kental politisnya walau tak berpolitik praktis. Banyak komika lain yang materi stand up-nya juga berpolitik dan tidak garing.
Tapi Marshel apa lebihnya. Sebagai komedian dia lebih terkenal karena gimmick-nya. Dan berkali-kali tersandung masalah. Salah satunya membeli konten dari seorang pemegang akun onlyfans di Indonesia.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, publik melihat dirinya lengket dengan Celine Evangelista namun tiba-tiba saja mengumumkan sudah menikah dengan bekas personel JKT 48 dan sudah hamil pula.
Cara bergurau Marshel memang tidak lucu.
Maka jadi lucu jika kemudian tiba-tiba Marshel memperoleh restu menjadi calon wakil walikota Tangerang Selatan.
Tapi ya sudahlah politik itu memang penuh kelucuan jadi kenapa mesti heran.
Dalam politik hal-hal yang mengagetkan sebenarnya biasa-biasa saja. Siapa yang menyangka Gibran akan jadi calon wakil presiden dan kemudian menang satu putaran. Saking nggak percayanya banyak yang menjuluki Gibran waktu itu dengan sebutan Samsul dan juga belimbing botol.
Tapi buktinya Gibran menang, satu putaran pula. Menyesal nggak yang dulu menyebutnya Samsul?.
Elit-elit politik di Indonesia memang rata-rata random. Sebuah gurauan bisa saja membuat mereka jadi baper. Tapi ketika mereka sendiri yang bergurau nyatanya sungguh kelewatan.
Semua orang yang waras memang punya hak untuk memilih dan dipilih. Itu termasuk Ahmad Dhani yang masuk bursa Pilkada Jatim dan Raffi Ahmad yang masuk bursa Pilkada Jateng.
Andai mereka benar dicalonkan dan kemudian menang mungkin ini pertanda satrio piningit datang ramai-ramai, ternyata satrio piningit bukan hanya satu orang.
BACA JUGA : Desa Wisata
Karena saya tinggal di Samarinda maka saya tak peduli soal Marshel yang ditunjuk menjadi calon wakil walikota itu. Kalau saja dia ditunjuk jadi calon wakil bupati Purworejo mungkin saja masih related dengan saya.
Jadi terserah sajalah, toh kehadiran Marshel dalam pentas politik tak terlalu mempengaruhi peningkatan atau penurunan demokrasi di negeri ini. Demokrasi baik-baik saja, soal kemudian ada yang merasa tak baik-baik saja itu karena ekpektasi yang berlebihan.
Yang saya tunggu justru kehadiran satrio piningit dalam pilkada Kaltim dan Kota Samarinda. Yang saya maksudkan tentu bukan Budi Satrio.
Meski tak percaya tahyul, dalam soal politik saya mesti memaksa diri untuk sedikit-sedikit mempercayai hal itu.
Bahwasannya ada calon pemimpin yang dipersiapkan oleh semesta untuk memimpin Kalimantan Timur dan Samarinda.
Siapa dia?.
Sampai sekarang belum ketahuan karena bursa calon Walikota Samarinda nampaknya cenderung tunggal sementara yang ingin menjadi wakil antriannya dari Sungai Dama sampai ke Sambutan.
Sedangkan di tingkat provinsi, sebenarnya Isran Noor memenuhi syarat sebagai satrio piningit. Selama satu periode kepemimpinannya terbukti tanpa banyak aksi kecuali aksi mulut ternyata Kalimantan Timur bisa mencetak prestasi.
Semesta mendukung kepemimpinan Isran Noor walau banyak ngomong ngawurnya.
Tapi nampaknya semakin menjelang pendaftaran calon kepala daerah ke KPU, posisi Isran Noor sebagai satrio piningit makin terjepit.
Isran terancam gagal maju, walau sejak beberapa bulan lalu banyak muncul postingan dukungan di media sosial.
Jadi lupakan soal satrio piningit. Jayabaya saja mungkin sudah lupa.
note : sumber gambar – JAWAPOS