Dalam sistem pemerintahan presidential, pemimpin pemerintahan tak ubahnya seperti raja. Hanya saja presiden dibatasi oleh konstitusi negara.

Pembatasan yang umum adalah masa jabatan. Ada yang membatasi masa jabatan 4 tahun, 5 tahun atau 6 tahun. Namun masa jabatan yang tidak tidak selalu diikuti dengan pembatasan tentang berapa kali seseorang boleh menjabat, baik secara berturutan maupun tidak berturutan.

Konstitusi Indonesia adalah salah satu yang dengan tegas mengatur soal masa jabatan sekaligus berapa periode boleh menjabat. Masa jabatan sepanjang 5 tahun dan hanya boleh menjadi presiden sepanjang dua periode seumur hidupnya.

Tanpa pembatasan yang jelas soal berapa periode bisa menjabat maka godaan untuk menjadi ‘raja’ akan sangat besar seperti yang terjadi di Korea Utara.

Menjadi Perdana Menteri Korea Utara pertama di tahun 1948, Kim Il Sung hingga akhir hayatnya memegang jabatan sebagai Presiden Republik Demokratik Korea Utara. Kim Il Sung wafat dalam usia 82 tahun.

Jabatannya kemudian diturunkan kepada anaknya yang bernama Kim Jong Il, dan setelah Kim Jong Il wafat, posisi Presiden Korea Utara dijabat oleh Kim Jong Un anaknya.

Presiden turun temurun dan seumur hidup sebagaimana raja mungkin hanya terjadi di Korea Utara. Namun banyak catatan lain dalam sejarah dunia yang menunjukkan ada banyak presiden lainnya yang berupaya untuk menjadi presiden seumur hidup.

Francois Duvalier, Presiden Haiti mengangkat dirinya menjadi presiden seumur hidup pada tahun 1964.  Karena masalah kesehatan, Duvalier yang mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan dan ilmu gaib meninggal di tahun 1971.

Namun sebelum meninggal dia menunjuk anaknya Jean Claude Duvalier atau dikenal sebagai ‘Baby Doc’ untuk mengantikannya. Saat ditunjuk sebagai presiden, Jean masih berumur 20 tahun dan masih duduk di bangku kuliah.

Lewat jalur pemilihan independen, Saparmurat Niyazow berhasil menjadi presiden pertama Turmeknistan pada tahun 1991.

Dengan persetujuan parlemen pada tahun 1999 dia diangkat sebagai presiden seumur hidup. Niyazov mengklaim dirinya sebagai Turmenkbashi, atau pemimpin semua bangsa Turmenk.

Kebijakannya aneh-aneh, mulai dari menganti nama bulan dan nama hari dalam kalender dengan namanya dan keluarganya. Membuat patung diri dan ditempatkan di seluruh gurun, hingga sampai mengatur hal-hal privasi seperti melarang laki-laki memelihara jenggot.

Niyazov meninggal dunia karena serangan jantung pada tahun 2006.

BACA JUGA : Animisme Baru

Digagas oleh AM Hanafi dan Chaerul Saleh dengan latar belakang semakin populernya Partai Komunis Indonesia, akhirnya Sukarno diangkat menjadi presiden seumur hidup Republik Indonesia berdasarkan Tap MPRS No. III/MPRS tahun 1963.

Namun tak lama sesudahnya situasi politik Indonesia memanas yang berujung pada peristiwa G30S PKI. Kekuasaan Sukarno melemah hingga kemudian digantikan oleh Suharto.

Mengantikan Sukarno sejak tahun 1967, Suharto untuk pertama kalinya mengadakan pemilu pada tahun 1971. Pemilu diikuti oleh 9 partai dan 1 ormas.

Pemilu dimenangkan oleh Golongan Karya yang kemudian menjadi pemenang abadi dan menjadi kendaraan politik Suharto. Setelah pemilu 1971, melalui fusi partai kemudian disederhanakan menjadi 3 yakni Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia.

Ketua-ketua Golkar selalu menjadi corong utama agar Suharto terus dipilih kembali menjadi presiden. Salah satu yang sangat terkenal adalah Harmoko.

Sebagai ketua Golkar dan ketua DPR/MPR Harmoko selalu membujuk Suharto agar terus mau menjadi presiden. Alasannya karena rakyat masih menghendaki dan belum ada tokoh lain yang bisa mengantikannya.

Dan setelah memimpin Indonesia kurang lebih 32 tahun, akhirnya Suharto yang baru saja diangkat kembali menjadi Presiden hasil pemilu tahun 1997, akhirnya meletakkan jabatan karena gejolak ekonomi dan politik yang menyebabkan gelombang demonstrasi besar-besaran di penjuru negeri setiap harinya.

Konstitusi Indonesia saat itu memang tidak secara tegas membatasi berapa periode presiden boleh menjabat. Yang dibatasi adalah masa jabatan yakni 5 tahun yang ditandai dengan pelaksanaan pemilu untuk memilih wakil rakyat.

Di masa pemerintahan Presiden Sukarno pemilu hanya terlaksana 1 kali yakni tahun 1955. Maka situasi politik pemerintahan belum stabil dan selalu bergejolak.

Mempertahankan pemimpin politik yang punya pengaruh kuat sebagai sebuah pilihan menjadi wajar.

Sukarno sendiri pada awalnya ragu namun karena desakan yang kuat akhirnya menerima dengan kesadaran bahwa pengangkatan presiden seumur hidup bertentangan dengan demokrasi dan konstitusi negara.

Diangkat sebagai presiden seumur hidup, Sukarno sebenarnya juga khawatir namanya akan tercoreng di kancah internasional. Sukarno yang dicitrakan sebagai revolusioner demokratik akan menjadi sasaran kritik karena telah berubah menjadi diktator.

Lain halnya dengan Suharto, sejak awal pemerintahannya secara sistematis membangun kekuatan politik melalui Golongan Karya.

Dan melalui pemilu yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah {Departemen Dalam Negeri} maka bisa dipastikan pengaruh Presiden Suharto dalam pemilu menjadi sangat kuat. Hasil pemilu sudah bisa ditebak jauh hari sebelum dilaksanakan pemungutan suara.

Pemilu hanyalah alat untuk melegitimasi kekuasaan Suharto agar terlihat demokratis.

Setelah Suharto lengser dan dilakukan reformasi politik, konstitusi Indonesia secara tegas membatasi masa kepemimpinan dan periode jabatan presiden. Presiden dipilih secara langsung lima tahun sekali, menduduki jabatan selama lima tahun dan hanya boleh menjabat selama dua periode.

Isu menambah masa jabatan presiden kemudian muncul ketika Presiden Joko Widodo terpilih kembali untuk masa jabatan kedua. Mulai dari usulan Jokowi boleh mencalonkan kembali sebagai presiden untuk periode ketiga dan perpanjangan masa jabatan dengan cara membatalkan pemilu 2024, untuk kemudian dilaksanakan 2 atau 3 tahun kemudian.

Awalnya isu berasal dari luar istana, namun kemudian muncul juga dari lingkar kekuasaan baik dari partai koalisi maupun dari pembantu-pembantu presiden.

BACA JUGA : Antara Gulai dan Gule

Dalam alam demokrasi dan keterbukaan informasi banyak orang menyangka ide presiden seumur hidup sebagai ide konyol, kuno dan tak sesuai jaman.

Oleh karenanya ketika ada ide soal Jokowi tiga periode, penundaan pemilu 2024 {pembatalan pemilu 2024} dianggap sebagai angin lalu saja atau bahkan lucu-lucuan dari kaum penjilat.

Untuk mereka yang paham politik praktis, wacana tiga periode dan seterusnya itu bukanlah soal yang mustahil. Politik pada dasarnya adalah kekuasaan, dengan infrastruktur kekuasaan yang kuat, perubahan konstitusi sesuatu yang sulit untuk dilakukan.

Badan legislatif China pada tahun 2018 secara resmi menghapuskan pembatasan aturan presiden yang hanya menjabat dua kali masing-masing selama lima tahun.

Perubahan aturan ini memungkinkan Presiden Xi Jinping berkuasa terus meski pada tahun 2023 nanti masa jabatan periode keduanya habis.

Hanya dua anggota yang menentang melawan 2.964 anggota parlemen yang setuju, peluang Presiden Xi Jinping untuk menjadi presiden seumur hidup di China sangat besar.

Alexander Lukashenko memimpin Belarus sejak merdeka karena bubarnya Uni Soviet di tahun 1994. Lukashenko selalu memenangkan pemilu di Belarusia yang oleh warga sipil dipandang penuh kecurangan.

Hasil pemilu 2020 yang memenangkan dirinya terus didemo oleh masyarakat yang menuntut pengunduran dirinya. Namun para penentangnya berhasil dipukul mundur dan Lukashenko kembali dilantik untuk memimpin Belarus.

Di Kamerun ada Paul Biya yang memimpin sejak tahun 1982 hingga sekarang. Kini Biya dikenal sebagai pemimpin non kerajaan terlama di dunia.

Konstitusi memberi kewenangan kekuasaan eksekutif dan legislatif yang besar untuk Paul Biya. Paul Biya bahkan memiliki otoritas yang cukup besar pada peradilan dimana peradilan hanya dapat meninjau undang-undang hanya atas permintaannya.

Dan terakhir Presiden yang paling populer di dunia saat ini yakni Vladimir Putin yang telah menandatangani UU yang memungkinkan dirinya menjabat sebagai Presiden Rusia hingga tahun 2036.

Putin saat ini berusia 68 tahun dan berpotensi untuk tetap berkuasa hingga usia 83 tahun. Saat ini dia sudah menjabat sebagai Presiden Rusia untuk keempat kalinya.

Berkaca dari realitas diatas, usulan Jokowi 3 Periode, perpanjangan masa jabatan presiden, penundaan atau pembatalan pemilu 2024 mesti diwaspadai sebagai pintu masuk bagi upaya merubah konstitusi.

Yang akan diubah barangkali bukan hanya soal masa jabatan presiden melainkan juga ketentuan lain menyangkut electoral threshold dan lain-lain.

Sebelum amandemen UUD 1945, dinyatakan kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawatan Rakyat. Dengan demikian kedaulatan tertinggi ada di tangan MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.

Namun setelah amandemen, UUD 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD.

Dan pelaksanaan kedaulatan menurut UUD tersebut ditindaklanjuti oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya.

Adanya kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD, mestinya telah mengunci cara pemilihan presiden, masa jabatan dan periode jabatannya.

Hanya saja kewenangan untuk menjabarkan pelaksanaan UUD lewat berbagai peraturan perundangan kemudian ada di tangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat.

Dengan kesepakatan antara Pemerintah dan DPR bukan tidak mungkin akan lahir peraturan atau UU yang kemudian akan menjadi dasar terwujudnya wacana Jokowi 3 periode atau penundaan/pembatalan pemilu 2024 dengan alasan tertentu untuk ‘memaklumi’ pelanggaran konstitusi.

Dan kita semua tahu salah satu keahlian dari para aktor politik adalah melakukan ‘pelanggaran’ secara legal.