KESAH.ID – Fenomena running culture kini didominasi obsesi brand dan aesthetic media sosial, membuat pelari kalcer rela mengeluarkan jutaan Rupiah bahkan berisiko membeli sepatu tiruan (KW) yang berbahaya, padahal setiap orang idealnya wajib memiliki lima pasang sepatu esensial—termasuk sepatu lari dan sepatu empuk—untuk menunjang gaya hidup; solusinya adalah beralih ke brand lokal Indonesia yang kualitas dan teknologinya sudah bersaing dengan merek global, menawarkan harga lebih terjangkau, dan menjamin kenyamanan kaki yang optimal.
Fenomena ironis dalam dunia running culture saat ini adalah: yang penting look, bukan pace. Lari telah bertransformasi bukan sekadar aktivitas olahraga, melainkan juga panggung untuk fashion dan outfit.
Ini melahirkan ‘pelari kalcer’ (kultur), yang diwajibkan memiliki anatomi outfit tertentu. Mulai dari sepatu lari yang harganya setara dengan cicilan sepeda motor, dengan desain mencolok, warna neon, dan padu padan kaos kaki yang serasi. Sepatu ini harus dilengkapi dengan teknologi foam termutakhir yang menjanjikan energy return fantastis, meskipun terkadang terasa berlebihan (overkill) untuk lari santai yang hanya menempuh jarak seribu meter.
Kelengkapan outfit juga merambah pada pakaian. Lari tidak lagi cukup hanya dengan celana pendek dan kaus oblong. Para pelari kalcer melengkapinya dengan legging, manset lengan, sport bra (untuk perempuan), dengan bahan-bahan teknis seperti dry-fit untuk performa maksimal.
Aksesori pun tak luput dari perhatian: gelang pintar, jam pintar (smartwatch), headphone nirkabel, running belt atau waist bag, dan tentu saja, bandana untuk menambah kesan kalcer.
Setelah semua gear terpasang, hal yang paling penting adalah lari harus direkam.
Ritual lari pun menjadi agak berbeda, sering kali diawali dan diakhiri di depan cermin, atau disibukkan mencari sudut terbaik untuk selfie. Tujuan lari seolah bergeser, bukan lagi untuk melawan batas fisik dan meningkatkan kebugaran, melainkan untuk melawan algoritma dan batas filter media sosial. Tak penting seberapa jauh detak jantung diturunkan (beats per minute), atau waktu tercepat per kilometer (pace), karena yang dikejar adalah menciptakan konten yang paling enak dilihat atau aesthetic.
Bagi para pelari kalcer, kesadaran utama untuk mencapai semua itu adalah brand.
Dalam olahraga lari, merek-merek yang tertanam kuat di benak adalah brand asal Amerika dan Eropa seperti Nike, Adidas, Asics, New Balance, dan Hoka. Tak ketinggalan, brand dari Tiongkok seperti Li-Ning, Anta, 361 Degrees, dan Peak juga mulai menyusul.
Sepatu-sepatu ini menjadi buruan utama. Harganya jelas tidak murah. Untuk model performa, harganya bisa mencapai dua juta Rupiah ke atas saat tidak diskon.
Ada kecenderungan, makin mahal malah makin laku. Contohnya adalah seri Adidas Adizero yang dirancang untuk performa maksimal dengan fitur plat karbon untuk energy return yang besar. Sepatu ini memiliki beberapa versi, seperti Adizero Pro, Adizero SL, Adizero Evo SL, dan lain-lain, dengan rentang harga berkisar antara dua hingga bahkan sembilan juta Rupiah. Angka yang fantastis, setara dengan rata-rata gaji bulanan karyawan di Indonesia, hanya untuk sepasang sepatu lari. Tak heran, dalam setiap ajang lari, merek-merek ternama ini mendominasi dan menjadi sumber ‘percaya diri’.
Tren pelari kalcer ini kemudian dimanfaatkan oleh para peniru dan pemalsu. Pasalnya, banyak pelari yang tidak ingin kalah gaya, tetapi ‘kalah saku’. Mereka mengusung slogan: “Kalau ada yang murah, kenapa beli yang mahal?”
Ini adalah normalisasi untuk membeli barang tiruan, dengan dalih barang KW atau mirror sudah sangat mirip aslinya sehingga mata awam sulit membedakan.
Namun, yang dilupakan oleh para pelari kalcer jadi-jadian ini adalah teknologi di balik sepatu lari. Para peniru belum tentu mampu mereplikasi teknologi foam dan dukungan struktural yang penting. Akibatnya, sepatu tiruan memang mendukung untuk gaya-gayaan, tetapi berbahaya dan dapat menyebabkan cedera kaki yang serius karena kurangnya dukungan dan bantalan yang memadai.
BACA JUGA : Hutang Ekologi
Sesuai dengan pepatah kuno, Mens sana in corpore sano (Jiwa yang sehat ada di dalam tubuh yang kuat), pikiran yang jernih dan jiwa yang kuat dapat tercapai ketika kondisi tubuh sehat. Salah satu cara menyehatkan tubuh adalah melalui olahraga, seperti jalan kaki dan lari, yang merupakan aktivitas termudah untuk memperkuat otot dan menjaga kebugaran jika dilakukan rutin.
Maka, memiliki sepatu olahraga yang tepat sangatlah penting, sebab tidak ada satu sepatu pun yang bisa digunakan untuk segala keperluan.
Untuk menghindari kerepotan dan pembelian tergesa-gesa, idealnya setiap orang memiliki setidaknya lima pasang sepatu di rak:
Sepatu Olahraga: Dengan sol supportif dan grip yang kuat (traksi bagus) untuk lari, trail, atau sport style. Merek lokal seperti Ortuseight, Nineten, Ardiles, Specs, dan League sangat fokus pada pengembangan teknologi dan inovasi, dan teruji oleh atlet profesional, sehingga sudah cukup mumpuni untuk bersaing dengan merek global.
Sepatu Daily Beaters: Sepatu harian yang dapat dipakai tanpa pikir panjang, kuat, dan anti-ribet, yang tidak takut debu, hujan, atau lumpur. Merek lokal seperti Ventella, Compass, Kodachi, dan Patrobas menawarkan sepatu tahan banting dengan sol yang tidak licin dan bahan yang nyaman untuk iklim tropis.
Sepatu Fashion (Keren/Gaya): Sepatu yang mampu mencuri perhatian. Banyak brand lokal rajin berkolaborasi dengan seniman atau karakter film/animasi, seperti Kanky (dengan Against Lab dan Jack Staple), Unerd, Geoff Max, dan Ardiles. Sepatu rilisan lokal ini sering sold out dalam hitungan menit di event besar seperti Jakarta Sneaker Week.
Sepatu Formal: Sepatu untuk acara resmi, rapat, atau undangan. Pilihan bisa berupa sepatu bergaya sneaker formal dari Brodo, Aero Street, Geoff Max, Piero, dan Compass, atau sepatu kulit buatan tangan (hand crafted) dari Portee Goods, Nappa Milano, dan Bucheri.
Sepatu Empuk dan Nyaman: Sepatu yang dipakai untuk kegiatan yang menuntut pemakaian dalam waktu yang sangat lama, terutama aktivitas berdiri.
Memiliki lima pasang sepatu mungkin terdengar banyak dan menguras kantong, apalagi jika yang terpikir harus selalu branded dari Amerika atau Eropa. Namun, Anda bisa bernapas lega. Kelima pasang sepatu ini tidak akan menggerus habis kantong jika yang dibeli adalah produk-produk sepatu lokal orisinal.
Di kisaran harga Rp500 ribuan, kualitas sepatu lokal (bahan, jahitan, insole, midsole, dan outsole) sudah sangat bermutu, bahkan dengan sedikit tambahan dana, Anda bisa mendapatkan sepatu lokal dengan sol Vibram, salah satu sol terbaik di dunia. Sepatu lokal seharga 1 juta Rupiah sudah masuk kategori terbaik, sementara harga yang sama untuk brand luar mungkin hanya masuk kategori kelas bawah.
Oleh karena itu, daripada memaksakan diri bergaya dengan sepatu KW atau Mirror yang berisiko cedera, atau membeli sepatu preloved (thrift) yang legalitas dan keasliannya meragukan, jauh lebih baik membeli sepatu lokal yang orisinal. Dengan membeli sepatu lokal, Anda tidak hanya mendapatkan produk bagus, tetapi juga turut menghidupkan ekosistem kreatif di negeri sendiri.
Lupakan hype produk luar yang harganya selangit. Mari tengok ke rak sebelah, di mana ada ratusan brand sepatu lokal yang berjuang keras untuk mendapat tempat di publiknya sendiri. Mutunya terjamin, harganya membuat dompet lebih tenang dan senang.
BACA JUGA : Asal Mbacot
Di tengah hiruk pikuk tren dan gaya yang terus berubah, ada satu pasang sepatu yang nilainya tak lekang dimakan waktu: sepatu yang empuk dan super nyaman.
Bukan sekadar alas kaki, sepatu jenis kelima ini adalah investasi paling tulus untuk kesehatan dan produktivitas Anda. Bagi profesional yang menghabiskan hari dengan berdiri lama, seperti tenaga medis, guru, pekerja ritel, koki, atau bahkan Anda yang hanya ingin bebas dari rasa pegal di akhir hari, sepatu ini adalah perisai anti-pegal Anda.
Bayangkan midsole yang memeluk lengkungan kaki dengan bantalan responsif, meredam setiap hentakan seperti berjalan di atas awan, dan teknologi shock absorption yang bekerja tanpa lelah. Sepatu ini menempatkan kesejahteraan biologis Anda di atas segalanya. Mereka dirancang untuk menjaga keselarasan postur, mengurangi tekanan pada lutut dan punggung bawah, serta memastikan aliran darah tetap lancar.
Jika sepatu lari hadir untuk performa dan sepatu fashion untuk validasi, maka sepatu nyaman hadir untuk kehidupan nyata yang berkelanjutan.
Jangan biarkan rasa nyeri menjadi pengingat harian akan aktivitas kita. Pilihlah sepatu dengan hati-hati, karena di akhir hari, bukan seberapa jauh kita berlari, atau seberapa mahal merek yang kita kenakan, melainkan seberapa nyamannya kaki membawa kita pulang.
Sempurnakan koleksi dengan sepasang sepatu yang memungkinkan kita berdiri lebih tegak, bekerja lebih fokus, dan menikmati setiap langkah, dari pagi hingga malam. Kaki kita adalah fondasi, dan fondasi yang kuat berhak mendapatkan kenyamanan yang tak tertandingi.
note : sumber gambar – KANKY








