KESAH.ID – Semenjak isu kripto dan metaverse layu sebelum berkembang, kecerdasan generatif melalui platfom berbasis percakapan menjadi isu terdepan dunia digital dan virtual. Dimulai lewat peluncuran Chat GPT oleh OpenAI, perusahaan-perusahaan teknologi seperti bangun dari tidurnya untuk menyusul langkah yang ditempuh OpenAI. Google-pun segera meluncurkan Bard.
Yang memulai pertama atau first mover akan selalu mempunyai kelebihan namun pada akhirnya tidak selalu akan menjadi pemenang atau the last winner.
Rumus ini berlaku dalam bidang apa saja yang kalau tidak disadari akan membuat siapa saja yang mengalami jadi bermuran durja.
Dalam kebiasaan kita sehari-hari, ada anggapan bahwa yang berpengalaman akan lebih hebat dari siapapun, harus dihormati dan selalu diikuti. Hal ini terlihat dalam ungkapan yang bernada menyepelekan mereka yang belum pengalaman “Kamu tuh tahu apa, belum banyak makan asam dan garam dunia,”
Untuk menjaga regim first mover maka dalam pergaulan sosial dikenal senioritas. Regim ini dijaga oleh aturan sopan santun, manners. Yang baru harus taat dan patuh pada yang lama, yang muda harus hormat dan cium tangan pada yang lebih tua. Jika tidak maka akan kualat, dianggap tidak sopan, tak tahu hormat dan jika keterlaluan bakal dianggap tak adab alias biadab.
Namun dalam dunia usaha, teknologi dan sains tidak dikenal sopan-santun semacam itu. Tentu yang pertama mulai akan dihormati dan dikenang namun bukan untuk tidak dikalahkan.
Kalau tak percaya mari lihat perkembangan media sosial. Kebanyakan dari kita sekarang hanya mengenal Facebook, Twitter, Instagram dan Tik Tok, padahal media sosial yang sekarang merajai internet ini bukan merupakan media sosial pertama.
Sebelum Facebook lahir dan menguasai dunia, ada deretan media sosial lain yang kemudian tenggelam tanpa jejak. Yang punya ingatan bagus pasti tak lupa dulu ada Classmates, Six Degrees, Ryze, Friendster, LastFM dan MySpace.
Atau jika kita membahas fitur lain dari internet yakni email. Pemakai internet pertama di Indonesia pasti ingat yang menyediakan layanan email adalah Hotmail,AOL, Compuserve, Yahoo dan beberapa lainnya.
Yahoo kemudian menjadi pemenang karena mengembangkan diri menjadi layanan internet dengan berbagai macam jenis layanan berbasis web. Selain Yahoo Mail dan Group, Yahoo mempunyai layanan Yahoo News, Yahoo Weather, Yahoo Shopping, Yahoo Search, Yahoo Entertainment dan lain-lain. Semua layanan itu bisa diakses lewat My Yahoo.
Sempat merajai beberapa tahun, Yahoo yang juga mengembangkan Yahoo Messenger kemudian mulai tumbang. Perusahaa teknologi yang paling bernilai kemudian merosot harga sahamnya sampai titik nadir. Yahoo digulung oleh Google yang melihat peluang perkembangan kebutuhan pemakai internet namun tidak ditanggapi oleh Yahoo yang terlena. Yahoo menikmati pendapatan tinggi sehingga perusahaan teknologi itu lebih berlaku sebagai perusahaan media karena lebih menghasilkan.
Berbasis pada layanan gratis dan berbayar, Google menyediakan email dengan kapasitas lebih besar, menyediakan ‘cloud’ untuk menyimpan file, mengembangkan layanan peta dan lain-lain. Google juga mengembangkan OS untuk mengambil langkah terdepan perubahan pemakaian internet dari PC ke sistem mobile.
Layanan yang dulu disediakan oleh Yahoo kemudian menjadi ketinggalan. Google Mobile Service kemudian dibenamkan dalam semua Smartphone yang berbasis android. Android sendiri merupakan OS yang dikembangkan oleh Google dan bersifat terbuka atau open source.
Untuk layanan Personal Computer Google juga mengembangkan OS Chromebook. Namun masih harus berjuang untuk melawan dominasi MS Windows.
BACA JUGA : Laskar dan Relawan Medsos Pemilu 2024
Tak ada perusahaan yang terlalu besar untuk tumbang. Salah satu contohnya adalah Yahoo. Pada awal tahun 90-an, Yahoo adalah pusat gravitasi merebaknya bisnis internet. Karena Yahoo, pemakai internet awal di Indonesia mengenal email, chat room dan mesin pencari. Perusahaan yang didirikan oleh Jerry Yang dan David Filo ini meledakkan dunia dot.com.
Yahoo menjadi perusahaan yang memperoleh ‘keajaiban’ dunia bisnis internet. Dengan cepat mampu menciptakan kekayaan yang besar untuk para pendirinya. Nilai perusahaan melejit dalam waktu singkat.
Mengembangkan layanan banner ad, Yahoo meraup banyak uang dari pemasang iklan walau belum sebesar nilai iklan di media mainstreams.
Prospek pendapatan iklan yang besar membuat Yahoo mencatatkan sukses besar ketika melakukan IPO. Melantai di bursa saham, Yahoo bisa meraup dana publik lebih dari 400 trilyun, valuasinya melambung hingga ke bulan.
Sukses Yahoo mendorong tumbuhnya banyak startup dan model bisnis lainnya yang memakai banner ad Yahoo sebagai media promosinya. Rekening Yahoo makin gendut dari pendapatan iklan.
Merasa nyaman, Yahoo yang didirikan sebagai perusahaan mesin pencari kemudian lebih berkembang menjadi perusahaan media. Sebagai perusahaan teknologi, Yahoo kemudian terlena, meski sebagian besar karyawannya adalah programmer namun fokusnya bukan mengembangkan software melainkan menjual iklan.
Pendapatan iklan yang besar, harga saham yang melambung membuat Yahoo buta pada kerentanan serangan dari perusahaan teknologi lainnya.
Andai saja Yahoo tak menolak tawaran Larry Page dan Sergey Brin tentang page rank mungkin saja Google tak akan mengeser tahta Yahoo.
Ketika Google muncul dan founder Yahoo disarankan untuk membelinya, saran itu diabaikan karena Google dianggap tidak penting, traffic-nya masih rendah.
Memasuki tahun 2000-an hampir tak ada inovasi baru yang dikembangkan Google. Sumberdayanya dikerahkan untuk meraup uang dari iklan. Internet yang mulai berpindah ke ekosistem mobile {smartphone} tidak diantisipasi oleh Yahoo.
Yahoo gagal beradaptasi dengan dunia internet baru dan Google lah yang kemudian menguasai ekosistem smartphone lewat Android, berbagai dengan Apple dengan IOS-nya.
Gelagapan, Yahoo berusaha mengejar ketertinggalan namun sudah terlambat. Dunia internet mobile juga dengan cepat berkembang. Yahoo yang berupaya meningkatkan konten menjadi tidak relevan karena pemakai internet ramai-ramai meninggalkan aplikasi satu arah dan beralih ke media sosial serta messenger. Yahoo tak punya aplikasi yang diandalkan untuk itu.
Yahoo membeli Flickr namun kalah dengan Instagram. Demikian juga dengan Yahoo Messenger yang kalah jauh dibandingkan dengan BBM, Line dan Whatsapp.Tumblr juga dibeli oleh Yahoo, namun tak tumbuh sesuai harapan.
Yahoo-pun tumbang karena perusahaan teknologi yang seharusnya terus berinovasi kemudian terlena oleh pendapatan iklan. Dan ketika terbangun dari tidurnya yang nyaman sudah terlambat untuk lari mengejar ketertinggalannya.
Masa keemasan Yahoo lewat seiring dengan tumbuhnya kejayaan Google di dunia internet.
Google kini superior karena sudah sangat besar. Dan lazimnya perusahaan besar birokrasi menjadi amat panjang, inovasi akan ditanggapi dengan sangat hati-hati agar tidak merusak citra, nama dan posisi perusahaan. Apapun yang diluncurkan oleh Google harus sempurna.
Kehati-hatian dan keharusan semacam ini membuat Google ketinggalan menjadi yang pertama meluncurkan Chatbot yang berbasis kecerdasan buatan. Google tersentak ketika OpenAI meluncurkan Chat GPT.
Chatbot yang berbasis kecerdasaan buatan generatif itu segera menarik perhatian pemakai internet, menciptakan cakrawala baru walau kecerdasan buatan bukanlah sesuatu yang asing untuk pemakai internet.
Oleh para pengamat teknologi, Chat GPT dianggap bisa menjadi mesin pembunuh kejayaan Google.
BACA JUGA : Politik Pasar Malam
Google terbangun dari tidurnya dan kemudian meluncurkan Bard, Chatbot yang dikembangkan berdasarkan sistem kecerdasan buatan milik Google yakni Lamda. Namun peluncuran Bard masih bersifat terbatas pada penguji yang dipilih oleh Google, versi ujicoba umumnya belum ada.
Sama seperti Chat GPT, Bard juga merupakan platform percakapan berbasis kecerdasan buatan.
Peluncuran Bard merupakan upaya Google untuk merebut persepsi publik terkait kecerdasan buatan. Sejak semula Google mendalami kecerdasan buatan dan menjadi basis dari layanan-layanannya. Salah satunya adalah mesin pencari yang terpersonifikasi.
Namun peluncuran Chat GPT yang mendapat sambutan hangat membuat persepsi publik tentang kecerdasan buatan menguat ke OpenAI.
Google mesti bekerja keras karena bukan hanya Chat GPT dari OpenAI yang harus dilawan. Microsoft juga menjadi lawan tangguh lainnya karena sebagai pendonor OpenAI, Microsoft juga mulai menyematkan Chat GPT ke mesin pencarinya yakni Bing.
Bing yang disematkan dalam browser edge, telah menambahkan fitur chat dalam jenis pencarian. Memang belum dibuka untuk umum, yang ingin mencoba harus mendaftar untuk masuk ke dalam waiting list persetujuan dari microsoft.
Deman Chatbot, sistem kecerdasan generative yang berbasis percakapan tidak hanya akan melanda perusahaan teknologi dari Amerika, saingan juga akan segera muncul dari daratan Tiongkok.
Popularitas Chat GPT akan membawa perubahan pemakai internet dalam mencari informasi. Dengan Chat GPT pemakai langsung mendapat jawaban, tidak seperti pencarian di mesin pencari yang memberi jawaban berupa link ke sumber informasi berbasis web.
Kelebihan lain dari Chat GPT dibanding mesin pencari adalah mampu membantu untuk membuat konten dan koding. Untuk para kreator, Chat GPT akan memangkas waktu yang diperlukan untuk menghasilkan konten.
Sebagai penikmat teknologi perang antar perusahaan teknologi ini selalu menarik. Perang semacam ini sudah sering terjadi dan membuat layanan internet menjadi semakin baik, mudah dan produktif.
Dan dalam perang semacam ini terbukti yang memulai tidak selalu menjadi pemenang. Yahoo dikalahkan oleh Google, Netscape dan Internet Explorer dikalahkan oleh Chrome, Yahoo mail menumbangkan Hotmail, namun kemudian digeser oleh Gmail. Netflix juga dilawan oleh Disney+ dan lain-lain.
Pun demikian dengan Facebook yang sudah mapan lalu digoyang oleh Tik Tok. Mulai digerogoti oleh Tik Tok, Instagram dan Facebook kemudian dilengkapi oleh Reel, lumayan barhasil. Youtube pun kemudian mengembangkan Youtube Short walau kurang menggigit.
Siapa yang akan memenangkan tidak ada rumus pastinya. Satu hal yang pasti perusahaan teknologi akan tumbang jika mulai terlena dengan kejayaan.
Dibandingkan dengan OpenAI, Google jelas lebih besar dan lebih hebat, unggul segala-galanya. Namun dengan cara sederhana, mengerjakan apa yang tidak dikerjakan oleh Google, terbukti OpenAI lewat Chat GPT mampu membuat Google kelimpungan, bahkan setengah panik sehingga buru-buru meluncurkan Bard.
Google mungkin masih percaya diri karena Chat GPT punya kelemahan pada basis data yang hanya sampai pada tahun 2021. Sementara Google mempunyai basis data real time karena search enginenya me-generate seluruh konten yang ada dalam internet.
Tapi kelemahan Chat GPT akan diatasi oleh Bing, mesin pencarinya Microsoft
Perang masih akan berlanjut dan AI nampaknya akan menjadi isu yang paling relevan untuk internet ketimbang isu metaverse yang dilontarkan oleh Facebook yang kemudian berubah menjadi Meta.
Metaverse menjadi bunga yang layu sebelum berkembang, sedangkan AI adalah kecambah yang siap tumbuh menjadi pohon dengan cepat.
Bisa jadi dari Indonesia akan muncul Chatbot andalan yang mampu menantang kehebatan Chatbot asal Amerika dan juga Tiongkok. Namun jika tidak maka yang paling penting dilakukan oleh pemakai internet di Indonesia adalah belajar menyusun pertanyaan yang hebat agar Chatbot yang kita pakai menjadi semakin pintar.
Kita pintar bertanya dan Chatbot pintar menjawab.
note : sumber gambar – OSINGPEDIA.COM








