KESAH.ID – Alam tidak mengenal sampah, material alam atau organik dengan sendirinya akan terdekomposisi ketika berakhir siklus hidupnya. Bangkai, dahan, batang, daun, buah dan lain-lainnya akan terurai dengan bantuan mikroorganisme dalam tanah. Hasil dari dekomposisi material organik oleh mikroorganisme akan menambah material tanah {humus} yang didalamnya mengandung penyubur atau nutrisi baik bagi tanah maupun tumbuhan serta mahluk lainnya baik yang di tanah maupun dalam air. Apa yang disebut dengan kotoran selama bukan berupa bahan sintetik sebenarnya merupakan penyubur atau nutrisi terbaik untuk semesta.
Panggilannya Mamang, baru saya kenal beberapa hari lalu saat saya berkunjung ke rumahnya yang diapit oleh kebun tempatnya bertanam lombok, kemangi dan lain-lain. Di pojokan kebun ada pondok dengan atap paranet, tempat untuk membibitkan aneka benih. Ada benih pepaya, benih tomat dan juga benih lombok.
Dari jalan depan rumahnya yang berada di punggung bukit terlihat di kejauhan bukaan lahan yang besar. Telihat eksavator mengeruk tanah berwarna hitam dan kemudian menaikkan ke truk yang lalu lalang. Saya menebak, itu adalah tambang batubara dengan sistem cut and fill.
Di belakang rumahnya, pada bagian lembah ada genangan. “Itu danau bekas lubang tambang kah?” tanya saya.
Dijawabnya bukan. Itu genangan karena anak sungainya ditutup.
Waduh, bayangkan jika hujan pasti airnya akan naik dan mengenangi area sekitarnya.
“Tapi ada sudetan, ada saluran pipa besar untuk membuang airnya ke bagian sana,” tambahnya.
Nampaknya genangan air yang oleh warga sekitar disebut danau itu banyak ikannya. Karena selama saya ngobrol disamping rumahnya, beberapa orang lewat di jalan dengan perlengkapan memancing.
Saya tak hendak menceritakan soal tambang di Kota Samarinda yang sudah diudar dan dibongkar oleh banyak orang, banyak organisasi dan banyak gerakan namun tetap saja masih jadi andalan sebagian ‘politisi’ dan ‘calon politisi’ untuk mencari modal cuan.
Tambang itu biasa untuk Kota Samarinda, yang luar biasa itu kencing Marmut.
Ceritanya begini. Di depan rumah Mamang, dengan wadah barang-barang bekas nampak tanaman Daun Bawang dan Seledri yang sangat subur. Jarang-jarang saya melihat hal seperti itu. Ini benar-benar subur dan tumbuh seragam. Batang dan daunnya kekar, menghijau tanpa semburat kekuningan sedikitpun.
Saya memperhatikan dengan seksama media tanamnya. Mungkin disitu ada rahasianya. Namun saya tak menemukan hal yang istimewa. Media tanamnya adalah media biasa, campuran antara tanah dan sekam, sekam yang tidak dibakar. Padahal biasanya untuk menanam Seledri akan lebih banyak campuran antara tanah dan abu.
Tak menemukan jawaban maka saya pun bertanya pada Mamang. “Apa rahasianya bikin Daun Bawang dan Seledri gemoy?”
Dengan cepat Mamang menjawab “Karena kencing,”
Melihat muka saya seperti tak percaya, Mamang kemudian meneruskan “Kencing Marmut,”
“Kotoran manusia dan binatang itu pupuk terbaik,” ujar Mamang.
Ucapan Mamang itu mengingatkan saya pada ucapan petani lainnya yang juga senada. Dari petani lain saya mendapat testimoni bahwa pupuk dan pestisida terbaik bagi tanaman itu berasal dari batang tubuh tanaman itu sendiri.
Para petani ini bukan akademisi, bukan sarjana apalagi profesor. Mereka mungkin tak bisa mengurai dengan persis apa kandungan dari tinja, urine, daun, dahan, batang dan lainnya, namun mereka menemukan tanaman yang diberi asupan nutrisi dengan bahan-bahan itu ternyata tumbuh subur makmur.
BACA JUGA : Perang Rokok
Di masa remaja dulu saya dan teman-teman pernah membincang kemana mobil penyedot tinja membuang isi septic tank. Ada seorang teman menunjuk kearah pegunungan sambil berkata “Kesana,”.
Tentu saja kami tak percaya begitu saja dengan yang dikatakannya.
“Lho memang kesana, ke tempat orang yang bertanam sayur kol,” ujarnya.
Hah, tentu saja kami kaget. Jadi selama ini kubis yang sering kami makan ternyata dipupuk dengan tinja.
Kotoran itu memang pupuk begitu penjelasan seorang teman yang saya kenal puluhan tahun kemudian setelah saya diberi tahu kalau tinja biasa dijadikan pupuk kol.
Teman saya yang baru itu menerangkan tentang orang salah sangka bahwa yang sering disebut sebagai penyubur itu humus. Padahal bukan itu, melainkan di dalam humus ada sekresi atau kotoran dari mikroorganisme yang mendekomposisi material organik.
Lagi-lagi kuncinya adalah kotoran.
Soal kotoran yang bisa membuat masyarakat atau negara menjadi kaya raya bukanlah isapan jempol. Nauru sebuah negara kepulauan kecil pernah tercatat sebagai negara terkaya di dunia.
Kekayaan Nauru ini berasal dari kotoran burung yang berumur lebih dari 1000 tahun. Kotoran burung itu menjadi bahan yang disebut sebagai fosfat. Di temukan pada tahun 1960-an, temuan itu kemudian ditambang.
Hasil penambangan fosfat itu membuat Nauru menjadi negara dengan pendapatan perkapita terbesar di dunia.
Kaya mendadak membuat penduduk Nauru menjadi suka berfoya-foya. Uangnya dihabiskan untuk kebutuhan konsumtif dan berlibur ke luar negeri. Hampir-hampir tak ada orang yang menginvestasikan uangnya.
Saking berlimpahnya dolar, sampai-sampai ada cerita tentang uang yang dijadikan kertas toilet.
Setiap hari ada pesta, kehidupan tradisional ditinggalkan dengan gaya konsumsi ala Eropa.
Bahan pupuk yang menyuburkan Nauru namun kemudian ditambang besar-besaran akhirnya menyisakan kerusakan alam yang parah. 75 persen wilayah Nauru kini tak bisa dihuni akibat gencarnya penambangan fosfat.
Setelah dua puluhan ditambang besar-besaran cadangan fosfat pun menurun. Hasil tambangnya tak cukup lagi untuk memenuhi kebutuhan keuangan pemerintah. Nauru menjadi negara bangkrut hingga kemudian membiayai negaranya dari hutang.
Indonesia sebenarnya juga kaya dengan pupuk yang berasal dari kotoran binatang liar. Salah satunya adalah Guano atau pupuk yang berasal dari kotoran Kelelawar.
Kelelawar umumnya berdiam di dalam gua-gua dalam jumlah yang banyak sehingga kotorannya terkumpul. Pupuk guano mengandung nitrogen, fosfor dan potassium yang sangat bermanfaat untuk tanaman.
Kotoran kelelawar ini bisa dipakai secara langsung sebagai pupuk padat atau kemudian ditambah air dan bahan lain lalu difermentasi sehingga menjadi pupuk cair.
BACA JUGA : Martinator Penantang Ducati
Sejarah kotoran atau sampah menjadi masalah ketika manusia memasuki faxe revolusi industri. Sebelum penemuan mesin dan bahan-bahan sintetis, manusia hanya menghasilkan sampah organik. Yang disebut sampah adalah sisa-sisa bahan makanan yang ditemukan dari alam dalam rupa sisa kulit buah, biji, tulang binatang, kulit kerang dan lain-lain.
Populasi yang belum besar dan pola konsumsi dengan cara mengambil bahan dari alam, sampah dan kotoran yang dihasilkan bukanlah masalah. Sampah atau limbah organik akan diserap oleh alam lewat proses-proses alami yang tidak membutuhkan campur tangan manusia.
Ketika memasuki masa revolusi pertanian, sejarah kuno menunjukkan jejak-jejak pemanfaatan sampah dan limbah organik sebagai penyubur tanaman.
Revolusi industri menjadi titik awal manusia mengalami persoalan dengan sampah. Dengan pengetahuan dan teknologi manusia kemudian bisa memproduksi pangan dan bahan konsumsi lain dengan kecepatan serta jumlah yang besar.
Perkembangan industri kemudian menjadikan ekonomi sebagai panglima, segala sesuatu diukur lewat pertumbuhan ekonomi. Dan dibalik semua pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan konsumsi. Barang yang dibuat oleh produsen diserap oleh konsumen.
Manusia kemudian mengenal sampah organik dan anorganik. Keduanya kemudian menimbulkan masalah karena sama-sama dibuang. Jumlah sampah organik yang meledak membuat alam tidak kondusif sebagai tempat untuk mengurainya. Diperlukan tempat khusus untuk mengelolanya, karena jika dibiarkan begitu saja sampah yang jumlahnya besar akan membusuk dan menimbulkan bau. Selain tidak nyaman juga tidak baik untuk kesehatan.
Sedangkan sampah anorganik kemudian juga menimbulkan permasalahan karena sifatnya yang tidak mudah terurai. Sampah ini perlu didaur ulang atau diilah kembali menjadi bahan yang berguna namun tetap akan kembali menjadi sampah.
Jumlah sampah yang tidak terurai dan tidak terolah menjadi semakin meningkat. Persoalan sampah kemudian menjadi persoalan global, bahkan untuk negara-negara maju sekalipun yang mempunyai teknologi pengolahan sampah dan limbah yang canggih.
Mengurangi atau memanfaatkan sampah dan kotoran untuk memulihkan alam menjadi sebuah pilihan karena penggunaan penyubur sintetis pada akhirnya akan membuat tanah mati atau keracunan.
Yang dibutuhkan sekarang ini adalah pengolah dan pemanfaat sampah terutama sampah organik sampai pada tingkatan terbawah. Pengolahan dan pemanfaatan yang berbasis pada individu atau keluarga.
Dengan pengetahuan dan teknologi yang ditemukan hingga saat ini, proses untuk mendekomposisi material organik menjadi lebih cepat. Sampah dan kotoran bisa dirubah menjadi pupuk serta material padat untuk menambah tanah dengan peralatan dan teknologi yang sederhana.
Jika masyarakat mampu mengolah dan memanfaatkan sampah serta kotoran baik kotoran manusia dan kotoran binatang menjadi penyubur niscaya kesuburan alami akan kembali. Tanah yang subur akan kembali kepada kondisi semula yakni akan menjadi tempat tumbuh kembangnya berbagai jenis tumbuhan bahkan tanpa pengolahan.
Seperti lagu Koes Plus, tongkat kayu dan bambu yang dilempar akan jadi tanaman.
Dengan begitu petani tak akan lagi mengeluhkan harga pupuk sintetik yang melejit, sudah harganya mahal ketersediaannya juga tak terjamin.
Pupuk sintetik ini selain kerap menjadi komoditas politik, jika ditelisik lebih dalam juga merupakan sebuah jebakan yang membuat petani jatuh dalam lingkaran kemiskinan. Pupuk dan pembasmi serangga serta gulma sintetik membuat ongkos produksi petani menjadi tinggi. Petani harus mengeluarkan banyak uang untuk mendapat panenan yang baik. Namun setelah mendapat panenan yang baik tidak ada jaminan petani memperoleh imbal jasa harga yang baik, karena harga komoditas tidak ditentukan oleh petani.
Sebagai produsen petani tidak seperti produsen mobil, motor, laptop, komputer, mie instan dan lain-lain yang bisa menetapkan harga dan menentukan besaran keuntungannya.
Jadi kembali ke Mamang yang belum lama saya kenal. Mestinya petani tidak boleh tergantung pada pupuk sintetik karena tinja dan air seni ternyata mampu membuat tanaman subur makmur.
note : sumber gambar – WWW.BBC.COM







