KESAH.ID – Iman mesti diwujudkan dalam kehidupan. Maka nilai iman yang paling penting dalam kehidupan bersama adalah altruisme atau kesediaan untuk berkorban bagi orang lain atau kekepentinhan bersama. Langkah pertobatan adalah berani mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak. Dan gaya hidup yang berkelanjutan adalah cara berperilaku sehari-hari dengan mempertimbangkan bukan hanya kepentingan orang lain tapi juga kepentingan lingkungan hidup.
Sudah lama saya tak berbicara di depan anak-anak SMA. Jadi ketika seseorang yang memperkenalkan diri sebagai ibu guru di SMA Assisi menghubungi saya untuk memberi materi tentang gaya hidup berkelanjutan, butuh waktu beberapa saat untuk mengatakan iya.
Bicara di depan anak-anak SMA, generasi yang rentang umurnya jauh di bawah saya membuat khawatir karena jangan-jangan apa yang saya sampaikan lebih ingin memberi nasehat ketimbang memberdayakan mereka.
Kekhawatiran lain tentu saja soal cara komunikasi dan bahasa, lingkungan anak-anak SMA makin hari makin jauh dari pergaulan saya. Dunia mereka bukan lagi dunia saya.
Rasa khawatir itu membuat saya mempersiapkan materinya kurang lebih 3 hari. Apa yang akan saya sampaikan, saya tulis dan kemudian saya perbaiki berulang-ulang.
Untungnya sekolah ini sekolah katolik, lingkungan pendidikan yang budayanya saya kenali karena dari tingkat menengah hingga tinggi saya sekolah di lembaga pendidikan Katolik.
Sampai dengan saya duduk di depan seratusan anak di aula, saya belum menemukan kalimat pembuka paparan saya yang saya yakini bisa menggugah reaksi anak-anak.
Baru setelah mereka menyanyikan lagu mars sekolah, saya kemudian mendapat insight perihal cerita pengantar yang saya yakin bakal membuat mereka menaruh perhatian.
Saya ceritakan tentang menyanyikan lagu mars sekolah tiga puluhan tahun lalu. Lagu mars yang sering membuat saya dan beberapa teman dihukum (disetrap) gak boleh segera masuk kelas sesudah upacara bendera.
Bait lagu ” …. Pantang mundur hadapi aral melintang..” kami nyanyikan menjadi “Pantang mundur hadapi Suster Alberta”.
Dan kisah tentang Suster yang galak tentu bukan sesuatu yang asing untuk anak-anak di sekolah Katolik, mereka pun terbahak-bahak.
Salah satu kelebihan umum sekolah Katolik adalah disiplinnya. Kepala sekolah atau pembinanya yang sebagian adalah kaum biarawan memang tak pandang bulu dalam menerapkan peraturan. Sulit untuk mencari previlege.
Ibarat stand up comedy bila beat pertama sudah dimakan oleh audience, niscaya beat-beat berikutnya akan lancar mengalir.
Pun, demikian dengan saya, karena kesah pertama sudah membuat anak-anak terbahak, saya yakin apa yang akan saya sampaikan pasti relate dengan mereka.
Sambutan pertama yang meriah membuat saya lupa pada kekhawatiran saya.
BACA JUGA : Diplomasi Kuliner
Sekolah Katolik biasanya dinamai dengan nama orang suci, Santo atau Santa.
Selain sebagai nama pelindung, cara hidupnya juga akan dihidupi atau diteladani oleh pengasuh dan anak didiknya.
Tema gaya hidup berkelanjutan amat relevan dengan sejarah hidup St. Fransiskus dari Asisi yang oleh Paus Yohannes Paulus II ditetapkan sebagai Santo Pelindung Lingkungan Hidup.
Pendiri Ordo Frartum Minorun ini mempunyai banyak pengikut yang biasa disebut sebagai Fransiskan, semasa hidupnya dikenal mempunyai pandangan dan cara hidup yang menganggap semua ciptaan Tuhan sebagai saudaranya.
Fransiskus Asisi menganut pandangan antropomorphis, manusia adalah sesama bagi binatang, tumbuhan dan ciptaan lainnya.
Oleh Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik saat ini, ucapan St. Fransiskus Asisi yakni Laudato Si, Mi Signore atau Terpujilah Engkau Ya Tuhanku dijadikan kalimat pembuka ensiklik yang dinamai Laudato Si.
Lewat Ensiklik atau surat edaran paus bagi para uskup sedunia, Paus Fransiskus merefleksikan kehidupan masyarakat saat ini yang kemudian menimbulkan jejak ekologis berupa kerusakan alam, ketidakutuhan ciptaan Tuhan.
Kehidupan manusia karena industri, konsumsi dan ekonomi kapitalistik meninggalkan hutang ekologis yang harus dibayar oleh generasi mendatang.
Lewat ensikliknya Paus Fransiskus menyerukan pertobatan ekologis, perubahan cara hidup baik untuk umat Katolik maupun umat beragama lainnya.
Dalam ensikliknya selain memberi uraian basis teologis tetapi juga cara-cara praktis bagaimana umat beriman bisa berlaku dan berpartisipasi secara aktif dalam memulihkan dan menjaga kelestarian alam untuk kehidupan bersama yang damai dan sejahtera.
Yang disebut dengan pertobatan bukan hanya sebuah pernyataan melainkan perubahan cara hidup.
Pertobatan ekologis adalah perubahan cara hidup yang merusak atau mengekploitasi alam secara berlebihan, menghasilkan sampah dan limbah yang tak terolah mencari cara hidup yang memanfaatkan sumberdaya sebaik mungkin, selama mungkin tanpa mengambil yang baru dan berupaya sekuat mungkin untuk mencegah produksi sampah serta limbah (zero waste).
Pertobatan adalah perubahan gaya hidup lama yang boros sumberdaya menjadi gaya hidup baru yakni gaya hidup yang berkelanjutan.
BACA JUGA : Pemilu 2024 Dan Pemilih Muda
Sessi bersama dengan siswa SMA Asisi ini merupakan bagian dari implementasi kurikulum merdeka yang bertujuan untuk memperkuat profil pelajar Pancasila.
Pembelajaran bersama ini akan ditindaklanjuti oleh siswa secara berkelompok dengan merancang dan melakukan proyek perubahan.
Fokusnya adalah membuat lingkungan sekolah yang asri dengan cara mengelola sampah. Aspek pengelolaan sampah mulai melakukan serangkaian aksi untuk mengurangi hingga mengolah sampah.
Para siswa sendiri berpendapat bahwa sampah plastik adalah sampah dominan dan berbahaya untuk lingkungan hidup
Maka mengurangi atau memanfaatkan sampah plastik menjadi salah satu proyek utamanya.
Proyeknya sendiri meliputi kegiatan penyadaran atau edukasi (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) dengan memproduksi material KIE berupa poster dan film, serta pembuatan ecobrick dan komposting sampah domestik.
Kepedulian terhadap lingkungan memang harus ditanamkan sejak dini. Mulai dari usia muda, anak-anak mesti dilatih bukan hanya memikirkan kebersihan diri tetapi juga kebersihan lingkungan.
Aspek bersih diri mungkin sudah menjadi kesadaran umum, namun kebersihan lingkungan masih mempunyai tantangan berat.
Mau susah atau berkorban untuk orang lain atau orang banyak adalah nilai yang mesti ditanamkan dan dihidupi.
Dalam konteks nilai Kristiani, para siswa Sekolah Katolik mesti mau memikul salib.
Menjaga kebersihan lingkungan, mencegah pencemaran air, tanah dan udara dengan diet plastik, aksi bersih lingkungan dan mengolah sampah adalah salib yang mesti dipikul untuk menumbuhkan iman yang kuat agar bisa turut serta dalam menjaga keutuhan dan kelestarian ciptaan.
Siswa yang Pancasilais adalah siswa yang altruistik, mau berkorban, meluangkan waktu, pikiran dan juga tenaga untuk menjaga keasrian lingkungannya. Lingkungan yang bebas dari sampah, bukan hanya akan indah melainkan juga sehat, aman dan lestari.
note : sumber gambar – CELEBRITIS.ID