Perkembangan teknologi terkini memungkinkan manusia mempunyai kemampuan lebih untuk membongkar rahasia-rahasia alam. Ada banyak fenomena, sesuatu yang dilihat, dialami dan dirasakan kemudian bisa diterangkan oleh sains.
Hanya saja temuan sains tak otomatis merubah pandangan manusia tentang dirinya sendiri dan dunia. Ada banyak kepercayaan atau keyakinan yang tertanam dalam diri dan masyarakat meski telah difalsifikasi oleh sains namun tetap bertahan menjadi sebuah ‘kebenaran’.
Jauh sebelum sains berkembang seperti saat ini, manusia telah lebih dahulu mencari tahu tentang dirinya sendiri, alam, lingkungan dan segala sesuatu yang melingkupi dirinya. Jawabannya ada dalam mitos, legenda, cerita rakyat dan lain sebagainya. Fenomena selalu menarik untuk ditanggapi dan dicari jawabannya.
Filsafat adalah cara pertama yang secara radikal {mendalam}, sistematis, koheren dan holistik untuk menjawab berbagai realita manusia dalam hubungannya dengan alam, dunia, lingkungan hidup dan masyarakat.
Disebut sebagai ibu dari segala pengetahuan atau mater scientia, filsafat menggali pengetahuan universal dan general yang kemudian mengantar pada ilmu-ilmu khusus.
Meski demikian pandangan filsafat sama sekali tidak hilang ketika ilmu-ilmu khusus mulai mendedah apa yang dulu diselami oleh filsafat.
Salah satu contohnya adalah apa yang disampaikan oleh Aristoteles. Murid Plato ini di jaman Yunani Kuno mampu membangun sistem pengetahuan ilmiah yang hebat waktu itu. Aristoteles menulis banyak buku dalam bidang filsafat, kimia, fisika, biologi hingga astronomi. Seorang filsuf waktu itu adalah ilmuwan multi disipliner.
Namun filsafat bukanlah ilmu yang berdasar pada bukti. Terbukti waktu itu Aristoteles mengatakan bahwa gigi laki-laki lebih banyak dari perempuan. Dan kata-kata Aristoteles itu dipercaya, bahkan mungkin hingga sekarang.
Kesimpulan ini tidak didasarkan pada fakta melainkan asumsi atau premis yang menyakini bahwa laki-laki lebih kuat dari perempuan. Andai filsafat berbasis pada bukti, tidaklah sulit bagi Aristoteles untuk menghitung gigi laki-laki dan perempuan. Andai Aristoteles menghitung bukan menarik kesimpulan berdasarkan asumsinya maka akan ditemukan bahwa antara laki-laki dan perempuan jumlah giginya sama saja yaitu 32.
Abstraksi Aristoteles semakin liar sehingga pernah menyimpulkan bahwa perempuan adalah laki-laki yang dimutilasi. Maka perempuan menjadi lebih lemah dari laki-laki. Konon menurut Aristoteles jika laki-laki dipotong penisnya maka akan menjadi feminim.
Padahal tanpa dipotong alat kelaminnya, jauh lebih banyak laki-laki yang ingin jadi perempuan, ketimbang perempuan yang ingin jadi laki-laki. Di masyarakat ada banyak orang dengan tubuh laki-laki namun sifat feminimnya lebih kuat.
Ada beberapa teori Aristoteles yang lain yang terbukti salah seperti teori tentang asal usul belut dan beberapa hewan lainnya. Ketika memotong belut, Aristoteles tidak menemukan sperma dan telur sebagaimana yang dia temukan di ikan. Dari situ Aristoteles kemudian menyimpulkan bahwa belut tidak bereproduksi. Belut muncul begitu saja dari lumpur, seperti lalat yang dianggap muncul begitu saja dari daging busuk.
Berkaitan dengan bumi, Aristoteles juga merupakan seorang penganut geosentrisme. Dia mempercayai bumi adalah pusat alam semesta. Dia juga berpendapat benda-benda langit adalah benda hidup, namun seperti dewa yang sempurna sehingga tidak perlu sayap untuk berada di luar angkasa.
Meski terbukti banyak teorinya yang salah, apa yang diungkapkan oleh Aristoteles dipercaya dalam waktu yang sangat lama. Hal itu mesti dimaklumi karena pada saat itu yang disebut dengan ilmiah atau ilmu pengetahuan masih bekerja dalam sistem seperti itu, belum ada banyak alat yang bisa membantu melihat melihat yang tak bisa dilihat oleh mata, belum ada laboratorium tempat membedah segala macam benda maupun material organik lainnya.
BACA JUGA : Bangun Desa Wisata dan Berdayakan Masyarakat Lewat Pokdarwis, Mungkinkah?
Kapan manusia tertarik dengan pengetahuan dan kemudian mensistematisasi pengetahuan menjadi ilmu?
Secara biologi manusia tak terlalu beda jauh dengan binatang, sama-sama punya otak. Namun kenapa otak manusia kemudian berkembang lebih maju dari pada binatang sehingga mampu menjadi mahkluk yang memuncaki piramida.
Ada beberapa evolusi yang membuat manusia kemudian mampu meretas kondisi alamiahnya. Kemampuan meretas ini kemudian membuat manusia memulai ritme baru dalam cara hidup dan kemudian meninggalkan cara hidup dunia binatang.
Evolusi pertama adalah ketika manusia mampu menguasai atau menjinakkan api. Dengan api manusia kemudian bisa memasak, makanan menjadi lebih enak dan mudah dicerna. Makan bukan lagi hanya sebuah cara untuk mengenyangkan diri melainkan juga memperoleh kesenangan.
Dengan memasak cara makan manusia menjadi tidak alami seperti binatang. Makanan yang lebih mudah dicerna membuat manusia punya waktu dan energi lebih untuk bersosialisasi dengan anggota kelompoknya. Malam hari mereka bisa berkumpul dengan mengelilingi api unggun.
Bekumpul secara intensif dengan sesamanya membuat manusia memasuki evolusi kedua yaitu bahasa. Perkembangan bahasa manusia menjadi lebih cepat, dengan kemampuan berbahasa manusia bisa menyampaikan pesan secara lebih baik.
Namun pada saat itu yang disebut pengetahuan umum amat terbatas, ada banyak hal yang belum didefinisikan, disepakati sebagai apa dan lain sebagainya. Akibatnya orang per orang kemudian mendefinisikan sendiri dan memproduksi pengetahuannya sendiri. Manusia lewat bahasa kemudian menjadi terampil mengatakan sesuatu yang tidak sebenarnya namun kemudian dipercaya.
Maka sejak bisa berbahasa, teori pertama yang dikuasai oleh manusia adalah teori konspirasi, menyusun cerita yang menyakinkan namun bukan hal yang sebenarnya.
Bahasa menjadi semakin kuat ketika manusia memasuki evolusi berikutnya yakni bertani dan menetap. Kemampuan mendomestifikasi tanaman pangan dan sumber protein {hewan ternak} membuat cara makan manusia menjadi tidak alamiah. Manusia mampu memproduksi makanannya sendiri dan kemudian berlebih sehingga tak semua perlu bekerja bertani atau beternak. Mulai terjadi diversifikasi profesi.
Bahasa memasuki fase baru yang menentukan dinamika masyarakat. Jumlah warga yang lebih besar dan makin beragam perlu keteraturan. Salah satunya adalah sopan santun dan etiket. Bahasa kemudian menjadi sarana merumuskan peraturan itu.
Bahasa pulalah yang kemudian memunculkan “kepemerintahan”, lewat narasi atau cerita tertentu kemudian muncul sosok yang mengklaim diri jadi pemimpin. Pemimpin digambarkan sebagai lebih dari yang lainnya lewat sebuah cerita. Cerita asal-usul yang berbeda dengan kebanyakan orang lainnya.
Elit-elit inilah yang kemudian menjadi patokan pengetahuan. Pengetahuan pada masa itu berdasar pada otoritas. Mereka yang dianggap cerdik pandai adalah kepala suku, raja, tokoh agama dan dukun. Sampai sekarangpun dukun kerap disebut sebagai ‘orang pintar’.
Meski demikian masyarakat tradisional tetap memproduksi pengetahuan yang terbukti benar walau tidak disistematisisasi dan diteorisasikan. Pengetahuan itu kini kita kenal sebagai pengetahuan lokal yang dimanifestasikan dalam beberapa teknologi seperti teknologi bangunan, pertanian, pengobatan, pembagian lahan dan lain sebagainya.
Kemampuan berbahasa menjadi semakin canggih dengan kemunculan orang-orang yang mampu berbahasa indah dan dalam dengan berbagai gaya bahasa. Tak mengherankan jika mereka yang mempunyai kemampuan seperti ini kemudian menjadi ‘orang penting’ di pemerintahan. Di masa kerajaan ahli bahasa yang disebut pujangga duduk di sebelah raja dan mengikuti kemana raja pergi untuk menuliskan kisah-kisah yang kelak menjadi catatan sejarah.
Pada giliran berikutnya peran para pujangga kemudian diganti oleh sosok yang disebut filsuf, orang-orang bijaksana. Orang yang pandai bersilat lidah, memainkan retorika sehingga selalu menang dalam perdebatan.
Dunia kemudian mengenal dialektika, proses pencarian kebenaran melalui percakapan atau dialog, terkadang juga perdebatan, sanggahan, saling bantah membantah. Hanya saja argumen yang dipakai untuk bantah membantah tidak berasal dari data laboratorium atau percobaan melainkan data hasil permenungan dan abstraksi.
Oleh karenanya sejarah filsafat adalah sejarah perdebatan, sejarah bantah-bantahan. Atas obyek yang sama ada banyak pemikiran dan teori. Semua itu dimungkinkan karena bahasa, sebuah sistem simbol yang membuat manusia menjadi semakin tidak alamiah.
BACA JUGA : Pekan Kreatif 2021, Aktivasi Event Ekraf dan Kukuhkan Komite Ekonomi Kreatif Kalimantan Timur
Sains sendiri pada dasarnya alamiah, tidak bekerja berdasarkan asumsi melainkan bukti. Sains bersifat netral dan tidak terobsesi pada kebenaran. Dalam diri sains tidak mengenal baik dan buruk, sains hanya membeber soal apa itu sesuatu berdasarkan bukti yang diperoleh dari sesuatu itu sendiri. Bahwa ada benar dan salah dalam sains namun itu tidak mutlak, sebab data atau temuan baru secara total akan meruntuhkan pemahaman yang lama.
Tidak seperti ilmu lainnya, sains tidak akan memberi nasehat bagaimana sesuatu itu seharusnya. Sesuatu ada dalam dirinya sendiri, jika kemudian punya dampak baik atau buruk itu dikarenakan pengetahuan dari sains kemudian diimplementasikan menjadi teknologi.
Dengan sains kemudian manusia melakukan lompatan lebih jauh, evolusi menjadi revolusi. Perubahan karena ilmu pengetahuan yang diwujudkan dalam teknologi membuat perkembangan menjadi lebih cepat, jauh lebih cepat dari evolusi alamiah.
Penemuan komputer membuat revolusi kehidupan manusia menjadi berjalan lebih cepat lagi. Cara kerja komputer yang mirip otak manusia bisa lebih diefektifkan karena memori dalam komputer menjadi terpusat.
Dengan memori yang terpusat pengolahan data menjadi lebih cepat. Dan algoritma yang ditanamkan dalam sistem komputer membuat komputer bisa berjalan sendiri.
Dengan sistem komputasi manusia kemudian berhasil membuat kecerdasan buatan, sistem kemudian bisa berpikir dan juga belajar karena didalamnya ditanamkan mesin belajar.
Capaian teknologi ini kemudian membuat manusia kebanyakan yang malas berpikir kemudian menjadi semakin malas berpikir. Berbagai gawai dan sistem lain yang disematkan kata smart kemudian menganti daya pikir manusia pemakainya. Manusia lebih menjadi penikmat.
Kini hidup manusia semakin menjadi tidak alamiah. Bahkan keinginan sekalipun kini telah dipengaruhi oleh rekomandasi atau notifikasi.
Algoritma youtube misalnya mampu membuat youtube memberi rekomandasi, apa yang menarik untuk ditonton. Dan kemudian mengarahkan tontonan pada video-video yang dianggap oleh youtube tepat untuk ditonton.
Manusia beriman percaya bahwa hidup diatur oleh Yang Maha Kuasa, Tuhan yang berada diatas sana. Dan kini sebenarnya kita memang diatur oleh yang bertahta di awan, data yang dibaca oleh algoritma dan mesin belajar yang berada dalam cloud.