Jika banjir menerjang, apa yang digenangi?. Sebagian wilayah genangan air ada di jalanan, bukan hanya tergenang, beberapa diantaranya bahkan menjadi sungai dengan aliran yang deras. Selain jalanan, area yang digenangi oleh banjir tentu saja perumahan atau permukiman.
Ada pameo bahwa air cepat atau lambat akan kembali ke rumahnya.
Atas dasar ungkapan itu maka area atau wilayah yang digenangi air saat banjir kemungkinan besar dahulu merupakan ruang air.
Ada beberapa ruang air yang sering menjadi obyek perampasan dan kemudian dialihfungsikan untuk keperluan yang tidak berkesesuaian dengan air.
Bentuk ketidaksesuaiannya adalah dengan menghilangkan tutupan vegetasi diatasnya, merubah dari lahan basah menjadi lahan kering, menghilangkan ruang kedalaman, menghilangkan ruang lebar, menghilangkan ruang tinggi, membendung arah aliran air dan seterusnya.
Adapun bentuk perampasan ruang airnya adalah sebagai berikut :
- Menguruk rawa menjadi daratan – Rawa kerap kali dianggap sebagai lahan nganggur, lahan tidak produktif. Ada banyak rawa kemudian diuruk dan dijadikan lahan untuk pembangunan kompleks perumahan atau infrastruktur publik lainnya seperti stadion bahkan bandar udara. Merubah rawa menjadi daratan berarti menghilangkan daya tampung air permukaan di wilayah itu.
- Memangkas/meratakan bukit – untuk menguruk rawa atau area-area rendah yang basah maka tanah uruk yang diambil berasal dari perbukitan. Bukit diratakan sehingga kehilangan ketinggiannya. Bukit kemudian kehilangan kemampuan menahan air karena selain kehilangan vegetasi juga kehilangan ketinggian. Air permukaan dengan cepat kemudian akan meluncur ke tempat yang lebih rendah.
- Merampas ruang sempadan – Sempadan adalah garis maya yang dimaksudkan untuk melindungi ruang tertentu agar bisa menjalankan fungsinya dengan maksimal. Namun sempadan inilah yang paling dilanggar, bukan hanya sempadan sungai melainkan juga sempadan rawa, danau, pesisir,jalan, parit dan lain sebagainya.
- Merampas ruang saluran air – Ada banyak sungai dan saluran air lain baik yang alamiah maupun buatan mengalami penyempitan, sebagian bahkan hilang karena diduduki, diambil dan diuruk.
- Menghambat aliran air – Pengurukan sebagian ruang air misalnya rawa untuk jalan atau fasilitas umum lainnya kerap kali tidak memperhatikan arah aliran air. Sehingga urukan menjadi benteng, bendungan atau pemisah antara ruang air.
- Semenisasi ruang terbuka hijau – Salah satu fungsi RTH adalah memelihara siklus air, menjadi ruang resapan atau tangkapan air. Namun kerap kali di RTH justru dibangun infrastruktur yang berbasis semen dan infrastruktur lain yang beratap sehingga justru merampas ruang terbuka.
- Perkerasan permukaan lahan – Mabuk semen itu mungkin istilah ini tepat untuk mengambarkan kebiasaan kita melakukan perkerasan diatas lahan dengan berbagai alasan. Maka di sebagian permukiman, tanah yang tidak terbangun kemudian ditutupi dengan semen. Tujuannya agar tidak ada becek dan alir dapat mudah mengalir.
Perilaku semacam diatas kemudian tumbuh menjadi ‘budaya’ atau kebiasaan yang terjadi dimana-mana dan dianggap wajar.
Akibatnya koefisiensi air permukaan saat musim hujan menjadi tinggi. Jika lebih dari 50% air hujan di sebuah tempat menjadi air permukaan niscaya badan air baik alami maupun buatan tidak akan cukup untuk menampung dalam waktu yang bersamaan.
Dan badan air yang meluapkan air karena penuh kemudian kerap disebut sebagai penyebab banjir. Badan air kemudian menjadi tertuduh dan kemudian diotak-atik. Dalam jangka pendek langkah ini bisa saja mengurangi banjir namun biasanya banjir hanya berpindah tempat, layaknya bocah yang senang bermain petak umpet.
Terus menerus berjanji dan mengulirkan aneka proyek untuk mengatasi banjir namun membiarkan “budaya” merampas ruang air terus berkembang sama artinya dengan membunuh Gajah memakai sebatang lidi yang lentur.